Senin, 31 Januari 2011

Diambang Kehancuran, Dapat Keberkahan

Coba anda bayangkan, bagaimana rasanya hati yang bahagia tiba-tiba ditampar oleh penderitaan? Apakah tidak sakit? Apakah tidak perih rasanya hati? Disaat seperti ini biasanya hati mulai bertanya-tanya, 'Kenapa harus sekarang Ya Allah? Kenapa Engkau beri aku penderitaan dikala aku sedang bahagia seperti ini? Kenapa tidak nanti aja ketika aku sudah kuat?' Itulah yang dituturkan seorang bapak di Rumah Amalia.

Beliau bertutur ditengah kondisi dipuncak kariernya sebagai seorang presdir perusahaa, gajinya terbilang lebih dari cukup, rumah dan mobil mewah dengan kondisi yang tercukupi kehidupan ekonominya, ditambah lagi dengan istri dan anak-anaknya yang mencintainya. Tapi tiba-tiba perusahaan yang pegangnya diambang kehancuran karena adanya keharusan membayar kembali proyek besar yang dikerjakan gagal sesuai dengan jadwal karena adanya kesalahan pengerjaannya, anak-anak dan istrinya juga ikut merasakan kecemasan namun tetap masih setia mendampingi dirinya. Namun yang berat dalam hidupnya disaat bersamaan anaknya jatuh sakit yang segera dirawat di Rumah Sakit karena kena DB. Hal ini tentunya diluar apa yang diperkirakannya, berada diatas puncak kariernya malah mendapatkan kejutan yang tidak diperkirakan.

Kepahitan hidup yang bertubi-tubi yang dihadapinya mencoba instropeksi diri, beliau menyadari sejak lama sudah lama meninggalkan kewajibannya, boro-boro shodaqoh, menjalankan sholat lima waktu aja hampir tidak pernah dikerjakan, akibatnya dengan kejadian pahit ini membuat hidupnya menjadi terasa hampa. Tersadar akan hal itulah yang membuat beliau berkenan untuk datang ke Rumah Amalia, beliau berniat untuk bershodaqoh agar perusahaan yang diambang kehancuran bisa terselamatkan dan anaknya yang sedang dirumah sakit bisa segera sembuh.

Seminggu kemudian anaknya yang sedang di Rumah Sakit sudah boleh pulang. Perusahaannya step by step sudah mampu menyelesaikan semua keuangan akibat dari kegagalan proyek yang dikerjakan bahkan kerugiannya diganti oleh perusahaan asuransi. Sebulan kemudian perusahaannya mendapatkan tiga tawaran proyek, roda kembali berputar. Perusahaan, keluarga dan hidupnya dirasakan lebih indah & lebih membahagiakan. Keberkahan demi keberkahan kerap dirasakannya. Sejak kejadian itu keyakinan beliau bahwa dengan mendekatkan diri kepada Allah, giat menjalankan sholat fardhu dan rajin menyisihkan rizki untuk bershodaqoh akan membuat dirinya dilimpahkan keberkahan oleh Allah, menyelamatkan perusahaannya, menyembuhkan kembali anaknya yang sedang sakit, menyehatkan hati, juga tidak kalah penting adalah kebahagiaan bagi keluarganya.

'Alhamdulillah Mas Agus, disaat perusahaan & hidup keluarga kami diambang kehancuran, Allah melimpahkan keberkahannya, menyelamatkan perusahaan & keluarga kami.' Ucap beliau sore itu di Rumah Amalia. Air matanya mengalir begitu saja dengan derasnya. Isak tangis bahagia istrinya yang tak henti mengucap hamdalah, puji syukur kehadirat Allah.

'Orang2 yang menginfakkan hartanya baik di waktu lapang maupun di waktu sempit dan orang2 yg mampu menahan amarah serta pemaaf terhadap kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang2 yg berbuat baik.' (QS. Ali Imran : 134).

Minggu, 30 Januari 2011

Bersyukur Sekecil Apapun

Pernah di Rumah Amalia seorang ibu bertanya kepada saya, 'kalo hidup saya menderita, apa yang harus disyukuri Mas Agus?' tuturnya dengan setengah memprotes. Kemudian saya menjelaskan bahwa bila kita senantiasa bersyukur sekecil apapun nikmat Allah yang diberikan kepada kita termasuk ketika kita penderitaan maka Allah akan menganugerahkan kebahagiaan untuk kita. Mendengar penjelasan itu beliau menjadi mengerti makna bersyukur. Dalam penuturannya sewaktu kecil mempunyai harapan yang ideal terhadap sosok orang tua karena belum mengerti betapa rumitnya kehidupan, ia berharap orang tuanya tidak melakukan kesalahan yang membuat dirinya malu. Kenyataan yang justru dialami adalah ayahnya justru membuat kecewa. Disaat usianya bertambah, dirinya bisa menerima kenyataan pahit bahwa ayah yang diidolakan ternyata memiliki kekurangan. Ayah menikah berkali-kali, meski semua itu tidak direncanakan, toh perjalanan dalam hidup harus dilalui.

Tidak ada ayah yang sempurna, tidak ada pernikahan yang sempurna, setiap orang bisa melakukan kesalahan yang membuat dirinya nampak tidak sempurna dimata anaknya. Itulah yang terjadi. Bersyukur sekecil apapun berarti melihat sisi baik, meski ayahnya menikah berkali-kali tetapi beliau bertanggungjawab terhadap ibu dan anak-anaknya. Kebahagiaan juga dirasakan dengan keharmonisan sampai tumbuh dewasa dengan baik.

Sampai suatu hari ada kabar bahwa sang ayah menderita sakit keras harus dirawat di Rumah Sakit, ibu itu sebagai seorang anak mendampingi dan merawat ayahnya. Selama sakit ayahnya mengungkapkan perasaan bersalah terhadap anak-anak & istrinya. Perasaan bersalah itulah yang menyebabkan ayah jatuh sakit. Ia sebagai anak mampu memaafkan sehingga kesehatan sang ayah menjadi cepat pulih. Dulu setiap kali melihat sosok ayah selalu saja membuatnya marah. Alhamdulillah, Allah membukakan pintu hatinya sehingga menyadari ternyata memaafkan jauh lebih membahagiakan daripada membenci. Perasaan benci dapatkan menghancurkan karena menimbulkan stres berkepanjangan. Ia dapat merasakan sendiri dengan meninjau ulang pandangannya terhadap ayah, ia dapat melihat kebaikan dan memaafkan kesalahan-kesalahan ayahnya, dengan demikian hatinya menjadi terasa lebih ringan dan lebih indah.

Dengan bersyukur ibu itu sudah berhasil mengatasi perasaan marah dan menggantikannya dengan kasih sayang, keyakinannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala ia berhasil mengelola sumber stres itu hingga berhasil mensyukuri keadaan. Belajar dari pengalaman ayah itulah ia menyadari tidak ada orang yang sempurna juga tidak ada perkawinan yang ideal, yang ada adalah keberanian dan ketabahan menghadapi ujian dan cobaan yang Allah berikan agar kita senantiasa bersabar dan bersyukur dalam hidup ini. Akhirnya memaafkan selalu lebih membahagiakan daripada hidup dalam kebencian.

Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Bila mendapatkan nikmat, ia bersyukur dan bersyukur itu baik baginya. Bila mendapatkan cobaan, ia bersabar dan sabar itu baik baginya. (HR. Muslim).

Jumat, 28 Januari 2011

Tong Sampah Atau Vas Bunga (Sebuah Pilihan Hidup)



Tau tidak perbedaan Tong Sampah dengan Vas bunga. Semua pasti menjawa "tauuuu". Dan saya yakin "taunya" nggak pakai "tetapi". Nggak tau napa tiba2 bebrapa hari ini saya sering diajak bicara tentang tong sampah dengan beberapa sahabat . Ternyata kehidupan tempat sampah itu begitu menarik. Sama menariknya dengan Vas bunga. Apalagi jika dikaitkan dengan kehidupan keseharian kita.

Tong sampah jika dilihat dari fungsinya adalah sebuah tempat yang digunakan untuk membuang sampah. Tong sompah biasanya tidak terlalu mendapat perhatian banyak dari manusia kecuali di saat memang butuh membuang sampah. Biasanya tong sampah diletakkan di sudut2 ruangan bahkan tidak jarang tong sampah diletakkan jauh dari pemilik sampah karena dianggap mengganggu pemandangan. Perlakuan terhadap tong sampah sering tidak sepadan dengan fungsi dan kemanfaatannya.




Berbeda dengan vas bunga yang begitu indah. Walaupun hanya befungsi sebagai penghias dan pemanis ruangan, vas bunga diletakkan ditempat2 yang diharapkan orang akan melihatnya walaupun hanya sepintas. Darisebuah rumah kecil sampai di ruangan sidang kabinet kita bisa melihat keindahan vas dengan rangkaian bunganya. Sering perlakuan vas dengan bunganya berlebihan jika dilihat dari fungsinya yang sebagi pemanis saja.

