Senin, 28 Februari 2011

Lihatkan Allah Padaku


Tersebutlah seorang lelaki shaleh yang bersih hatinya.Ia memiliki seorang anak lelaki, mesti masih kecil tapi cerdasnya luar biasa,fasih bicara pula.Sang Bapak acapkali duduk bercengrama dengan anak semata wayangnya.Mereka bicara apa saja.

Hebatnya , disaat bercengrama itu pembicaraan mereka tak nampaknya laiknya pembicaraan antara seorang bapak dengan anaknya. Tapi mereka ngobrol layaknya sepasang teman akrab saja. Bagi mereka , perbedaan  umur yang terpaut amat jauh seumpama tirai halus  dari sutra yang gampang  saat dihembus angin. Ia tak mampu menjadi penghalang untuk saling berbicara dan saling memahami dari hati ke hati. Mereka sama-sama paham bagaimana mereka saling bersikap dan saling menghormati. Sederhananya, mereka tetap sadar posisinya masing-masing. Luar biasa memang cara mereka membangun komunikasi.

“Anakku, puji syukur  hanya milik Allah SWT,  Bagiku engkau adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada-ku” kata Sang Bapak suatu hari.


“Duhai Bapakku tercinta, berkali-kali engkau menyebut nama Allah dihadapanku, tapi engkau tak pernah memperlihatkan Allah kepadaku. Sesungguhnya seperti apakah Allah itu, dan bisakah engkau lihatkan Allah padaku?” Sahut sang anak penasaran.

Sang Bapak  kaget. Ia seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan anaknya, “Anakku, apa yang barusan kau katakan?”

Kata-kata sang Bapak itu keluar dari mulutnya bagai perkataan seorang lelaki dewasa yang disergap ketidakpahaman, kebingungan , dan ketidakpercayaan. Sementara ucapan sang anak adalah pertanyaan seorang anak kecil lugu tapi cerdas, yang segera meminta jawaban. Padahal jawaban atas pertanyaan itu pastilah sederhana dan sulit adanya. Sang Bapak bingung harus menjawab bagaimana. Ia terdiam dalam duduk yang menunduk. Ia masih tidak percaya dengan perkataan anaknya. Ia yakinkan dirinya dengan kembali menatap anaknya seraya berkata, “Apakah engkau  ingin agar Bapak memperlihatkan Allah kepadamu, anakku?”

Perkataan sang Bapak itu lirih sekali seolah ia hanya berbisik pada dirinya sendiri. Tapi rupa-rupanya pendengaran sang anak  masih sangat  sempurna. Meski lirih , ia mampu menangkap perkataan bapaknya dengan baik. 

“Benar Bapak . Tolong lihatkan Allah padaku!” serius sekali anak itu memohon bapaknya. Sang Bapak makin kelimpungan. Dalam kondisi seperti itu Sang Bapak tak bisa berbuat apa-apa selain berkata jujur pada anaknya bahwa ia tidak tahu harus menjawab apa.

“Anakku, bagaimana  aku mampu memperlihatkan kepadamu sesuatu yang bahkan aku sendiri  belum pernah melihatnya”, katanya.

“Kenapa Bapak belum melihat-Nya?”
“Anakku, Bapak belum pernah berpikir tentang hal yang kau tanyakan itu sebelumnya!”

“Baiklah! Bagaimana jika sekarang aku minta Bapak pergi melihat Allah. Setelah melihat-Nya, baru Bapak memperlihatkan Allah padaku!”

“Baik. Bapak akan melakukannya untukmu, Anakku!”

Sang Bapak yang tengah dilanda kebingungan itu pergi berkeliling kota . Ia bertanya pada setiap orang yang di jumpainya. Tapi ia tak  mendapatkan apa-apa dari mereka selain olok-olokan yang menyakitkan. Mereka terlalu sibuk  dengan urusan-urusan duniawi, sehingga mereka tak bakalan sempat berusaha mencari apalagi menemukan Allah.

Sang Bapak pantang berputus asa . Tak kurang akalnya berputar, ia menemui para ahli agama  untuk meminta  jawaban atas pertanyaan anaknya. Namun , semua ahli agama itu malah menyudutkannya dengan teks-teks suci yang mereka hafal dalam bahasa agama.

Sebersit putus asa sempat hinggap di benaknya. Wajahnya nampak murung karena ia tidak juga memperoleh jawaban, bahkan dari kalangan para ahli agama yang selama ini  dianggapnya  serba paham  soal agama dan  Ketuhanan. Gontai sekali ia meninggalkan mereka. Ia nampak linglung.  Ia turuti  kemana kakinya melangkah menapaki setiap jengkal jalanan kota sembari bertanya-tanya pada dirinya sendiri, ia bertanya-tanya apakah ia pulang menemui anaknya dengan tangan hampa tanpa membawa jawaban yang diinginkan sang anak tercinta.

Ia terus menelusuri jalanan kota
Disalah satu sudut kota ia berjumpa dengan seorang laki-laki yang sudah tua renta, ia berkeluh kesah pada lelaki itu, dan setelah mendengar kisahnya, lelaki renta itu berkata “Tuan pergilah engkau ke pinggir kota sana disana engkau akan mendapati seorang ahli ibadah yang sudah renta sepertiku, ia sangatlah luar biasa sebab setiap kali memohon kepada Allah permohonannya pasti dikabulkan. Barang kali engkau dapat menemukan apa yang kau cari itu padanya”.

Tanpa pikir panjang bergegaslah ia menemui sang ahli ibadah yang ditunjukan lelaki renta itu, ia pun berhasil menemuinya.
“Tuan saya datang kesini karena suatu hal saya berharap tuan tidak membuat saya pulang dengan tampa hampa”

Apa keperluannmu kisanak? Sampaikanlah kepadaku tanpa malu-malu”Tanya sang ahli ibadah dengan lemah lembut.

“Begini tuan saya berharap tuan bisa memperlihatkan Allah padaku”

Sejenak sang ahli ibadah terdiam ia menundukkan kepalanya sambil mengusap-usap jenggotnya yang lebatyang sudah memutih, ” Apakah kau tahu makna ucapanmu itu kisanak?”

“Tentu saya ingin agar tuan memperlihatkan Allah padaku”
“Kisanak sungguhnya Allah itu tidak akan bisa dilihat dengan perangkat penglihatan kita yang kasar. Ia juga tidak bisa dilihat dengan kepekaan indera-indera tubuhkita. Kutanyakan padamu, apakah engkau akan mengukur kedalaman laut dengan jemari yang biasa kau gunakan untukmengukur kedalaman air dalam gelas?”kata sang ahli dengan lembut.

“Kalau begitu bagaimana saya dapat melihat Allah , Tuan?”
“Bila ia tersingkap bagi ruhmu.”
“ Kapan ia bisa tersingkap bagi ruhku?”
“Saat engkau memperoleh cintanya.”

Segera ia bersujud hingga tanah menempel pada keningnya, lalu ia raih tangan sang ahli ibadah itu seraya berkata.”Wahai tuan yang ahli ibadah tolong mintakanlah pada Allah agar ia memberiku sesuatu dari cintanya!