Tong sampah dan vas bunga bisa dijadikan pelajaran dalam menyikapi hidup. Kita bisa memilih menjadi tong sampah dengan segala konsekuensinya atau memilih menjadi vas bunga juga dengan segala konsekuensinya. Menempatkan diri sebagai tong sampah bagi permasalahn orang lain lalu menutupnya rapat2. Kalaupun di buka semata2 melihat resiko bau lebih kecil dari pada manfaat yang lebih besar dengan sesijin pemilik masalah. Atau kita memilih menjadi sosok yang indah penghias kehidupan dengan penampilan dan keindahan kita.

Orang2 kecil terpinggirkan sampai orang2 besar yang berada di kekuasaan tidak akan pernah lepas dari permasalahan2 hidup. Mereka adalah orang2 yang sedang diuji karena ALLAH menyayangi mereka. Mereka adalah orang2 yang diperingatkan ALLAH karena ALLAH tidak ingin mereka jatuh di lubang yang sama. Boleh jadi mereka memang dihukum ALLAH agar segera bertobat memohon ampun pada NYA. Orang yang memilih menjadi tong sampah adalah orang2 yang berdekatan dengan mereka yang dikasihi, diperingatkan dan dihukum ALLAH karena mereka adalah kekasih ALLAH.

MENJADI TONG SAMPAH ADALAH MENJADI JALAN BAGI ORANG LAIN MENDEKAT DAN LEBIH DEKAT KE ALLAH..ADAKAH YANG LEBIH INDAH DARI PADA MENJADI TONG SAMPAH..?
 


Sayang tidak banyak yang mau memilih menjadi tong sampah karena akan di letakkan di sudut2 tersembunyi dari kehidupan. Tidak banyak yang memperhatikan bahkan hanya di sapa jika diperlukan. Orang lebih memilih menjadi vas bunga dan penghias kehidupan dengan berlomba2 mempercantik diri agar orang lain bisa memperhatikan mereka. Menjadi pemanis di situasi2 dan acara penting walaupun mereka sindiri sebenarnya tidaklah penting. Selalu berusaha di perhatikan dengan menempatkan diri dimana orang2 akan melihat siapa kita. Walaupun hanya sepintas.

MENJADI VAS BUNGA ADALAH MENJADI PENGHIAS KEHIDUPAN YANG SESAAT ORANG2 AKAN MEMPERHATIKAN LALU MEREKA AKAN KEMBALI DENGAN RUTINITAS KESEHARIAN KARENA PENGHIAS ITU TIDAKLAH PENTING BUAT MEREKA.


Menjadi tong sampah atau vas bunga adalah pilihan hidup. Pilihan hidup adalah hak setiap manusia. Hak itu diberikan ALLAH dengan masing2 akibat dan konsekuensinya. Mereka yang bijak akan memilih dengan belajar akibat dan konsekuensi apa yang dipilihnya. Ketika saya bertanya pada seorang tua pensiunan kepala sekolah SD Donganti di NGGURAH Kediri jawa timur. Dengan tersenyum sambil bercanda dengan anak anak kecil yang mengelilinginya yang menjadi anak asuhnya belia menjawab.

AKU INI TONG SAMPAH BUAT BUAT MEREKA..TETAPI LIHAT!..SAYA JUGA INDAH BUAT MEREKA

By : Demsycoupers Bours


BUKAN KAMU YANG SEHARUSNYA MALU


Hujan sudah mengguyur sejak pagi tadi. Pemuda itu duduk di sudut toilet yang sepi dari ramainya penumpang. Dimasukkan tangan kanan ke saku celananya. Segenggam uang receh pun berada di tangan. Di hitungnya satu persatu coin itu. Sembilan ribu enam ratus rupiah..masih jauh dari cukup. Diambilnya dua coin laratusan berwarna emas. lalu sisanya dia masukkan kembali ke dalam saku.
Dia pun berjalan ke sebuah warung kecil dan memesan teh hangat. Tangannya mengambil satu gorengan dan pemuda itupun menikmati makan siangnya.

ALHAMDULILLAH..siang ini kembali masih bisa makan gorengan untuk mengganjal perut.

Selesai makan kembali langkah pemuda itu bergerak ke toilet. Dia titipkan gitar tuanya ke penjaga toilet lalu menuju ke kran2 yang berjejer..'wudhu'. Tak berapa lama pemuda itu tampak keluar dari musholla sederhana di samping toilet. Diambilnya lagi gitar tuanya lalu langkahnya kembali menuju keramaian sebuah terminal ibu kota. Sebuah bus antar kota tampak melintas dan dengan cekatan pemuda itu pun masuk ke dalamnya.

Menjelang isyak tampak pemuda itu kembali duduk di sudut toilet tempat dimana siang tadi dia menghitung uangnya. Tangannya tampak memisahkan lembaran uang kertas dan coin2 dilantai. Lalu pelan2 dia pun mulai menghitung. Empat puluh tujuh ribu enamratus rupiah. Pemuda itupun tersenyum lalu berdiri, berjalan ke penjaga toilet tua dan menitipkan gitarnya. Diambilnya air wudhu lalu masuk kedalam musholla. Butir2 air wudhu masih tersisa di tubuhnya, pemuda itu keluar musholla dari shalat isya'nya. Tangannya merogoh saku dan mengeluarkan 2 lembar ribuan. Sambil mengambil gitar diselipkannya uang dua ribu rupiah itu ke saku penjaga toilet sambil berbisik di telinganya..'buat beli kopi ntar malem..Assalamualaikum!'. pemuda itupun pergi dan hilang di keramaian jalan ibu kota.

ALHAMDULILLAH ... malam ini bisa makan nasi bungkus dengan lauk tahu bacem.

Di sebuah warung tenda di pinggir jalan protokol tampak pemuda itu sedang menikmati makan malamnya. Sebungkus nasi dan teh hangat. Tampak begitu lahap walaupun hanya dengan sayur kangkung dan tahu bacem. Tak lama kemudian pemuda itu sudah tampak berjalan menuju apotik. Seperempat jam kemudian dia keluar dan tangannya membawa buntalan tas plastik kecil. 'obat buat emaknya' yang sedang terbaring sakit di rumah. Tangan itu lalu merogoh sakunya. Dihitung sisa uangnya hari itu. delapan ribu dua ratus rupiah. dimasukkannya yang delapan ribu untuk belanja adik perempuannya besok. Dua coin seratus rupiah di genggam sambil berjalan.
Di sebuah traficlight dekat dengan gang rumahnya, uang dua ratus rupiah itupun sudah berpindah tangan ke pengemis yang terkantuk2 di bawah lampu kota. Pemuda itupun hilang di gang kecil yang gelap.

Menjelang subuh, dengan sarung tua dan baju batik sederhana..tampak pemuda itu duduk di tahiyat akhirnya. Dua dangan itu menyatu dan bibirnya bergerak dengan suara pelan. "Yaa ALLAH..berikan kesehatan, kekuatan pada hamba agar tetap bisa mengamen..agar emak bisa tetap minum obat..biar adik hamba satu2nya tetap bisa sekolah..jaga hamba ini tetap di jalan MU.....dst"
Adzan subuh pun berkumandang.

Di sudut bumi ALLAH yang lain aku membuka salah satu pesan di inbox dari salah satu sahabat fb. Sahabat yang datang dan muncul begitu saja entah dari mana. Saya baca berulang2 pembicaraan saya dengannya. Lalu terpikir untuk membaginya dengan sahabat saya yang lain. Diawal saya cukup terkejut dengan pesan pertamanya yang seperti ini ;

Ass,, mas Dems,, knapa sy ga k ditandai dgn fotonya, jadi aku ga bisa menyukai note mas,, apa salah saya mas Dems,, klw aq mmang ada yg salah dihapus ajj dr list friendnya mas ajj ga apa2, aq jg pengin koleksi foto itu,, maksih mas,, makasih.. Wasslm,,

Dan yang paling mengejutkan adalah pesan berikutnya yang membuatku malu..malu dengan apa yang aku lakukan selama ini..duduk diatas berselemut kesombongan kebaikan..menebar kata bijak menyimpan perbuatan..Menceritakan indahnya kemiskinan menyimpan ketamakan..dan masih begitu banyak yang membuatku semakin malu dan malu dengan sahabat ku ini. Pesan itu tidaklah panjang..hanya beberapa kalimat sederhana apa adanya.  

Iya mas,, kapan2 ditag ttng "pengamen jalanan" yg slama ini aku jalani,, kerana susah sekali saya cari kerja,, kmarin saya hubungi mbak ........ Tp blm sempat bikin notenya mas,, bukannya aku pemalas,, tp nyatanya sperti ini, aku ttp berusaha yg terbaik dan terhormat walaupun itu jdi kuli pasar/bangunan, sebenarnya hallal tp remeh mas,, tlong ya mas,, terimaksih wassalam...... 