Sang ahli ibadah mengelus tangannya dengan lembut. Ia kemudian berkata “Kisanak tawadu’lah rendahkanlah dirimu dihadapan Allah dan mintalah yang lebih sedikit dari itu!
“Kalau begitu mintakan aku barang sedirham saja dari cintanya!?’
“Engkau terlalu serakah kisanak permintaanmu itu terlalu banyak”
“Seperempat dirham?”
“Tawadu’lah pada Allah”
“Bagaimana kalau sebesar dzarrah saja”
“Ketahuilah kisanak engkau tidak akan mampu memikul cinta Allah yang sebesar dzarrah itu”
“Baiklah mintakan aku setengah dzarrah saja”
“Tapi itu juga masih besar”
“Ah taka pa-apa barangkali”

Sejurus kemudian sang ahli ibadah itu mendongakkan kepalanya ke langit, ia tengadahkan kedua tangannya sambil berdoa “ Duhai Tuhan anugrahkan padanya setengah dzarrah dari cintamu”
Tak lama kemudian lelaki yang meminta di doakan itu segera angkat kaki ia pergi entah kemana.


Suatu hari sang ahli ibadah kedatanga dua orang tamu seorang perempuan tengah baya dan seorang bocah kecil. Dan ternyata tamu itu adalah istri dan anak dari lelaki yang tempo hari menemuinya. Kepada sang ahli ibadah mereka bercerita bahwa mereka kehilangan seorang anggota keluarga yang menghilang beberapa hari ya.”ng lalu, sejak pergi ia juga belum kembali.

“Kami kehilangan jejaknya ia hilang seolah-olah lenyap di telan bumi. Tak ada seorangpun yang tahu kabar keberadaannya sekarang” kata tamu si perempuan.

Usai mendengar cerita mereka sang ahli ibadah itu segera mengajak tamunya pergi mencari lelaki yang di ceritakan sang tamu. Berhari-hari mereka mencari bersama-sama hingga sampailah mereka di sebuah lereng yang jauh dari kota. Disana mereka bertemu dengan sekolompok pengembala yang kebetulan pernah melihat lelaki yang cirri-cirinya sesuai dengan yang mereka ceritakan.

“Lelaki itu sudah gila ia pergi kegunung-gunung dan sekarang ia sedang berada di gunung itu”

“Tanpamenunda-nunda mereka segera pergi menuju tempat yang ditunjukan para gembala itu, benar disana mereka mendapati lelaki itu tengah berdiri diatas batu besar, kepalanya mendongkak ke atas menatap langit, mereka mengucap salam kepadanya tetapi ia tidak menjawab.


“Kisanak berpalinglah padaku aku adalah orang kauminta berdoa waktu itu kata sang ahli ibadah mendekatinya.
“Tapi lelaki itu masih saja bungkam ia tak bergeming. Lalu anak lelakinya maju beberapa langkah mendekatinya ia berkata” Duhai bapak apakah engkau tidak lagi mengenaliku”
Lelaki itu masih diam ia tetap tak beranjak dari temppatnya. Gantian istrinya yng mendekatinya. Ia berusaha mati-matian menyadarkan suaminya. Ia terus berteriak mengitari suaminya tanpa lelah tapi semuanya sia-sia.

“Melihat hal itu sang ahli ibadah hanya tergeleng-geleng kepala. Tak beberapa lama ia kemudian berkata “ Sia-sia saja kalian berbuat begitu. Bagaimana mungkin orang yang didalam hatinya terdapat cinta Allah mendengar perkataan manusia. Meski cinta itu hanya sebesar setengah dzarraah ,dan demii Allah andaikan kalian tebas lehernya ia tak akan merasakannya.


Mendengar omongan sang ahli ibadah sang anak tiba-tiba berkata “Semua ini salahku, akulah yang meminta bapak agar memperlihatkan Allah padaku.”

Sang ahli ibadah berpaling ia tatap mata sang anak lekat-lekat, kemudian ia berkata dengan lembut seolah-olah ia berkata-kata pada dirinya sendiri, “ Aduhai, tidakkah engkau saksikan setengah dzarrah saja dari cinta Allah sudah cukup mampu meremukkan tata susunan manusiawi kita. Ia bahkan meluluhlantahkan bangunan akal kita.!”

( Karya : Dr Taufiq El Hakim )
~ Violet Senja~

Hikayat Sang Pena


Seorang fakir yang sedang dalam perjalanan mencari penerangan melihat secarik kertas dengan coretan-coretan di atasnya.
"Mengapa," tanya sang fakir, "kau menghitami wajahmu yang putih-bersih?"
"Tidak adil kau menuduhku melakukannya," jawab sang kertas. "Bukan aku yang melakukannya." "Tanyakanlah kepada sang tinta mengapa dia keluar dari wadahnya, padahal dia cukup tenang berada di dalamnya, dan mengapa dia menghitami wajahku."

"Kau benar," kata sang fakir. Lalu dia berpaling kepada sang tinta dan bertanya kepadanya.
"Mengapa kau bertanya kepadaku?"
jawabnya, "Aku sedang duduk tenang di dalam wadah tinta dan tidak berpikir untuk keluar, tetapi mata pena yang tajam itu menyorengku, lalu mendorongku keluar dan menaburkanku di atas permukaan sang kertas. Di sana kau dapat melihatku terbaring tak berdaya. Pergilah ke sang pena dan tanyakan kepadanya."

Sang fakir berpaling kepada sang pena dan bertanya mengapa dia bersikap sewenang-wenang.

"Mengapa kau menggangguku?" jawab sang pena. "Lihat, siapa aku ini? Tak lebih dari sebatang buluh yang tiada berarti. Aku waktu itu sedang tumbuh di tepian sungai bening keperak-perakan, di tengah-tengah pepohonan hijau nan rindang, ketika, kau tahu, sebuah tangan merentang ke arahku. Sang tangan memegang sebuah pisau. Sang pisau mencabut akar-akarku, menguliti seluruh batang tubuhku, memisah-misahkan seluruh persendianku, menumbangkanku, membelah kepalaku, lalu memenggalnya. Aku segera dikirim ke sang tinta, dan harus mengabdi sebagai pelayan hina-dina. Janganlah kau menambah parah luka-lukaku. Pergilah ke sang tangan dan bertanyalah kepadanya."

Sang fakir memandang sang tangan, lalu bertanya: "Benarkah itu? Apakah kau demikian kejamnya?"

"Jangan marah dulu, Tuan," jawab sang tangan. "Aku hanyalah segumpal daging, tulang, dan darah. Pernahkah Tuan melihat sekerat daging memiliki kekuatan? Dapatkah sebentuk tubuh bergerak dengan sendirinya? Aku hanyalah alat yang digunakan oleh sesuatu yang disebut vitalitas. Dia menunggangiku dan memaksaku berputar-putar. Tuan tahu, orang mati mempunyai tangan tetapi tidak dapat menggunakannya karena vitalitas telah meninggalkannya. Mengapa aku, sebuah alat, mesti dipersalahkan? Pergilah Tuan ke sang vitalitas. Tanyakanlah kepadanya mengapa dia menggunakanku."

"Kau benar," kata sang fakir, kemudian bertanya kepada sang vitalitas.