TERIMAKSIH SAHABAT..SEMOGA DIMUDAHKAN...SEMOGA DIMULIAKAN

DEDICATE TO : Sahabat FB ku yang indah
By : Demsycoupers Bours

~ Dua Kolam Air ~


Kolam itu tampak begitu jernih airnya.
Berasal dari berbagai aliran air yang bertemu.
Ada aliran yang dari bukit, sawah dan sungai.
Air hujan pun tidak ketinggalan ikut bergabung.

Seorang laki-laki  tua berjalan mendekati.
Mengambil air dengan ember plastiknya.
Di gunakan untuk mandi dan mencuci bajunya.
Tubuh renta itu tampak begitu segar.



Diperjalanan pulangnya laki-laki  itu berhenti
Disebuah kolam yang tampak seperti sumur.
Tidak ada aliran air yang masuk kedalamnya.
Hanya sumber air dari bebatuan di dalamnya.

Laki-laki mengambil air dari sumber mata air itu.
Tubuh tua itu pun terseok membawa air itu pulang.
Di masukkannya air itu kedalam kendi lalu diminumnya.
Wajah laki-laki tua itupun tampak segar kembali.

Ketika saya bertanya, Apa beda kedua kolam itu.
Laki-laki  tua itu tersenyum, Sambil berkata pelan.
Kolam pertama, Itu adalah AKAL mu.
Dan kolam ke dua, Itu adalah HATI mu.

Air yang masuk kekolam itu adalah ILMU mu.
Air yang keluar dari batu itu adalah IMAN mu.
ILMU mu untuk MEMPERMUDAH langkah mu.
IMAN mu untuk MELURUSKAN jalan mu.

TETAPI JIKA KAMU HARUS MINUM
PILIH AIR YANG KELUAR DARI BATU
KARENA AIR ITU TIDAK HANYA JERNIH
TETAPI JUGA LEBIH BERSIH DAN JUJUR



By : Demsycoupers Bours

::: Munafik :::



Ciri Ciri Munafik Sejati

1.Dusta

Hadith Rasulullah yang diriwayatkan Imam Ahmad Musnad dengan sanad Jayid: Yaitu SESEORANG YANG BERDUSTA AGAR ORANG ORANG TERTAWA."
Di dalam kitab Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim), Rasulullah SAW bersabda: "Tanda orang munafik ada 3, salah satunya adalah jika berbicara dia dusta."

2. Khianat

sabda Rasulullah SAW: "Dan apabila berjanji, dia berkhianat."
Barangsiapa memberikan janji kepada seseorang, atau kepada isterinya, anaknya, sahabatnya, atau kepada seseorang dengan mudah kemudian dia mengkhianati janji tersebut tanpa ada sebab uzur syar'i maka telah hinggap pada dirinya salah satu tanda kemunafikan.

3. Fujur dalam pertikaian

sabda Rasulullah SAW:
"Dan apabila bertengkar (bertikai), dia melampau"

4. Ingkar Janji

sabda Rasulullah SAW:
"Tanda orang munafik ada 3: jika berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia berkhianat." (HR. Bukhari Muslim)


5. Malas Beribadah

Firman Allah SWT:
"...Dan apabila mereka berdiri untuk solat, mereka BERDIRI DENGAN MALAS..."
(An-Nisa': 142)
Jika orang munafik pergi ke masjid/surau, dia menyeret kakinya seakan-akan terbelenggu rantai. Oleh kerana itu, ketika sampai di dalam masjid/surau dia memilih duduk di shaf yang paling akhir. Dia tidak mengetahui apa yang dibaca imam dalam solat, apalagi untuk menyemak dan menghayatinya.

6. Riya'

Di hadapan manusia dia solat dengan khusyuk tetapi ketika seorang diri, dia mempercepatkan solatnya. apabila bersama orang lain dalam suatu majlis, dia tampak zuhud dan berakhlak baik, demikian juga pembicaraannya. Namun, jika dia seorang diri, dia akan MELANGGAR HAL-HAL YANG DIHARAMKAN Allah SWT.

7. Sedikit Berzikir

Firman Allah SWT:
"...Dan apabila mereka berdiri untuk bersolat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan solat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah SWT kecuali sedikit sekali.
(An-Nisa': 142)

8. Mempercepat Solat

Mereka (orang2 munafik) adalah orang yang mempercepatkan solat tanpa ada rasa khusyuk sedikit pun. Tidak ada ketenangan dalam mengerjakannya, dan hanya sedikit mengingat Allah SWT di dalamnya. Fikiran dan hatinya tidak menyatu. Dia tidak menghadirkan keagungan, kehebatan, dan kebesaran Allah SWT dalam solatnya.
Hadith Nabi SAW:
"Itulah solat orang munafik...lalu mempercepat empat rakaat (solatnya)"

9. Mencela orang-orang yang Taat dan Soleh

Mereka memperlekehkan orang-orang yang Taat dengan ungkapan yang mengandung cemuhan dan celaan. Oleh kerananya, dalam setiap majlis pertemuan sering kali kita temui orang munafik yang hanya MEMBINCANGKAN SEPAK TERAJANG ORANG2 SOLEH dan orang2 yang konsisten terhadap Al-Quran dan As-Sunnah. Baginya seakan-akan tidak ada yang lebih penting dan menarik selain memperolok-olok orang2 yang Taat kepada Allah SWT

10. Memperolok-olok Al-Quran, As-Sunnah, dan Rasulullah SAW

Termasuk dalam kategori Istihzaa' (berolok-olok) adalah memperolok-olok hal2 yang disunnah Rasulullah SAW dan amalan-amalan lainnya. Orang yang suka memperolok-olok dengan sengaja hal-hal seperti itu, JATUH KAFIR.
Firman Allah SWT:
"...Katakanlah: 'Apakah dengan Allah SWT, Ayat-Ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf, kerana kamu kafir sesudah beriman..."
(At-Taubah: 65-66)

11. Bersumpah Palsu

Firman Allah SWT:
"Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai..."
(Al-Munafiqun: 2, Al-Mujadilah: 16)
Jika seseorang menanyakan kepada orang munafik tentang sesuatu, dia langsung bersumpah. Apa yang diucapkan orang munafik semata-mata untuk menutupi kedustaannya. Dia selalu mengumpat dan memfitnah orang lain. Maka jika seseorang itu menegurnya, dia segera mengelak dengan sumpahnya: "Demi Allah, sebenarnya kamu adalah orang yang paling aku sukai. Demi Allah, sesungguhnya kamu adalah sahabatku.

12. Enggan Berinfak

Orang2 munafik memang selalu menghindari hal2 yang menuntut pengorbanan, baik berupa harta maupun jiwa. Apabila menjumpai mereka berinfak, bersedekah, dan mendermakan hartanya, mereka lakukan kerana riya' dan sum'ah. Mereka enggan bersedekah, kerana pada hakikatnya, mereka tidak menghendaki pengorbanan harta, apalagi jiwa.

13. Tidak menghiraukan nasib Kaum Muslimin

Mereka selalu menciptakan kelemahan2 dalam barisan muslimin. Inilah yang disebut At Takhdzil. iaitu, sikap meremehkan, menakut-nakuti, dan membiarkan kaum muslimin. Orang munafik berpendapat bahawa orang2 kafir lebih kuat daripada kaum muslimin.

14. Suka menyebarkan Khabar Dusta

Orang munafik senang memperbesar peristiwa/kejadian. Jika ada orang yang tergelincir lisannya secara tidak sengaja, maka datanglah si munafik dan memperbesarkannya dalam majlis2 pertemuan. "Apa kalian tidak mendengar apa yang telah dikatakan si fulan itu?" Lalu, dia pun menirukan kesalahan tersebut. Padahal, dia sendiri mengetahui bahawa orang itu mempunyai banyak kebaikan dan keutamaan, akan tetapi si munafik itu tidak akan mahu mengungkapkannya kepada masyarakat.

15. Mengingkari Takdir

Orang munafik selalu membantah dan tidak redha dengan takdir Allah SWT. Oleh kerananya, apabila ditimpa musibah, dia mengatakan: "Bagaimana ini. Seandainya saya berbuat begini, niscaya akan menjadi begini." Dia pun selalu mengeluh kepada sesama manusia. Sungguh, dia telah MENGKUFURI DAN MENGINGKARI QADHA DAN TAKDIR.

16. Mencaci maki kehormatan orang-orang Soleh

Apabila orang munafik membelakangi orang2 soleh, dia akan mencaci maki, menjelek-jelekkan, mengumpat, dan menjatuhkan kehormatan mereka di majlis-majlis pertemuan.
Firman Allah SWT:
“…mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan…”
(Al-Ahzab: 19)

17. Sering meninggalkan Solat Berjamaah

Apabila seseorang itu segar, kuat, mempunyai waktu luang, dan tidak memiliki uzur say’i, namun tidak mahu mendatangi masjid/surau ketika mendengar panggilan azan, maka saksikanlah dia sebagai orang munafik.