"Acap kali pengecam sendiri mendapat kecaman, sementara yang dikecam terbukti tak bersalah. Bagaimana kau tahu bahwa aku telah memaksa sang tangan? Aku sudah berada di sana sebelum dia bergerak, dan tidak pernah berpikir untuk menggerakkannya. Aku tidak sadar dan pemirsa pun tidak sadar akan diriku. Tiba-tiba suatu agen datang kepadaku dan menggerakkanku. Aku tak punya cukup kekuatan untuk melanggarnya ataupun kemauan untuk mematuhinya. Mengenai perkara yang membuatmu menegurku, aku melakukannya sesuai dengan keinginannya. Aku tak tahu siapa agen itu. Dia disebut sang kemauan dan aku hanya mengenal namanya. Seandainya hal itu diserahkan kepadaku, kupikir aku tidak akan melakukan apa-apa."

"Baiklah," lanjut sang fakir, "aku akan mengajukan pertanyaan kepada sang kemauan, dan bertanya kepadanya mengapa dia telah mempekerjakan secara paksa sang vitalitas yang menurut keinginannya sendiri tidak akan melakukan sesuatu."

"Jangan dulu terlalu terburu-buru," pekik sang kemauan. "Sedapat mungkin aku akan mengajukan alasan yang cukup memadai. Yang Mulia Pangeran, sang pikiran, mengutus seorang duta besarnya yang bernama pengetahuan, yang menyampaikan pesannya kepadaku melalui nalar, berbunyi: 'Bangkitlah, gerakkanlah vitalitas.' Aku terpaksa melakukannya, karena aku harus patuh kepada sang pengetahuan dan sang nalar, tetapi aku tak tahu apa alasannya. Selama tidak menerima perintah aku bahagia, tetapi begitu ada perintah aku tak berani melanggarnya. Apakah sang raja seorang penguasa yang adil ataukah zalim, aku harus patuh kepadanya. Aku telah bersumpah, selama sang raja ragu-ragu atau masih merenungkan suatu masalah, maka aku hanya diam saja, siap melayani; pegitu perintah sang raja disampaikan kepadaku, maka rasa patuh yang memang sudah menjadi pembawaanku akan segera memaksaku untuk menggerakkan sang vitalitas. Maka janganlah Tuan mengecamku. 
Sebaiknya pergilah Tuan menghadap sang pengetahuan dan mendapatkan keterangan di sana."

"Anda benar," setuju sang fakir, lalu dia meneruskan perjalanan, menghadap kepada sang pikiran dan para duta besarnya, yaitu pengetahuan dan nalar, untuk meminta penjelasan.
Sang nalar memohon maaf dengan mengatakan bahwa dirinya hanyalah sebuah lampu, dan dia tidak mengetahui siapa yang menyalakannya. Sang pikiran mengaku tidak bersalah dengan mengatakan bahwa dirinya hanyalah sebuah tabula rasa. Sedangkan sang pengetahuan bersikeras menyebut dirinya hanyalah sebuah prasasti, yang baru bisa digoreskan setelah lampu sang nalar menyala. Maka dia tidak dapat dianggap sebagai penulis prasasti tersebut, yang kemungkinan merupakan hasil goresan sebuah pena tertentu yang tidak terlihat.

Sang fakir kemudian menjadi bingung, tetapi setelah berhasil menguasai diri lagi, dia berkata kepada sang pengetahuan: "Aku sedang melakukan perjalanan mencari penerangan.
Kepada siapa pun aku menghadap dan menanyakan alasan, aku selalu disuruh menghadap yang lainnya. Meskipun demikian, aku merasa senang dalam pengejaranku ini, karena semuanya memberikan alasan yang masuk akal. Tetapi, Tuan Pengetahuan, maafkanlah aku kalau kukatakan bahwa jawaban Tuan tidak memuaskanku. Tuan mengatakan bahwa Tuan hanyalah sebuah prasasti yang digoreskan oleh sang pena. Aku telah berjumpa dengan sang pena, sang tinta, dan sang kertas. Mereka masing masing terbuat dari buluh, campuran warna hitam, dan kayu serta besi. Dan aku pun telah melihat lampu-lampu yang dinyalakan oleh sang api. Tetapi di sini aku tidak melihat satu pun dari mereka itu, walaupun Tuan berbicara tentang kertas, lampu, pena, dan prasasti. Tentunya Tuan tidak sedang bermain-main denganku, bukan?"

"Tentu, tidak," timpal sang pengetahuan. "Aku berbicara dengan sebenar-benarnya. Tetapi aku dapat memahami kesulitanmu. Bekal yang kau bawa hanya sedikit, kuda yang kau tunggangi sudah letih, dan perjalanan yang kau tempuh cukup jauh dan berbahaya. Hentikanlah perjalananmu ini, karena aku khawatir kau tidak akan dapat berhasil. Tetapi, bagaimanapun, jika kau sudah "siap menanggung risiko, maka dengarkanlah.

Perjalananmu mencakup tiga wilayah.

Pertama, alam dunia. Benda-benda di dalamnya adalah pena, tinta, kertas, tangan dan sebagainya, seperti yang telah kau lihat tadi.

Yang kedua adalah alam langit, yang akan mulai kau masuki bila kau telah meninggalkanku. Di sana aku akan menjumpai puncak-puncak awan yang padat, sungai-sungai yang luas dan dalam, dan gunung-gunung yang menjulang tinggi tak terdaki, yang aku tak tahu bagaimana kau akan mampu mendakinya. 

Di antara kedua alam ini terdapat alam ketiga sebagai wilayah perantara, yang disebut alam gejala. Kau telah melampaui tiga lapis di antaranya, yaitu vitalitas, kemauan, dan pengetahuan. Dengan tamsil dapat dikatakan: orang yang sedang berjalan, ia masih berada di alam dunia: jika ia sedang berlayar pada sebuah kapal maka ia mulai memasuki alam gejala: jika ia meninggalkan kapal tersebut lalu berenang dan berjalan di atas air, maka ia telah dianggap berada di alam langit. Jika kau belum tahu bagaimana caranya berenang, maka kembalilah. Sebab daerah perairan dari alam langit itu bermula dari saat kau muiai dapat melihat pena yang menulis pada lembaran hati. Jika kau bukan orang yang diseru: Wahai iman yang kecil, mengapa kau ragu-ragu? maka bersiap-siaplah. Sebab dengan iman kau tidak hanya akan berjalan di atas lautan tetapi kau akan terbang di angkasa."

Sang fakir kelana kemudian terdiam sejenak, lalu memandang sang pengetahuan dan mulai berkata: "Aku sedang mengalami kesulitan. Bahaya-bahaya yang menghadang pada jalan yang telah Tuan gambarkan itu membuat hatiku kecut, dan aku tak tahu apakah aku cukup kuat menghadapinya dan berhasil pada akhirnya."

"Ada ujian untuk mengetahui kekuatanmu," kata sang pengetahuan. "Bukalah matamu dan pusatkan pandanganmu padaku. Jika kau dapat melihat pena yang menulis pada sang hati, kukira kau akan mampu melangkah lebih jauh lagi. Sebab orang yang mampu menyeberangi alam gejala, lalu ia mengetuk pintu alam langit, maka ia akan dapat melihat pena yang menulis pada hati."

Sang fakir mengikuti nasihat tersebut, tetapi ia tidak dapat melihat pena itu, karena pandangannya tentang pena adalah tidak lain dari pena yang terbuat dari buluh atau kayu. Lalu sang pengetahuan memperhatikan dirinya sambil berkata: "Di sanalah kesulitannya. Tidakkah kau tahu bahwa perabot rumah tangga sebuah istana. menunjukkan kedudukan pemiliknya? 

Tiada satu pun di alam semesta ini menyerupai Allah, oleh karenanya sifat-sifat-Nya pun transendental. Dia tidak berbentuk dan tidak pula menempati ruangan. Tangan-Nya bukanlah segumpal daging, tulang dan darah. Maka pena-Nya pun tidaklah terbuat dari buluh ataupun kayu. Tulisan-Nya bukan lah dari tinta yang keluar dari benda tajam dan runcing. 
Namun banyak orang dengan bodohnya tetap berpegang pada pandangan yang menyamakan Dia dengan manusia. Hanya sedikit yang menghargai konsepsi yang secara transendental murni tentang Dia, dan percaya bahwa Dia tidak hanya berada di atas segala batas kebendaan tetapi bahkan berada di atas segala batas perumpamaan. Tampaknya kau masih terombang-ambing di antara dua pandangan, karena di satu pihak kau beranggapan bahwa Allah itu tidak bersifat kebendaan, bahwa kata-kata-Nya tidak bersuara dan tidak berbentuk; di lain pihak kau tak dapat meningkat pada konsepsi transendental tentang tangan, pena dan kertas-Nya. 

Apakah kau kira makna dari Hadis, 'Sesungguhnya Allah menciptakan Adam menyerupai Citra-Nya' itu terbatas pada wajah manusia yang tampak saja? Tentu tidak; sifat batin yang dapat dilihat dari pandangan batin sajalah sesungguhnya yang dapat disebut citra Allah. Namun demikian, dengarkanlah: Engkau kini berada pada gunung yang suci, tempat suara gaib dari hutan yang terbakar berkata: 'Aku adalah Aku; sesunqguhnya Aku adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu.

Sang fakir, yang sedang mendengarkan dengan terkagumkagum itu, tiba-tiba melihat seolah-olah ada seberkas sinar, kemudian tampaklah pena yang bekerja menuliskan pada hati, tiada berbentuk. "Beribu-ribu terima kasih kuucapkan kepadamu, wahai Pengetahuan, yang telah menyelamatkanku dari kejatuhan ke dalam jurang kemusyrikan. Terima kasih kuucap kan dari lubuk hatiku yang paling dalam. Aku telah menunda-nunda waktu, maka kini kuucapkan selamat tinggal!" Kemudian sang fakir melanjutkan kembali perjalanannya.
Berhenti sejenak ketika melihat kehadiran sang pena yang tak tampak itu. Dengan sopan ia bertanya seperti dahulu: "Kau sudah tahu jawabanku," jawab sang pena yang misterius itu. "Kau tentunya tidak dapat melupakan jawaban yang diberikan kepadamu oleh sang pena di alam bumi sana."

"Ya, aku masih ingat," jawab sang fakir, "tetapi bagaimana mungkin jawabannya bisa sama, karena tidak ada kemiripan antara kamu dengan sang pena yang di sana itu."

"Kalau demikian, tampaknya kau telah melupakan hadits: 'Sesungguhnya Allah menciptakan Adam menyerupai citraNya'.

"Tidak, Tuan," sela sang fakir, "Aku telah menghapalkannya." "Dan kau pun telah melupakan ayat suci Al-Quran: 'Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya:

"Tentu, tidak," seru sang fakir, "Aku dapat mengulang-ulang seluruh isi Al-Quran di luar kepala."
"Ya, aku tahu, dan karena kini kau sudah memasuki pelataran suci dari alam langit, maka aku pikir aku dapat dengan aman mengatakan bahwa sesungguhnya kau telah mempelajari makna ayat-ayat tersebut dari sudut pandang yang negatif. Namun sebenarnya ayat-ayat tersebut memiliki nilai positif juga, dan harus digunakan sebagai sesuatu yang membangun pada peringkat ini. Lanjutkanlah terus perjalananmu dan kau akan memahami apa yang kumaksudkan."

Sang fakir memandangi dirinya dan menemukan dirinya itu memantulkan sifat Tuhan Yang Maha Kuasa. Segera ia menyadari adanya kekuatan yang tersimpan di balik pernyataan sang pena yang misterius itu, tetapi dengan dorongan sifat ingin tahunya ia hampir saja mengajukan pertanyaan tentang Yang Maha Suci, ketika suatu suara bagaikan halilintar yang memekakkan telinga terdengar dari atas, berkumandang: "Ia tidak ditanya tentang perbuatannya, tetapi perbuatannya itulah yang akan ditanya." Dengan diliputi keterkejutan, sang fakir menundukkan kepalanya penuh khidmat tanpa sepatah kata pun.

Tangan Allah Yang Maha Pengasih merentang ke arah sang fakir yang tiada berdaya itu; ke dalam telinganya dibisikkanlah nada-nada suara merdu merayu: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan menuju Kami. " (QS 29:64)

Setelah membuka kedua matanya, sang fakir mengangkat kepalanya dan menghadapkan hatinya dengan penuh khusyuk dalam doa: "Mahasuci Engkau, wahai Allah Yang Maha Kuasa: segala puji bagi nama-Mu, wahai Tuhan seru sekalian alam! Mulai saat ini aku tak akan lagi takut pada segala makhluk, kuserahkan seluruh kepercayaanku kepada-Mu, ampunan-Mu adalah pelipur laraku, rahmat-Mu adalah tempatku berlindung."

(Mudah-mudahan, dengan mengingat keesaan Allah, masalah tersebut akan menjadi jelas).

(Dikutip dari buku : Rahasia-Rahasia Ajaran Tasawuf Al-Ghazali, Oleh Syed Nawab Ali, penerbit Gema Risalah Press)

Minggu, 27 Februari 2011

Perihnya Hati

Pernahkah terbayang betapa perihnya hati di tengah kebahagiaan keluarga, cobaan itu hadir tanpa kita menduga. Istri yang didicntainya terbaring sakit. Itulah yang terjadi pada seorang bapak separuh baya bersama putrinya senantiasa menjenguk  istri tercintanya yang terbaring diranjang. disekelilingnya ada alat pengukur tekanan nafas dan tabung untuk memeriksa kesehatan. Bila sampai dirumah sakit, suami yang setia itu datang menggantikan pakaian istrinya dan menanyakan keadaan istrinya. Selalu saja tidak ada perubahan sama sekali. Kondisi istrinya tetap seperti semula. Tidak ada kemajuan atau perubahan yang membaik. Kesembuhan istrinya seolah tidak bisa diharapkan. Setelah menjenguk dan merawat istrinya, sang bapak dengan putrinya selalu memanjatkan doa kepada Allah agar memberikan kesembuhan. Setelah itu barulah meninggalkan rumah sakit. Beliau hampir setiap hari selalu menjaga, merawat dan mendoakan untuk kesembuhan istrinya.