18. Membuat kerosakan di Muka Bumi dengan Dalih Mengadakan Perbaikan

Firman Allah SWT:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerosakan di muka bumi, mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan kebaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerosakan, tetapi mereka tidak sedar.”
(Al-Baqarah: 11-12)

19. Tidak ada kesesuaian antara Zahir dengan Batin

Secara Zahir mereka membenarkan bahawa Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Allah, tetapi di dalam hati mereka, Allah telah mendustakan kesaksian mereka. Sesungguhnya, kesaksian yang tampak benar secara Zahir itulah yang menyebabkan MEREKA MASUK KE DALAM NERAKA. Penampilan zahirnya bagus dan mempersona, tetapi di dalam batinnya terselubung niat busuk dan menghancurkan. Di luar dia menampakkan kekhusyukan, sedangkan di dalam hatinya main-main.

20. Takut terhadap Kejadian Apa Pun

Orang2 munafik selalu diliputi rasa takut. Jiwanya selalu bergoncang, keinginannya hanya selalu mendambakan kehidupan yang tenang dan damai tanpa disibukkan oleh persoalan2 hidup apa pun. Dia selalu berharap: “Tinggalkan dan biarkanlah kami dengan keadaan kami ini, semoga Allah memberikan nikmat ini kepada kami. Kami tidak ingin keadaan kami berubah.” Padahal, keadaannya tidaklah lebih baik.

21. Beruzur dengan Dalih Dusta

Firman Allah SWT:
“Di antara mereka ada orang yang berkata: ‘Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.’ Ketahuilah bahawa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya NERAKA JAHANNAM itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.”
(At-Taubah: 49)

22. Menyuruh Kemungkaran dan Mencegah Kemakrufan

Mereka (orang munafik) menginginkan agar perbuatan keji tersiar di kalangan orang2 beriman. Mereka menggembar-gemburkan tentang kemerdekaan wanita, persamaan hak, penanggalan hijab/jilbab. Mereka juga berusaha memasyarakatkan nyanyian dan konsert, menyebarkan majalah2 porno (SEMIPORNO) dan narkotik.

23. Bakhil

Orang2 munafik sangat bakhil dalam masalah2 kebajikan. Mereka menggenggam tangan mereka dan tidak mahu bersedekah atau menginfakkan sebahagian harta mereka untuk kebaikan, padahal mereka orang yang mampu dan berkecukupan.

24. Lupa kepada Allah SWT

Segala sesuatu selalu mereka ingat, kecuali Allah SWT. Oleh sebab itu, mereka sentiasa ingat kepada keluarganya, anak-anaknya, nyanyian2, berbagai keinginan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan duniawi. Dalam fikiran dan batin mereka tidak pernah terlintas untuk MENGINGAT (ZIKIR) ALLAH SWT, KECUALI SEBAGAI TIPUAN SEMATA-MATA.

25. Mendustakan janji Allah SWT dan Rasul-Nya

Firman Allah SWT:
“Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami selain tipu daya.”
(Al-Ahzab: 12)

26. Lebih memperhatikan Zahir, mengabaikan Batin

Orang munafik lebih mementingkan zahir dengan mengabaikan yang batin, tidak menegakkan solat, tidak merasa diawasi Allah SWT, dan tidak mengenal zikir… Pada zahirnya, pakaian mereka demikian bagus menarik, tetapi batin mereka kosong, rosak dan lain2.

27. Sombong dalam Berbicara

Orang2 munafik selalu sombong dan angkuh dalam berbicara. Mereka banyak cakap dan suka memfasih-fasihkan ucapan. Setiap kali berbicara, mereka akan selalu mengawalinya dengan bila UNGKAPAN MENAKJUBKAN YANG MEYAKINKAN AGAR TAMPAK SEPERTI ORANG HEBAT, MULIA, BERWAWASAN LUAS, MENGERTI, BERAKAL, DAN BERPENDIDIKAN. Padahal, pada hakikatnya dia tidak memiliki kemampuan apa pun. Sama sekali tidak memiliki ilmu bahkan lagi terserlah kemunafikannnya.

28. Tidak memahami Ad Din

Di antara “KEISTIMEWAAN” orang2 munafik adalah: mereka sama sekali tidak memahami masalah-masalah agama. Dia tahu bagaimana mengenderai kereta dan mengerti perihal mesinnya. Dia juga mengetahui hal2 remeh-temeh dan pengetahuan-pengetahuan yang tidak pernah memberi manfaat kepadanya meski juga tidak mendatangkan mudharat baginya. Akan tetapi, apabila menghadapi untuk berdialog (bertanya tentang persoalan2 Ad Din (Islam)), dia sama sekali tidak boleh menjawab.

29. Bersembunyi dari manusia dan menentang Allah dengan Dosa

Orang munafik menganggap ringan perkara2 terhadap Allah SWT, menentang-Nya dengan melakukan berbagai kemungkaran dan kemaksiatan secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi, ketika dia berada di tengah-tengah manusia dia menunjukkan sebaliknya: berpura-pura taat
Firman Allah SWT:
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahsia yang Allah tidak redhai…”
(An-Nisa’: 108)

30. Senang dengan Musibah yang menimpa orang-orang Beriman dan Dengki
terhadap Kebahagian mereka

Orang munafik apabila mendengar berita bahwa seorang ulama yang soleh tertimpa suatu musibah, dia pun menyebarluaskan berita duka itu kepada masyarakat sambil menampakkan kesedihannya dan berkata: “Hanya Allahlah tempat memohon pertolongan. Kami telah mendengar bahawa si fulan telah tertimpa musibah begini dan begitu… semoga Allah memberi kesabaran kepada kami dan beliau.” Padahal, di dalam hatinya dia merasa senang dan bangga akan musibah itu.


Semoga bermanfaat......

By : Bapak Sugianto Parjan 

Kamis, 27 Januari 2011

Sayang Ayah

Ada seorang ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaannya dikantor, terkadang membuatnya jarang berkumpul & bermain bersama istri & sang buah hatinya. Suatu hari dia berkata pada anaknya, 'Nak, nanti hari sabtu, kita jalan-jalan ke taman yuk..!' Janji itu dipegang erat2 oleh anak perempuannya, setiap hari dia menghitung hari, dia berharap agar akhir pekan segera tiba, waktu seolah berjalan lambat. Setiap hari sang anak bertanya pada ibunya, 'Ma, hari ini hari apa? Kok akhir pekannya nggak nyampe2 ya ma?'

Tibalah hari diakhir pekan, anaknya bangun pagi, sikat gigi, mandi & sarapan, dia sudah terlihat manis pagi itu. dia menunggu didepan pintu kamar ayahnya. Ketika ayahnya keluar dari kamar, anak itu segera berlari menyambut ayahnya dan berkata, 'ayah, hari ini jadikan kita ke taman?' Sang Ayah menganggukkan kepala. dia berlari riang gembira, melompat-lompat sambil berteriak, 'Yess!' Tidak lama kemudian HP sang ayah berbunyi dan dia mendengar ayahnya berkata, 'Maaf Pak, saya tidak bisa ke kantor hari ini karena saya sudah berjanji mengajak anak saya jalan-jalan.'

Anaknya tahu bahwa ayahnya lebih mengutamakan janjinya untuk jalan2 ke taman dengan dirinya daripada harus ke kantor. Kegembiraan begitu sangat meluap, ciuman kecil mendarat dipipi ayahnya sambil membisikkkan kata, 'Aku sayang ayah.' Sang ayahpun tersenyum mendengarkan ucapan anaknya. Kebahagiaan terasa hangat menghiasi keluarganya. Ayah, ibu dan anaknya berlibur bersama membuat hidup menjadi begitu terasa indah.

Sungguh indahnya hidup ini bila kita meluangkan waktu untuk anak-anak kita, berkumpul dan bermain. Sebagai ayah, saya bisa merasakan kebahagiaan ketika sang buah hati mengatakan dengan wajah yang berbinar penuh kegembiraan, 'Aku sayang ayah.' Hati terasa sejuk & indah.

Istiqomah itu apa sih?

Sering kan kita mendengar kata "istiqomah"?. Misalnya kita baru saja memakai kerudung, trus teman kita bilang "keep istiqomah ya ukhti...". Atau pas kita habis melakukan sesuatu, teman kita bilang "yah, asal istiqomah aja sih" dengan maksud ia menginginkan kita untuk bisa mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan di kemudian hari. Atau... untuk memberikan semangat kepada sahabat, seringkali mereka bilang "tetap istiqomah ya sobat... semangat!!".

Nah terus Istiqomah dalam kacamata Islam itu seperti apa sih? Here are the definitions......

Kata "Istiqomah" secara bahasa berarti :

Tegak dan Lurus

Sedangkan secara Istilah, para salafus shalih memberikan beberapa definisi, diantaranya :
  1. Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu 'anhu : "Hendaknya kamu tidak menyekutukan Allah dengan apapun juga".
  2. Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu : "Hendaknya kita bertahan dalam satu perintah atau larangan, tidak berpaling seperti berpalingnya seekor musang".
  3. Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu : "Istiqomah artinya ikhlas".
  4. Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu : "Istiqomah adalah melaksanakan kewajian".
  5. Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu : "Istiqomah mengandung 3 macam arti : Istiqomah dengan lisan (yaitu bertahan terus mengucapkan kalimat syahadat), istiqomah dengan hati (artinya terus melakukan niat yang jujur) dan istiqomah dengan jiwa (senantiasa melaksanakan ibadah dan ketaatan secara terus-menerus).
  6. Ar Raaghib : "Tetap berada di atas jalan yang lurus" [istiqomah, Dr. Ahmad bin Yusuf Ad Duraiwisy, Darul Haq].
  7. Imam An Nawawi : "Tetap alam ketaatan" (Kitab Riyadhus Shalihin). Sehingga Istiqomah mengandung pengertian : "tetap dalam ketaatan dan di atas jalan yang lurus dalam beribadah kepada Allah 'Azza wa Jalla".
  8. Mujahid : “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah Taala”.
  9. Ibnu Taimiah : “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menoleh kiri kanan”.Dengan kata lain istiqomah mengandung suatu arti mendalam dalam beribadah kepada-Nya, mencintai sepenuh hati dalam mencari Ridha-Nya.
Seseorang yang istiqomah memiliki pendirian yang stabil dalam menuju Ridha Allah. Dia tidak tergoyahkan oleh usia, lingkungan atau ujian dan cercaan. Dia bagaikan karang yang melawan tempaan ombak. (oasetarbiyah)

 By: Kang Maman S


::: 22 Tanda Iman Anda Sedang Lemah :::


Ada beberapa tanda-tanda yang menunjukkan iman sedang lemah. Setidaknya ada 22 tanda yang dijabarkan dalam artikel ini. Tanda-tanda tersebut adalah:

1. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Hati-hatilah! Sebab, perbuatan dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda. Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara terang-terangan.
Ketahuilah, Rasululllah saw. pernah berkata, “Setiap umatku mendapatkan perindungan afiat kecuali orang-orang yang terang-terangan. Dan, sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan jika seseirang melakukan suatu perbuatan pada malam hari, kemudian dia berada pada pagi hari padahal Allah telah menutupinya, namun dia berkata, ‘Hai fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begini,’ padahal sebelum itu Rabb-nya telah menutupi, namun kemudian dia menyibak sendiri apa yang telah ditutupi Allah dari dirinya.” (Bukhari, 10/486)

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor 86)

2. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampai menyaksikan orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan menguruknya dengan tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Al-Baqarah:74)

3. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam shalat. Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur’an. Melamun dalam doa. Semua dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja. Tidak berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah saw. berkata, “Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (Tirmidzi, hadits nomor 3479)

4. Ketika Anda terasas malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan, meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan shalat ketika injury time, waktu shalat sudah mau habis. Menunda-nunda pergi haji padahal kesehatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi shalat Jum’at dan lebih suka barisan shalat yang paling belakang. Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Masih ada saja segolongan orang yang menunda-nunda mengikuti shaff pertama, sehingga Allah pun menunda keberadaan mereka di dalam neraka.” (Abu Daud, hadits nomor 679)

Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orang munafik. “Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.”

Jadi, hati-hatilah jika Anda merasa malas melakukan ibadah-ibadah rawatib, tidak antusias melakukan shalat malam, tidak bersegera ke masjid ketika mendengar panggilan azan, enggan mengerjakan shalat dhuha dan shalat nafilah lainnya, atau mengentar-entarkan utang puasa Ramadhan.

5. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah, merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Suka memperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah saw. berkata, “Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” (As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)

6. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-ayat ancaman. Tidak sigap kala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membaca Al-Qur’an. Jangan sampai Anda membuka mushhaf, tapi di saat yang sama melalaikan isinya.

Ketahuilah, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al-Anfal:2)

7. Ketika Anda melalaikan Allah dalam hal berdzikir dan berdoa kepada-Nya. Sehingga Anda merasa berdzikir adalah pekerjaan yang paling berat. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, secepat itu pula Anda menangkupkan tangan dan menyudahinya. Hati-hatilah! Jika hal ini telah menjadi karakter Anda. Sebab, Allah telah mensifati orang-orang munafik dengan firman-Nya, “Dan, mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.” (An-Nisa:142)

8. Ketika Anda tidak merasa marah ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Ghirah Anda padam. Anggota tubuh Anda tidak tergerak untuk melakukan nahyi munkar. Bahkan, raut muka Anda pun tidak berubah sama sekali.

Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila dosa dikerjakan di bumi, maka orang yang menyaksikannya dan dia membencinya –dan kadang beliau mengucapkan: mengingkarinya–, maka dia seperti orang yang tidak menyaksikannya. Dan, siapa yang tidak menyaksikannya dan dia ridha terhadap dosa itu dan dia pun ridha kepadanya, maka dia seperti orang yang menyaksikannya.” (Abu Daud, hadits nomor 4345).

Ingatlah, pesan Rasulullah saw. ini, “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.” (Bukhari, hadits nomor 903 dan Muslim, hadits nomor 70)

9. Ketika Anda gila hormat dan suka publikasi. Gila kedudukan, ngebet tampil sebagai pemimpin tanpa dibarengi kemampuan dan tanggung jawab. Suka menyuruh orang lain berdiri ketika dia datang, hanya untuk mengenyangkan jiwa yang sakit karena begitu gandrung diagung-agungkan orang. Narsis banget!

Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman:18)

Nabi saw. pernah mendengar ada seseorang yang berlebihan dalam memuji orang lain. Beliau pun lalu bersabda kepada si pemuji, “Sungguh engkau telah membinasakan dia atau memenggal punggungnya.” (Bukhari, hadits nomor 2469, dan Muslim hadits nomor 5321)

Hati-hatilah. Ingat pesan Rasulullah ini, “Sesungguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemimpinan, dan hal itu akan menjadikan penyesalan pada hari kiamat. Maka alangkah baiknya yang pertama dan alangkah buruknya yang terakhir.” (Bukhari, nomor 6729)

“Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu. Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab hati kiamat, kecuali orang yang adil.” (Shahihul Jami, 1420).

Untuk orang yang tidak tahu malu seperti ini, perlu diingatkan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi, “Iman mempunyai tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu dari jalanan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Bukhari, hadits nomor 8, dan Muslim, hadits nomor 50)

“Maukah kalian kuberitahu siapa penghuni neraka?” tanya Rasulullah saw. Para sahabat menjawab, “Ya.” Rasulullah saw. bersabda, “Yaitu setiap orang yang kasar, angkuh, dan sombong.” (Bukhari, hadits 4537, dan Muslim, hadits nomor 5092)

10. Ketika Anda bakhil dan kikir. Ingatlah perkataan Rasulullah saw. ini, “Sifat kikir dan iman tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (Shahihul Jami’, 2678)

11. Ketika Anda mengatakan sesuatu yang tidak Anda perbuat. Ingat, Allah swt. benci dengan perbuatan seperti itu. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu perbuat.” (Ash-Shaff:2-3)

Apakah Anda lupa dengan definisi iman? Iman itu adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, harus konsisten.

12. Ketika Anda merasa gembira dan senang jika ada saudara sesama muslim mengalami kesusahan. Anda merasa sedih jika ada orang yang lebih unggul dari Anda dalam beberapa hal.

Ingatlah! Kata Rasulullah saw, “Tidak ada iri yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harga, ia menghabiskannya dalam kebaikan; dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain.” (Bukhari, hadits nomor 71 dan Muslim, hadits nomor 1352)

Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., “Orang Islam yang manakah yang paling baik?” Rasulullah saw. menjawab, “Orang yang muslimin lain selamat dari lisan dan tangannya.” (Bukhari, hadits nomor 9 dan Muslim, hadits nomor 57)

13. Ketika Anda menilai sesuatu dari dosa apa tidak, dan tidak mau melihat dari sisi makruh apa tidak. Akibatnya, Anda akan enteng melakukan hal-hal yang syubhat dan dimakruhkan agama. Hati-hatilah! Sebab, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa yang berada dalam syubhat, berarti dia berada dalam yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanaman yang dilindungi yang dapat begitu mudah untuk merumput di dalamnya.” (Muslim, hadits nomor 1599)

Iman Anda pasti dalam keadaan lemah, jika Anda mengatakan, “Gak apa. Ini kan cuma dosa kecil. Gak seperti dia yang melakukan dosa besar. Istighfar tiga kali juga hapus tuh dosa!” Jika sudah seperti ini, suatu ketika Anda pasti tidak akan ragu untuk benar-benar melakukan kemungkaran yang besar. Sebab, rem imannya sudah tidak pakem lagi.