Meluangkan waktu untuk merawat ditengah kesibukannya yang juga harus bekerja mencari nafkah. Kesediaannya merawat istri yang sedang sakit membutuhkan energi yang sangat besar. Sifat konsistensi untuk menjaga, merawat dan mendoakan istrinya yang sedang sakit sungguh sangat luar biasa. Padahal kondisi istrinya belum pulih. Bahkan ada orang yang menyarankan agar mengunjunginya seminggu sekali aja. Suami setia itu memilih tegar dan bersikukuh untuk menjaga dan merawat istrinya, 'Allah tempat memohon pertolongan.' Ditengah kegelisahan itulah beliau datang ke Rumah Amalia untuk bershodaqoh ke Rumah Amalia agar Allah berkenan memberikan kesembuhan bagi istri yang dicintainya.

Sampai suatu hari sesaat sebelum dirinya datang, istrinya bergerak dari tempat tidur. Dia merubah posisi tidurnya. Tak lama kemudian istrinya membuka kelopak matanya. dan mencopot alat bantu pernapasan. Ternyata istrinya sudah duduk tegap. Dokterpun datang membantu menolong, meminta perawat mencopot alat-alat bantu dan membersihkan bekas alat bantu ditubuhnya. 'Begitu saya datang, saya terperanjat Mas Agus Syafii..jantung saya seolah mau copot. Bagaimana tidak, ditengah saya kehabisan harapan, saya melihat istri saya kembali pulih.' Katanya bapak itu dengan tangis haru bercampur bahagia tidak bisa dibendung lagi. Beliau menangis, memanjatkan puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan kesembuhan total terhadap istrinya. 'Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah.' tutur beliau, air matanya mengalir, perih hatinya telah berubah bahagia malam itu di Rumah Amalia.

Jumat, 25 Februari 2011

♥ Seindah Mutiara.. ♥

Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu.Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang. (Al Ahzab.59).

Seindah Mutiara..Itulah WANITA
Siapa lah yang tak tau mutiara…

Ia,yang begitu indah..begitu anggun dengan kesempurnaannya…

Membuat siapa saja ingin memiliki…

Seseorang harus menyelam sampai dasar lautan hanya untuk mendapatkannya…

Ia,yang tersimpan begitu rapat dalam cangkang kerasnya…

Membuat siapa saja juga harus berusaha keras,hanya untuk membuatnya menampakkan wajahnya…

Ia,sangat berharga….

Karena sebelumnya..tak pernah ada yang menjamahnya…

Ia,begitu suci,terlindungi…dan hanya oleh tangan yang tepat saja ia mau membuka cangkang kerasnya, kemudian menampakkan indah kemilaunya…

Ia,tak ada seorangpun yang pernah melihatnya…tanpa seizinnya…

Tak sembarang orang boleh menyentuhnya,melihatpun tidak….!apalagi…memiliki…

Karena Ia…terlalu indah…terlalu suci….

Hanya seseorang yang punya kesungguhan hati yang boleh menyentuhnya…

Hanya seseorang yang telah terpilih saja yang boleh melihatnya…..

Ya…karena ia begitu berharga….karena ia mutiara….

Bukan kerikil di sepanjang jalan,yang bisa ditemui oleh siapa saja…

Bukan pula sayur kangkung,genjer dll di pasar,yang diobral murah,tanpa plastik…yang sudah tentu telah terjamah siapa saja yang baru akan membelinya….

Betapa…

Lebih indah menjadi mutiara….

Indahnya,pesonanya…

Tak lantas membuat orang lain semena-mena memperlakukannya…

Karena ia punya harga….

Yang tak kan terbeli dengan harta….

Harga itu bernama….iman…keshalihan….juga cinta….

Indahnya jadi mutiara…..

Andai saja…..

Semua wanita mengerti….memahami….

Bahwa mereka begitu berarti…..begitu indah….

Seindah mutiara…..

♥ MERENUNGI 3 KALENG COCA-COLA ♥

Ada 3 kaleng coca cola, ketiga kaleng tersebut diproduksi di pabrik yang sama. Ketika tiba harinya, sebuah truk datang ke pabrik, mengangkut kaleng-kaleng coca cola dan menuju ke tempat yang berbeda untuk pendistribusian.
 
Pemberhentian pertama adalah supermaket lokal. Kaleng coca cola pertama di turunkan disini. Kaleng itu dipajang di rak bersama dengan kaleng coca cola lainnya dan diberi harga Rp. 4.000.
 
Pemberhentian kedua adalah pusat perbelanjaan besar. Di sana , kaleng kedua diturunkan. Kaleng tersebut ditempatkan di dalam kulkas supaya dingin dan dijual dengan harga Rp. 7.500.

Pemberhentian terakhir adalah hotel bintang 5 yang sangat mewah. Kaleng coca cola ketiga diturunkan di sana. Kaleng ini tidak ditempatkan di rak atau di dalam kulkas. Kaleng ini hanya akan dikeluarkan jika ada pesanan dari pelanggan. Dan ketika ada yang pesan, kaleng ini dikeluarkan bersama dengan gelas kristal berisi batu es. Semua disajikan di atas baki dan pelayan hotel akan membuka kaleng coca cola itu, menuangkannya ke dalam gelas dan dengan sopan menyajikannya ke pelanggan. Harganya Rp. 60.000.

Sekarang, pertanyaannya adalah :

Mengapa ketiga kaleng coca cola tersebut memiliki harga yang berbeda padahal diproduksi dari pabrik yang sama, diantar dengan truk yang sama dan bahkan mereka memiliki rasa yang sama.

Lingkungan Anda mencerminkan harga Anda.

Lingkungan berbicara tentang RELATIONSHIP.

Apabila Anda berada dilingkungan yang bisa mengeluarkan terbaik dari diri Anda, maka Anda akan menjadi cemerlang. Tapi bila Anda berada dilingkungan yang meng-kerdil- kan diri Anda, maka Anda akan menjadi kerdil.

(Orang yang sama, bakat yang sama, kemampuan yang sama) + lingkungan yang berbeda = NILAI YANG BERBEDA..!!

Barakallah fiikum...

♥ Install Cinta ♥

mungkin ukhti/akhi semua sudah membaca artikel ini, namun tidak ada salahnya kita mengingatnya kembali ..
hehe. semoga bermanfaat yah :)


Customer Service ( CS ) : Ya, ada yang bisa saya bantu?

Pelanggan ( P ) : Baik, setelah saya pertimbangkan , saya ingin menginstall cinta kasih. Bisakah anda membantu saya menyelesaikan prosesnya?

CS : Ya, saya dapat membantu anda. Anda siap melakukannya?

P : Baik, saya tidak mengerti secara teknis tetapi saya siap untuk menginstallnya sekarang. Apa yang harus saya lakukan dulu?

CS : Langkah pertama adalah membuka HATI anda. Tahukah anda dimana HATI anda?

P : Ya, tapi ada banyak program yang masih aktif. Apakah saya masih dapat menginstalnya sementara program-program tersebut aktif?

CS : Program apa saja yang sedang aktif?


P : Sebentar saya lihat dulu, program yang sedang aktif adalah SAKITHATI.EXE ,MINDER.EXE ,DENDAM.EXE dan BENCI.COM.