14. Ketika Anda mencela hal yang makruf dan punya perhatian dengan kebaikan-kebaikan kecil. Ini pesan Rasulullah saw., “Jangan sekali-kali kamu mencela yang makruf sedikitpun, meski engkau menuangkan air di embermu ke dalam bejana seseorang yang hendak menimba air, dan meski engkau berbicara dengan saudarmu sedangkan wajahmu tampak berseri-seri kepadanya.” (Silsilah Shahihah, nomor 1352)

Ingatlah, surga bisa Anda dapat dengan amal yang kelihatan sepele! Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyingkirkan gangguan dari jalan orang-orang muslim, maka ditetapkan satu kebaikan baginya, dan barangsiapa yang diterima satu kebaikan baginya, maka ia akan masuk surga.” (Bukhari, hadits nomor 593)

15. Ketika Anda tidak mau memperhatikan urusan kaum muslimin dan tidak mau melibatkan diri dalam urusan-urusan mereka. Bahkan, untuk berdoa bagi keselamatan mereka pun tidak mau. Padahal seharusnya seorang mukmin seperti hadits Rasulullah ini, “Sesungguhnya orang mukmin dari sebagian orang-orang yang memiliki iman adalah laksana kedudukan kepala dari bagian badan. Orang mukmin itu akan menderita karena keadaan orang-orang yang mempunyai iman sebagaimana jasad yang ikut menderita karena keadaan di kepala.” (Silsilah Shahihah, nomor 1137)

16. Ketika Anda memutuskan tali persaudaraan dengan saudara Anda. “Tidak selayaknya dua orang yang saling kasih mengasihi karean Allah Azza wa Jalla atau karena Islam, lalu keduanya dipisahkan oleh permulaan dosa yang dilakukan salah seorang di antara keduanya,” begitu sabda Rasulullah saw. (Bukhari, hadits nomor 401)

17. Ketika Anda tidak tergugah rasa tanggung jawabnya untuk beramal demi kepentingan Islam. Tidak mau menyebarkan dan menolong agama Allah ini. Merasa cukup bahwa urusan dakwah itu adalah kewajiban para ulama. Padahal, Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong (agama) Allah.” (Ash-Shaff:14)

18. Ketika Anda merasa resah dan takut tertimpa musibah; atau mendapat problem yang berat. Lalu Anda tidak bisa bersikap sabar dan berhati tegar. Anda kalut. Tubuh Anda gemetar. Wajah pucat. Ada rasa ingin lari dari kenyataan. Ketahuilah, iman Anda sedang diuji Allah. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji.” (Al-Ankabut:2)

Seharusnya seorang mukmin itu pribadi yang ajaib. Jiwanya stabil. “Alangkah menakjubkannya kondisi orang yang beriman. Karena seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal itu hanya terjadi bagi orang yang beriman, yaitu jika ia mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya; dan jika ia tertimpa kesulitan dia pun bersabar, maka hal itu menjadi kebaikan baginya.” (Muslim)

19. Ketika Anda senang berbantah-bantahan dan berdebat. Padahal, perbuatan itu bisa membuat hati Anda keras dan kaku. “Tidaklah segolongan orang menjadi tersesat sesudah ada petunjuk yang mereka berada pada petunjuk itu, kecuali jika mereka suka berbantah-bantahan.” (Shahihul Jami’, nomor 5633)

20. Ketika Anda bergantung pada keduniaan, menyibukkan diri dengan urusan dunia, dan merasa tenang dengan dunia. Orientasi Anda tidak lagi kepada kampung akhirat, tapi pada tahta, harta, dan wanita. Ingatlah, “Dunia itu penjara bagi orang yang beriman, dan dunia adalah surga bagi orang kafir.” (Muslim)

21. Ketika Anda senang mengucapkan dan menggunakan bahasa yang digunakan orang-orang yang tidak mencirikan keimanan ada dalam hatinya. Sehingga, tidak ada kutipan nash atau ucapan bermakna semisal itu dalam ucapan Anda.

Bukankah Allah swt. telah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia’.” (Al-Israa’:53)

Seperti inilah seharusnya sikap seorang yang beriman. “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (Al-Qashash:55)

Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (Bukhari dan Muslim)

22. Ketika Anda berlebih-lebihan dalam masalah makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan berkendaraan. Gandrung pada kemewahan yang tidak perlu. Sementara, begitu banyak orang di sekeliling Anda sangat membutuhkan sedikit harta untuk menyambung hidup.

Ingat, Allah swt. telah mengingatkan hal ini, ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf:31). Bahkan, Allah swt. menyebut orang-orang yang berlebihan sebagai saudaranya setan. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Al-Isra’:26)

Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang hidup mewah.” (Al-Silsilah Al-Shahihah, nomor 353).


Sumber : dakwatuna.com

By : Kang Maman S


== Wara' ==


Warâ’ secara bahasa berasal dari wari’a – yari’u–wara’[an]; artinya al-kaff (mencukupkan diri dari sesuatu) dan al-‘iffah (menahan diri dari sesuatu yang tidak seharusnya); bisa juga artinya taharruj (menahan diri dari—atau menjauhi—sesuatu).

Menurut Ibn al-Atsir di dalam An-Nihâyah, wara’ pada asalnya adalah mencukupkan diri dari apa-apa yang haram dan menjauhinya, lalu juga digunakan untuk menyebut: mencukupkan diri dari apa saja yang mubah dan halal.
Rasul saw. pernah bersabda:

فَضْلُ الْعِلْمِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ، وَخَيْرُ دِيْنُكُمْ اَلْوَرَعُ


Keutamaan ilmu lebih aku cintai daripada keutamaan ibadah dan sebaik-baik agama kalian adalah wara’ (HR al-Hakim, ath-Thabarani dan al-Bazzar).


Nabi saw. juga pernah berpesan kepada Abu Hurairah ra. (juga kepada kita):


كُنْ وَرَعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ


Jadilah orang yang wara’, niscaya kamu menjadi manusia yang paling tunduk dan patuh (HR Ibn Majah, at-Tirmidzi, al-Baihaqi dan ath-Thabarani).


Lalu wara’ yang disyariatkan itu seperti apa? Sejumlah ulama mendefinisikan wara’ sebagai berikut:


• Wara’ adalah meningalkan semua syubhat, meninggalkan semua yang tidak bermanfaat bagi Anda dan meninggalkan apa saja yang lebih (dari mencukupi) (Ibrahim bin Adham).


• Wara’ adalah menjauhi syubhat karena khawatir terjatuh di dalam yang haram (Sayid al-Jurjani di dalam At-Ta’rîfât).


• Wara’ adalah meninggalkan apa saja yang ditakutkan bahayanya di akhirat (Imam Ibn al-Qayim di dalam Madârij as-Sâlikîn).


• Wara’ adalah wara’ dari apa-apa yang ditakutkan akibatnya (di akhirat), yaitu apa-apa yang telah jelas keharamannya dan dari apa saja yang masih diragukan keharamannya dan jika ditinggalkan tidak menimbulkan mafsadat yang lebih besar daripada bila dilakukan (Imam Ibn Taimiyah).


• Wara’ dalam istilah syar’i adalah meninggalkan apa-apa yang meragukanmu, menghilangkan apa saja yang bisa mendatangkan aib bagimu, mengambil yang lebih dipercaya (diyakini) dan membawa diri pada yang paling hati-hati (Syaikh Shalih bin Munjid).


Meninggalkan apa-apa yang haram merupakan keharusan setiap Muslim. Setiap Muslim juga harus sekuat mungkin meninggalkan apa saja yang makruh. Ini merupakan sikap dasar setiap Muslim.


Sikap wara’ merupakan sikap utama yang mengantarkan seorang Muslim meraih derajat yang mulia. Rasul saw. memberikan petunjuk tentang bagaimana seorang Muslim bersikap wara’:


مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ


Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Malik, Ahmad, Ibn Hibban dan al-Baihaqi)


Imam Ibn al-Qayim menjelaskan bahwa hadis ini bersifat umum mencakup meninggalkan semua yang tidak bermanfaat baik berbicara, melihat, mendengar, memegang, berjalan, berpikir dan seluruh gerakan lahir maupun batin. Hadis ini telah cukup dan menyeluruh menjelaskan tentang wara’.


Ini adalah sikap wara’ paling tinggi yang oleh Imam al-Ghazali disebut wara’ ash-shiddiqîn, yaitu meninggalkan hal mubah yang tidak bermanfaat dalam menguatkan ibadah atau ketaatan. 