CS : Tidak apa-apa. CINTA-KASIH akan menghapus SAKITHATI.EXE dari system operasi anda. Program tersebut akan tetap ada dalam memori anda, tetapi tidak lama karena tertimpa program-program lain. CINTA-KASIH akan menimpa MINDER.EXE dengan modul yang disebut PERCAYADIRI.EXE. Tetapi anda harus mematikan BENCI.COM dan DENDAM.EXE. program tersebut akan menyebabkan CINTA-KASIH tidak terinstal secara sempurna. Dapatkah anda mematikannya?

P : Saya tidak tahu cara mematikannya. Dapatkah anda membantu saya?

CS : Dengan senang hati. Gunakan Start menu dan aktifkan MEMAAFKAN.EXE. Aktifkan program ini sesering mungkin sampai BENCI.COM dan DENDAM.EXE terhapus

P : OK, sudah. CINTA-KASIH mulai terinstal secara otomatis. Apakah ini wajar?

CS : Ya, anda akan menerima pesan bahwa CINTA-KASIH akan terus diinstal kembali dalam HATI anda. Apakah anda melihat pesan tersebut?

P : Ya, apakah sudah selesai terinstal?

CS : Ya, tapi ingat bahwa anda hany punya program dasarnya saja. Anda perlu memghubungkan HATI lain untuk mengupgradenya.

P : Oops. Saya mendapat pesan error. Apa yang harus saya lakukan?

CS : Apa pesannya?

P : ERROR 412 – PROGRAM NOT RUN ON INTERNAL COMPONENT”.
Apa artinya?

CS : Jangan khawatir, itu masalah biasa. Artinya, program CINTA-KASIH diset untuk aktif di HATI eksternal tetapi belum bisa aktif di HATI internal anda. Ini adalah salah satu kerumitan pemrograman. Tetapi dalam istilah non-teknis ini berarti anda harus men-“CINTA-KASIH”-I mesin anda sebelum anda men-“CINTA-KASIH”-i orang lain.

P : Lalu apa yang harus saya lakukan?

CS : Dapatkan anda klik pulldown direktori yang disebut “PASRAH”?

P : Ya, sudah.

CS : Bagus. Pilih file-file berikut dan salin ke direktori “MYHEART” MEMAAFKAN-DIRI-SENDIRI.DOC dan MENYADARI KEKURANGAN.TXT. sistem akan menimpa file-file konflik dan mulai memperbaiki program-program yang salah. Anda juga perlu mengosongkan Recycle Bin untuk memastikan program-program yang salah tidak muncul kembali.

P : Sudah. Hei! HATI saya terisi file-file baru. SENYUM.MPG aktif di monitor saya dan menandakan bahwa DAMAI.EXE dan KEPUASAN.COM dikopi ke HATI. Apakah ini wajar?

CS : Kadang-kadang. Orang lain mungkin perlu waktu untuk mendownloadnya. Jadi, CINTA-KASIH telah terindtal dan aktif. Anda harusmenanganinya dari sini. Ada satu hal lagi yang penting.

P : Apa?

CS : CINTA-KASIH adalah freeware. Pastikan untuk memberikannya kepada orang lain yang anda temui. Mereka akan share ke orang lain dan seterusnya sampai anda akan menerimanya kembali.

Mungkin sebagian dari anda sudah pernah membaca cerita itu, yuph saya memang mengambil ini dari buku karangan Burhan Sodiq yang berjudul “Ya Allah, aku jatuh cinta”. Semoga kalian dapat memahami makna yang terkandung didalam cerita tersebut dan anda dapat memperolah manfaat dari makna tersebut.

Kamis, 24 Februari 2011

Air Mata Yang Tak Tertahankan

Siapa yang bisa menahan air mata bila suami yang sangat disayangi meninggalkan dirinya dan anak2nya untuk selamanya justru ditengah kebahagiaan. Itulah yang terjadi pada seorang Ibu yang dengan tulus merawat suami dan anak-anak yang dicintainya setulus hati. Ketika suami sedang sakit, suaminya tetap memilih untuk tinggal di rumah daripada rawat inap di Rumah Sakit namun tetap rajin melakukan check up dan pemeriksaan kesehatannya pada dokter ahli. Ada sesuatu yang mengganjal relung hatinya. Setiap pergi keluar rumah, dirinya selalu bergetar. Membayangkan, jangan-jangan suaminya telah tiada. Buru-buru ia menghapus bayangan itu. Tetapi pikiran itu senantisa hadir dan hinggap di dalam benaknya.

Sudah selama sebulan suaminya tinggal dirumah. Ketika dirinya mengantar suami check up, tubuh suami menjadi membaik. Ia dan anak-anak bersyukur hal ini pertanda ayahnya sudah mulai pulih sehat. Namun dokter menyarankan agar suami menjaga berat tubuhnya agar jangan sampai menurun. Tak lama kemudian suaminya sudah bisa berlari pagi sehingga ia dan anak-anak juga menemani berlari pagi. Dokter yang menangani suaminya terheran-heran, kata dokter ini sebuah keajaiban. Ia bertambah rajin memanjatkan doa. Baginya, hanya doa yang dapat mengubah yang buruk menjadi baik. yang salah menjadi benar. Karena suaminya sudah pulih, beliau kembali aktif mengajar dan aktifitasnya sebagai pengurus masjid. Baru aktif mengajar tiga hari suaminya mengajak pergi ke pesantren dimana beliau dulu pernah belajar. Bersama keluarga pergi dengan mengendarai mobil. Lantas ia dan anak-anak memenuhi permintaan suami. Sepanjang jalan suaminya terlihat gembira. Apa lagi sesampainya pondok pesantren di Jawa Timur, disambut hangat oleh keluarga besar pondok. Kebahagiaan suaminya terpancar dari wajahnya. Sepulang dari pondok pesantren, kesehatannya kembali menurun. apakah ini tanda kepergiannya? ah.. ia tepis semua pikiran yang membuatnya dan anak-anak bisa menjadi bersedih. Tetapi ia selalu mempersiapkan diri untuk semuanya dan ia mengajarkan kepada anak-anak bahwa hidup mati kita adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Ia mengajak anak-anak untuk ikhlas menerima apapun yang sudah menjadi kehendakNya.

Akhirnya Sang Khaliq memanggil sang suami untuk selamanya. 'Saya mencoba untuk tabah menghadapi kepergiannya. tetapi begitu saya melihat semua orang berkumpul dirumah menyambut jenazahnya, hati saya bagai teriris.' tutur beliau penuh dengan cucuran air mata malam itu di Rumah Amalia. 'Sayapun tak sanggup melihatnya, Ketika itu saya menyadari bahwa saya tidak hidup sendiri. betapa berartinya suami saya. Saya teringat pesan suami saya yang terakhir, 'Bersandarlah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hanya kepadaNyalah kita bergantung dan hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan.' lanjutnya. Kedukaan yang teramat dalam, pesan terakhir dari suaminya tercinta justru memberikan motivasi agar menguatkan keimanan dan ketaqwaanNya kepada Allah. Subhanallah.

'Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, mereka tidak ditimpa sesuatu bencana & mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.' (QS. ali Imran : 173-174).