Muslim yang memiliki wara’ pada tingkatan ini akan selalu bertanya pada dirinya sendiri, “Adakah manfaat bagiku untuk menguatkan ibadah, melakukan ketaatan dan meningkatkan taqarrub kepada Allah jika aku mengkonsumsi, menggunakan atau melakukan hal mubah ini?” Jika tidak ada, hal mubah itu pun ia tinggalkan. Ini seperti Rasul saw. yang tidak mau tidur menggunakan alas yang empuk dan lebih memilih tidur beralaskan tikar tipis agar mudah bangun untuk shalat malam; seperti sikap Umar bin al-Khaththab ra. yang tidak mau makan roti karena Rasul saw. dan Abu Bakar dulu tidak memakannya; juga seperti sikap orang yang sedikit makan, menghindari makanan berlemak, kue, dsb, agar tidak kegemukan sehingga bisa shalat tahajud dan melakukan ketaatan dengan baik.

Wara’ pada tingkatan di bawahnya adalah wara’-nya muttaqîn, Rasul saw. bersabda:


لاَ يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنَ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لاَ بَأْسَ بِهِ حَذَرًا لِمَا بِهِ الْبَأْسُ


Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqîn hingga ia meninggalkan apa-apa yang tidak bermasalah karena takut terhadap apa-apa yang bermasalah (HR Tirmidzi, Ibn Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabarani).


Maknanya yaitu meninggalkan hal-hal yang jelas halal/tidak ada kesamaran atau keraguan, namun khawatir nanti bisa terjerumus pada yang haram. Di sinilah sebagian Sahabat ra. berkata, “Kami meninggalkan 70 hal yang halal untuk menjaga diri agar tidak terjatuh pada satu saja hal yang haram.”


Sikap ini seperti Rasul saw saat menemukan sebutir kurma di jalan, saat beliau hendak mamakannya lalu beliau urungkan karena khawatir itu adalah kurma sedekah; seperti sikap seorang guru, pemimpin kelompok atau atasan yang menolak hadiah meskipun kecil yang berasal dari murid, orangtua murid, pengikut atau bawahan karena khawatir dengan itu ia tidak lagi bersikap obyektif atau tidak bisa bersikap tegas atau yang selayaknya karena merasa hutang budi; seperti sikap enggan memakai pakaian mahal karena khawatir akan berbangga diri; atau seperti sikap enggan berutang kepada orang yang hartanya harta haram atau dari aktivitas yang haram; dan sebagainya.


Wara’ yang terendah wara’-nya orang shalih, Rasul saw. bersabda:


إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ …


Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat); banyak orang tidak mengetahuinya. Siapa saja yang menjaga diri dari syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Siapa saja yang jatuh di dalam syubhat, ia hampir terjatuh pada yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar hima (daerah terlarang) hampir-hampir ia (terjatuh) menggembala di dalamnya … (HR Bukhari dan Muslim).


دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ …


Tinggalkan apa-apa yang meragukanmu untuk mengambil apa-apa yang tidak meragukanmu (HR Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasai, ad-Darimi dan Ibn Khuzaimah)


Menurut Sufyan bin Uyainah, sikap wara’ ini adalah yang paling mudah, yaitu jika Anda ragu tentang sesuatu apakah halal atau haram, maka tinggalkan. Syaratnya adalah kemungkinan haram itu memang mungkin atau di dalamnya mungkin terjadi yang haram. Jika tentang sesuatu benda atau perbuatan ada pendapat yang menyatakan halal dan ada yang menyatakan haram, sementara bagi kita belum jelas mana yang lebih kuat sehingga belum jelas halal, maka hendaknya kita menahan diri tidak mengambilnya hingga jelas kehalalannya berdasarkan tarjih yang syar’i.


Namun, sikap wara’ tidak boleh karena was-was yang tak berdasar (wara’ al-muwaswasîn), misalnya tidak mau berdempetan tembok dengan tetangga takut akan terjadi zina atau nguping pembicaraannya. Juga tidak boleh wara’ yang dibuat-buat (wara’ al-mutanaththi’în) seperti tidak mau shalat di atas sajadah milik seseorang yang punya anak kecil karena takut jangan-jangan kena pipis anak itu dan belum dicuci. Sikap seperti ini muncul lebih karena prasangka buruk sehingga wara’ seperti ini justru tidak boleh.


Untuk bersikap wara’, sebelum mengambil dan menggunakan atau melakukan sesuatu hendaklah: Pertama, memastikan atau setidak-nya mencari ghalabah zhan bahwa sesuatu itu halal. Jika belum jelas, tinggalkan. Kedua, memastikan atau setidaknya ghalabah zhan bahwa di dalam sesuatu itu tidak ada hak orang lain. Jika ada dapatkan izin dan kerelaannya. Jika tidak, tinggalkan. Ketiga, bertanya pada diri sendiri: apakah ini menguatkan ibadahku, meningkatkan ketaatanku, memperbesar pengorbananku, menambah taqarrub-ku? Jika tidak, lebih baik tinggalkan untuk mengambil yang jawabannya: ya.


Dengan demikin, sikap wara’ merupakan sikap kritis dan antisipasi diri terhadap apapun yang bisa menjadi aib; mengedepankan kehati-hatian bertindak; keluar dari yang samar menuju yang jelas; meninggalkan yang meragukan menuju yang tak meragukan; tidak memperturutkan keinginan, tetapi mengambil sesuai yang dibutuhkan atau sekadarnya; mengambil hal mubah untuk menguatkan ibadah, meningkatkan ketaatan, memperbesar pengorbanan, dan manambah taqarrub kepada Allah.


Jadi, sikap wara’ harus dibangun atas dasar ilmu syariah dan pemahaman atas fakta, bukan karena was-was atau prasangka. Sikap wara’ itu tumbuh karena iman yang terus hidup di dada, harapan pada keridhaan Allah yang terus bersemi dan rasa takut yang terus menyala terhadap azab-Nya akibat keharaman meski sangat kecil atau sedikit.


Karena itu, tidak aneh jika sikap wara’ melahirkan pribadi-pribadi yang menakjubkan, mendekatkan pemiliknya sedekat mungkin dengan sosok pribadi Rasulullah saw.


Allâhummaj’alnâ min al-wâri’în az-zâhidîn al-muttaqîn [Yahya Abdurrahman]


Sumber : hizbut-tahrir.or.id
by : Kang Maman S

::: Hakikat Ikhlash :::


Asalamualaikum Wr Wb,
Ikhlash adalah sesuatu yang begitu mudah diucapkan akan tetapi betapa sulitnya direalisasikan. Sampai-sampai sebagian ulama salaf menyatakan: “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersaksikan bahwasanya dirinya telah ikhlash maka sungguh dia butuh untuk ikhlash lagi”, sebagaimana diucapkan oleh As-Susiy.
Hal ini dikarenakan apabila seseorang merasa telah ikhlash dalam ucapan dan perbuatannya berarti dia telah berbuat ‘ujub (kagum dan bangga dengan amalnya) yang akan menghapuskan amalannya tersebut. Sedangkan orang yang ikhlash adalah orang yang amalnya bersih dari seluruh hal yang akan menghapuskannya seperti riya`, sum’ah, ‘ujub dan yang lainnya.

Berkata Ya’qub: “Orang yang ikhlash adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia menyembunyikan kejelekan-kejelekannya.”

Kecuali kalau dalam rangka agar orang lain mengikuti perbuatan baiknya maka boleh menampakkan perbuatannya tersebut karena ada maslahat bagi orang lain.


Berkata Ayyub: “Memurnikan niat bagi orang-orang yang beramal itu lebih berat atas mereka daripada (mengerjakan) seluruh amalan-amalan.”

Berkata sebagian ulama salaf: “Ikhlash sesaat adalah keselamatan selama-lamanya, akan tetapi ikhlash itu adalah sesuatu yang sangat sulit.”
Ketika Suhail ditanya: “Apakah yang paling berat bagi jiwa?” Maka beliau menjawab: “Ikhlash, karena padanya tidak ada bagian yang lainnya.”

Berkata Al-Fudhail: “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya` sedangkan beramal karena manusia adalah kesyirikan, adapun yang namanya ikhlash adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.”
Maksud beliau adalah apabila ada seseorang meninggalkan amal kebaikan karena takut riya` seperti dia tidak mau shalat sunnah karena takut riya’, berarti dia sudah terjatuh pada riya` itu sendiri. Yang seharusnya dia lakukan adalah tetap melaksanakan shalat sunnah walaupun di sekitarnya ada orang dengan tetap berusaha untuk ikhlash dalam amalnya tersebut.
[Lihat: Tazkiyyatun Nufuus, karya Ibnu Rajab, Ibnul Qayyim dan Abu Hamid, hal.17, dengan beberapa perubahan.]