Rabu, 23 Februari 2011

Hati Yang Tersayat

Hati siapa yang tidak tersayat perih bila pasangan hidupnya berubah. Suaminya bekerja sebagai kontraktor dengan berbagai fasilitas dinikmatinya. Mobil, rumah semuanya tersedia. Namun semua menjadi terasa kering karena begitu pulang kerja suami langsung tidur. Pasangan hidupnya tidak memiliki rasa humor, lebih suka jalan ke mall bersama teman2nya daripada dengan anak & istrinya. Terkadang hal itulah yang membuat sang istri menjadi sakit hati. Begitulah yang dituturkan seorang Ibu bersama yang buah hatinya di Rumah Amalia.

Dalam soal keuangan suami juga sangat tertutup, dirinya tahu bahwa penghasilannya besar tetapi sebagian besar selalu suami pegang sendiri dan tidak pernah tahu berapa uang yang dipegangnya, Padahal dirinya tahu sering melihat dompet suami yang penuh uang. kalau ditanya selalu saja dijawab bahwa itu uang kantor, baru setelah uang itu habis suami bercerita. Biasanya bila saudara datang tanpa sepengetahuan dirinya, suami memberikan uang kepada saudara-saudaranya. Dia sendiri tahu setelah saudaranya itu yang mengatakan. Menurut ukuran dirinya uang itu cukuplah besar. Sementara bila dirumah suami lebih memilih banyak diam, tidak banyak bicara. Tak pernah ramah bila ada keluarga atau orang tua istri yang datang namun ramah bila ada saudara atau keluarganya sendiri.

Tiga kali dirinya sebagai istri mengetahui suaminya menelpon seorang perempuan ke hapenya. Bicaranya mesra sekali. Dirinya juga sering menemukan SMS dari perempuan. Sampai kemudian hal itu menjadi keributan di dalam rumah tangganya. Suaminya marah karena hapenya suka dibuka oleh istri. Sekarang suami malah kalo dirumah hapenya dimatikan. Apalagi sikapnya lebih sering cuekin & terasa dingin ketika berkumpul bersama anak & istrinya. Padahal waktu sebelum menikah, suamilah yang mengejar-ngejar dirinya. 'Apa yang harus saya lakukan Mas Agus Syafii? Kenapa Allah memberikan cobaan yang begitu berat kepada rumah tangga kami?

Kemudian saya menjelaskan kepada beliau bahwa sesungguhnya cara pandang terhadap permasalahan seringkali tidak obyektif, kita sering memilih dan memilah masalah, mana yang kita suka. Padahal itu bukanlah masalah utamanya. Yang terjadi masalah semakin rumit karena ini menyangkut soal perasaan, cinta, dan hubungan suami istri. Mengapa persoalan menjadi ruwet & rumit? Karena hubungan suami istri di dalamnya terdapat harapan, cinta, kerinduan, ketakutan, depresi, kecemasan, kekecewaan, bila ekspektasi yang terlalu berlebihan tapi kenyataan sehari-hari berbeda dari apa yang diharapkan. Tidak ada suami yang sempurnah & tidak ada istri yang sempurna, bila cara memandang pasangan hidup sudah terlanjur buruk maka apapun yang dikerjakan sudah tidak ada yang terlihat baik & positif sehingga kecendrungan ini harus diwaspadai kalo tidak hubungan semakin memburuk & hidup keluarga semakin menderita, anak-anak akhirnya menjadi korban.

dalam penilaiannya, suami sudah tidak lagi memiliki sisi yang baik dan positif. Tidak punya humor, marah kalo ditanya, tidak ramah kepada orang tua & keluarganya, tidak mengajak jalan2, tidak royal kepada keluarganya, tak satupun ada sisi baik & positifnya bukan? Bila kita masih melihat sisi baik & positif dari pasangan hidup kita maka banyak hal yang bisa memperkokoh rumah tangga. Usahakan untuk mencari & menemukan sisi yang baik & positif pada diri suami. Bila suami tidak memiliki rasa humor maka kitalah yang menciptakan rasa humor itu, selain suasana menjadi tidak tegang, keriangan tercipta dengan humor yang kita buat, suamipun juga tertular oleh humor kita. Bila kita bertutur dengan baik yang keluar dari hati yang tulus justru memberikan kesempatan pasangan kita untuk mengeluarkan isi hatinya. Anda perlu berisiatif menciptakan suasana dimana suami berbicara, dia menjadi nyaman karena didengarkan. Untuk itu tidaklah mudah karena dibutuhkan kekuatan yang sangat besar agar bisa menjadi pendengar yang baik.

Kita mencoba dengan mengajaknya ngomong dari hati ke hati. 'Ayo Mas, cerita dong, apa yang membuat Mas kemaren diam aja.' atau 'Mas, kita enaknya ngapain ya biar nggak marahan terus?' Lontaran pertanyaan seperti menjadi pertanda bahwa kita siap menjadi pendengar yang baik. Menjadi pendengar yang baik membutuhkan latihan dan usaha yang terus menerus, kalo pasangan kita berbicara, tidak menyela, tidak memotong pembicaraan atau tidak berkomentar, 'Mas sih, nggak ngertiin aku!' Mendengarkan dan menyimak, tanpa bersikap reaktif seketika namun dikaji dilihat dari sisi yang lebih baik dan lebih positif akan membuat diri kita dan pasangan kita menjadi nyaman. Itulah langkah awal yang bisa beliau lakukan untuk memperbaiki kualitas hubungan dengan suami. Langkah selanjutnya tentu saja bagaimana ibu lebih menghargai sisi-sisi positif pada diri suami dan menciptakan suasana nyaman bagi keluarga dan anak2nya. Dan yang jauh lebih penting dari semua itu adalah kekokohan dan sadaran kepada Allah itulah menjadi pondasi bagi keluarga kita. Bila pondasinya kuat maka goncangan seberat apapun keluarga tetap akan utuh. Hanya pertolongan Allahlah yang menjadikan keluarga kita menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Mohon & berdoalah kepada Allah agar keluarga kita senantiasa diberkahi oleh Allah.

Selasa, 22 Februari 2011

Kebahagiaan Yang Terindah

Kebahagiaan yang amat besar dirasakannya dalam kehidupan rumah tangga. Kasih sayang yang tak ternilai dan perhatian satu sama lain dalam keluarga membuat ia merasa dunia ini miliknya dan tak akan berakhir. Ketika kematian istrinya secara tiba-tiba membuat ia terkejut, shock, stress, tak percaya bahwa hal itu terjadi. Mencoba tawar menawar dan tidak berhasil malah membuatnya tertekan. Depresi, putus asa, akhirnya menerima dengan terpaksa.

Sampai pada suatu hari kedatangannya di Rumah Amalia, melalui doa, renungan dan muhasabah. Ia menyadari bahwa penderitaannya belum seberapa dibanding dengan begitu banyak orang lain yang jauh lebih menderita. Ia tergugah hatinya melihat begitu banyak orang yang menemukan Allah, menyerahkan dirinya kepada Allah dengan melalui begitu banyak cobaan di dalam hidup mereka.