Pentingnya Ikhlash bagi Penuntut Ilmu
Berkata Al-Imam An-Nawawiy setelah membicarakan tentang keutamaan ilmu dan kedudukan ulama: “Ketahuilah bahwasanya apa-apa yang telah kami sebutkan dari keutamaan menuntut ilmu, hanyalah akan diperoleh bagi orang yang mencarinya dalam rangka mengharapkan Wajah Allah Ta’ala, bukan dalam rangka mencari dunia. Dan barangsiapa dalam menuntut ilmu dia mencari tujuan duniawi seperti harta, kepemimpinan, kedudukan, kemegahan, ketenaran, menarik perhatian manusia kepadanya atau ingin mendebat orang lain, atau yang sejenisnya maka ini semuanya tercela.” (Al-Majmuu’ 1/23)

Apabila seorang penuntut ilmu mendapatkan dalam dirinya kecenderungan kepada riya` dan senang untuk berbangga-bangga dengan ilmunya, maka wajib baginya untuk menyibukkan diri dengan memperbaiki niat, bersungguh-sungguh melatih jiwanya agar tetap di atas keikhlashan, menghilangkan was-was syaithan, berlindung diri dari kejahatan dan kejelekannya sampai niatnya kembali menjadi bersih dari berbagai kotoran riya dan yang lainnya, dan tertutuplah pintu-pintu masuk syaithan yang biasa menyusup dari sela-sela jiwa manusia.

Al-Khathib Al-Baghdadiy meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnus Simak bahwasanya dia berkata: Aku mendengar Sufyan Ats-Tsauriy berkata:
“Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat atas diriku daripada (memperbaiki) niatku, karena niat itu senantiasa berubah-ubah pada diriku.” (Al-Jaami’ li Akhlaaqir Raawiy wa Aadaabis Saami’ 1/317)

Al-Khathib juga meriwayatkan dari Bisyr Ibnul Harits bahwasanya beliau ketika berbicara lalu menyebutkan sanad hadits, maka beliau berkata: “Astaghfirullaah, sesungguhnya ketika menyebutkan sanad muncul perasaan bangga dan sombong dalam hatiku.” (Ibid. 1/338)

Dia takut masuknya perasaan sombong dan bangga ke dalam hatinya, ketika dia menyebutkan sanad dari para perawi dan guru-gurunya yang meriwayatkan dari mereka, lalu hal ini menjadi sebab munculnya riya`, maka diapun mengawasi bisikan-bisikan jiwanya lalu meminta ampun kepada Rabbnya.

Al-Khathib Al-Baghdadiy meriwayatkan juga dari ‘Ubaidullah bin Abi Ja’far bahwasanya beliau berkata: “Apabila seseorang ketika sedang berbicara di suatu majelis lalu pembicaraannya tersebut menjadikan dia ta’ajjub (kagum) maka hendaklah dia diam, dan sebaliknya apabila dia diam lalu diamnya tersebut menjadikan dia ta’ajjub maka hendaklah berbicara.” (Ibid. 1/338)

Beramal Terus Sambil Memperbaiki Niat
Sangatlah pantas bagi kita untuk memperhatikan permasalahan ini yaitu terhadap pintu-pintu masuknya syaithan yang selalu berusaha menggoda manusia, yang wajib bagi para penuntut ilmu mewaspadainya.

Yang dimaksud pintu syaithan di sini adalah godaan dan tipuannya syaithan yang menjadikan permasalahan riya` dan rasa takut darinya sebagai senjata untuk menghalangi seorang penuntut ilmu dari tujuannya (sehingga tidak lagi menuntut ilmu karena takut riya`), dan menghalangi seorang yang alim dari majelis ilmu (sehingga tidak lagi mengajarkan ilmunya karena takut riya`), menghalangi seorang da’i dan pemberi nasehat dari pelajaran-pelajarannya, dengan alasan bahwasanya manusia akan kagum dengan pembicaraannya dan hal ini mengantarkan kepada riya` atau karena semata-mata didapati dalam dirinya ada kecenderungan kepada bisikan-bisikan riya` dan senang dengan kagumnya manusia dan pujian mereka kepadanya.

Sungguh para ulama telah membedakan antara riya` yang merupakan tujuan dan pendorong atas suatu amalan dengan keadaan seorang muslim yang telah menyempurnakan amalannya dengan ikhlash kemudian dia mendapati sebagian kesenangan pada dirinya dari pujian manusia atasnya setelah dia menyelesaikan amalannya tersebut, maka hal ini tidaklah mengurangi hakikat keikhlashannya insya Allah. (Mukhtashar Minhaajil Qaashidiin hal.221)

Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dalam Shahihnya dari Abu Dzarr, dia berkata: Dikatakan kepada Rasulullah: “Apakah pendapat engkau terhadap seseorang yang melakukan suatu amalan kebaikan dan manusia memujinya?” Maka beliau menjawab: “Itulah balasan kebaikan yang disegerakan sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Sebagaimana para ulama juga telah memberitahukan bahwasanya selayaknya bagi seorang penuntut ilmu agar jangan meninggalkan jalan menuju ilmu apabila dia mendapatkan dalam dirinya ada sesuatu dari riya`, akan tetapi yang harus dia lakukan adalah menyibukkan diri dengan memperbaiki niatnya dengan tetap meneruskan menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu serta mengajarkannya kepada orang lain.

Berkata Al-Imam An-Nawawiy: “Tidak Selayaknya bagi seorang yang berilmu untuk tidak mengajarkan ilmunya kepada seseorang dengan alasan karena niat orang yang belajar tersebut belum benar, karena sesungguhnya dia masih diharapkan agar baik niatnya. Dan terkadang dirasakan berat oleh kebanyakan para pemula dari kalangan para penuntut ilmu masalah perbaikan niat karena lemahnya jiwa-jiwa mereka dan sedikitnya kesenangan mereka terhadap kewajiban memperbaiki niat.
Karena menghalangi atau mencegah dari mengajari mereka akan mengantarkan kepada terluputnya ilmu yang banyak, bersamaan dengan itu masih diharapkan perbaikannya dengan adanya barakah ilmu apabila dia senang ilmu. Dan sungguh para ulama salaf mengatakan: “Kami dulunya menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itupun enggan kecuali agar dicari dalam rangka karena Allah semata.” Artinya akibat terakhirnya adalah jadilah menuntut ilmunya itu karena Allah semata.” (Al-Majmuu’ 1/30)

Hal itu juga sebagaimana diterangkan oleh Al-Imam Ibnul Jauziy, di mana beliau mengatakan: “Sungguh Iblis telah memberikan tipu dayanya kepada seorang pemberi nasehat yang ikhlash, maka Iblispun berkata kepadanya: “Orang sepertimu tidaklah memberi nasehat dan akan tetapi kamu hanya pura-pura memberi nasehat.” Akhirnya diapun diam dan berhenti dari memberi nasehat. Itulah di antara makar Iblis, karena dia menginginkan menghalangi perbuatan yang baik…. Iblispun juga berkata: 

“Sesungguhnya kamu ingin bernikmat-nikmat dengan apa yang kamu sampaikan dan kamu akan mendapatkan kesenangan karena hal itu, dan kadang-kadang akan muncul perasaan riya` pada ucapanmu, dan menyendiri itu lebih selamat.” Maksud dari perkataan ini adalah menghalangi dari berbagai kebaikan”. (Talbiisu Ibliis hal.125)
Luruskan Niat dalam Menuntut Ilmu!

Kita akhiri pembicaraan ini dengan wasiat Abu Hamid (beliau di akhir hidupnya bertaubat dan kembali ke manhaj salaf, yang sebelumnya bermanhaj shufi) di mana beliau mengingatkan para penuntut ilmu akan wajibnya mengawasi dan memperhatikan jiwanya dan agar selalu bertanya kepadanya apa pendorong dalam mencari ilmu dan kesabarannya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan menuntut ilmu:

“Berapa malam kamu bangun untuk mengulang ilmu dan mentelaah kitab-kitab dan kamu mengharamkan dirimu untuk tidur, aku tidak tahu apa yang mendorongmu melakukan semuanya itu? 

Apabila niatmu mencari bagian dari dunia, perhiasannya dan kedudukan-kedudukan di dunia, serta ingin berbangga-bangga dengan teman-teman setingkatmu, maka kecelakaanlah bagimu kemudian kecelakaanlah bagimu. Dan apabila tujuanmu dalam mencari ilmu adalah dalam rangka menghidupkan syari’atnya Nabi dan mendidik akhlakmu serta mengikis habis nafsu yang cenderung kepada kejelekan, maka kebahagiaanlah bagimu kemudian kebahagiaanlah bagimu.” (Ayyuhal Walad hal.105-106) 

By : Budiman Helly

*** 
Sahabat khudzaifah bin al -Yaman menceritakan, bahwa nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wasallam suatu hari ditanya tentang ikhlas itu apa sebenarnya? Nabi tidak lansung menjawab, tapi menanyakan hal itu kepada Jibril,
kemudian Jibril mengatakan : "Saya pernah menanyakan tentang ikhlas ini kepada Tuhan Rabbul Izzah, kemudian Beliau menjelaskan :

"IKHLAS ITU MERUPAKAN RAHASIA-KU, YANG KU TITIPKAN PADA HATI ORANG-ORANG YANG KU-CINTAI DIANTARA HAMBA-HAMBA-KU (diriwayatkan al-Qazwini, di kutip juga oleh al-Qusyairi)

Wallahu a'lam bishawwab