Akhirnya ia bertekad mengubah hidupnya menjadi sebuah keberserahan kepada Allah. Ia menemukan dirinya dengan keadaanya dan berusaha dengan tulus membantu anak-anak & siapapun yang membutuhkan pertolongan di Rumah Amalia. 'Mas Agus, saya merasakan begitu dekat dengan Allah justru ditengah hati saya terpuruk, penuh luka. Ternyata banyak orang yang lebih menderita daripada saya dan saya bisa membantu mereka. Hati saya terasa begitu sejuk, Ya Allah' tuturnya di Rumah Amalia. Air matanya mengalir tanpa disadarinya. Berkali-kali terucap syukur 'alhamdulillah'. Kebahagiaan itu hadir dengan begitu sangat indahnya disaat dirinya benar-benar berserah diri kepada Allah.

Senin, 21 Februari 2011

Diguncang Derita

Kehidupan adalah misteri. Banyak hal tidak pernah dimengerti bagaimana setiap peristiwa & kejadian bisa menimpa diseseorang secara tiba-tiba tanpa diduga ataupun disadarinya. Hidup bagai diguncang derita, guncangan itu telah mengoyak hatinya. Itulah yang terjadi pada seorang ibu separuh baya, perempuan yang begitu tegar dalam hidupnya. Pernikahannya mengalami kegagalan. Hatinya menjadi gundah, air matanya mengalir dengan penuh kepasrahan. Walau hanya dengan 'kaki sebelah' dirinya sanggup untuk bekerja keras memenuhi kebutuhan ketiga anaknya. perlahan semuanya membaik, Anak-anaknya bangkit. Sampai kemudian mendapatkan promosi jabatan diperusahaan tempatnya bekerja. Beliau dipercaya untuk menduduki jabatan yang lumayan diperusahaannya.

Tak lama guncangan derita berikutnya tiba, ketika dirinya diharuskan berhadapan dengan pengadilan karena urusan sengketa. Sekuat apapun sebagai seorang perempuan. Dalam kesendiriannya merenungi kepahitan hidup yang bertubi-tubi. Beliau menyadari sejak lama sudah lama menjauhkan diri dari Allah. Nikmat yang begitu melimpah hampir tidak pernah disyukurinya karena sebagai bentuk protes kepada Allah atas kepahitan yang dialaminya. Sholat Fardhu yang dulu senantiasa dikerjakan sudah lama ditinggalkan. Kepahitan, kecewa, marah telah membuat hidupnya menjadi hampa & kehilangan makna. Malam itu di Rumah Amalia beliau berniat untuk bershodaqoh agar urusan sengketanya dipengadilan segera selesai.

Sampai kemudian keputusan pengadilan menyatakan dirinya menang, banyak teman-temannya yang terheran bagaimana mungkin dirinya bisa menang dipengadilan? 'hanya Allah yang Maha Mengatur semuanya.' begitu jawabnya. 'Saya rasakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala sangat sayang kepada kami sekeluarga, ketika kami jauh dari Allah karena musibah datang bertubi-tubi, Ternyata Allah masih menyayangi & melindungi kami. 'Alhamdulillah, terima kasih ya Allah.' ucapnya dengan penuh rasa syukur.

'Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, mereka tidak ditimpa sesuatu bencana & mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.' (QS. ali Imran : 173-174).

Minggu, 20 Februari 2011

Kesabaran Menghadapi Problem Keluarga

Ditengah usia perkawinannya terbilang muda, baru berusia tiga tahun dan memiliki bayi mungil, dirinya sudah merasakan kesulitan dalam berkomunikasi dengan sang istri. Seorang teman di Rumah Amalia, dia mengatakan bahwa setiap kali berbincang dengan istri selalu saja berakhir dengan pertengkaran. Kesulitan itu terjadi sejak usia perkawinan menginjak enam bulan pertama, disaat istri sedang hamil muda. Pada bersamaan dia juga mendapatkan promosi jabatan di kantornya. Konsekwensi dari promosi jabatan menyebabkan banyak hal harus dikerjakan, pulang larut malam, perjalanan tugas kantor secara rutin. Semua itu menyebabkan pertengkaran sering karena istri merasa tidak lagi mendapatkan perhatiannya.

Bahkan pernah sang istri mencoba untuk bunuh diri, sejak peristiwa itu dia selalu mengalah & khawatir bila istri melakukan perbuatan nekad yang dilarang oleh agama. Sampai dia harus meminta izin kepada atasannya untuk mengurangi tugas keluar kota dan lebih mengutamakan untuk mengantar istri atau menjemput dari kantornya. Namun upaya yang dilakukan menjadi terasa sia-sia, ternyata istri semakin menunjukkan sikap yang berlebihan, takut ditinggal bahkan istrinya menjadi mudah sekali untuk mengungkit kembali permasalahan yang telah lalu. Pertengkaran inilah yang membuat dirinya menjadi marah. Sampai tidak tahu apa yang harus dilakukan. 'Mas Agus Syafii, saya sudah lelah dengan kehidupan. Apa yang harus saya lakukan agar istri merubah sikapnya & komunikasi bisa menjadi lebih baik? Tuturnya sore itu pada saya di Rumah Amalia.

Saya kemudian menjelaskan padanya bahwa tekanan hidup seperti di kota Jakarta, dari pagi ketika di jalan raya sudah berhadapan dengan kemacetan, tentunya sangat melelahkan, juga pekerjaan dengan berbagai tekanan sekaligus tanggungjawab di dalam rumah tangga. Tekanan seperti ini yang terjadi terus menerus bukan hanya melelahkan juga sekaligus kita tidak mampu untuk berpikir jernih. dalam melihat persoalan. Suatu keadaan kita seperti berputar-putar di gang buntu. Proses transisi dari cuman berdua, kemudian memiliki bayi mungil ditambah dengan karier yang cemerlang dibutuhkan penyesuaian. Bukan hanya suami yang harus menyesuaikan namun juga istri mesti menyesuaikan diri. Dalam masa transmisi inilah terjadilah kesulitan komunikasi. Kesulitan komunikasi semakin membesar karena memang tidak pernah mempersiapkan diri untuk melewati perubahan ini.

Perkawinan pada dasarnya ada tiga fase, fase pairing, parenting & partnering. Fase pairing tantangannya mengenal pasangan yang dihadapkan dengan mengejar karier. Dalam rumah tangganya fase pairing belum berlalu tapi sudah memasuki Fase parenting yaitu menjadi orang tua karena sudah memiliki sang buah hati. Seiring waktu pertumbuhan anak, dirinya dan istri dibutuhkan kondisi partnering dalam pengasuhan. Jadi, saya menyarankan padanya sebaiknya yang dilakukan adalah memantapkan pasa awal sebuah perkawinan yaitu pairing dengan mengenal istrinya, jangan pernah bosan untuk juga mengajak istri untuk lebih mengenal dirinya. Melakukan aktifitas ibadah dengan sholat berjamaah di dalam keluarga menjadi upaya untuk mencairkan komunikasi yang beku. Selesai sholat berjamaah kemudian belajar membaca al-quran bersama menjadi keluarga indah & bahagia. Lakukanlah dengan sabar, bahwa dirinya juga harus memahami istri yang juga sedang dalam kondisi tertekan sama seperti dia. Dalam perannya sebagai istri sekaligus ibu tentunya sangatlah tidaklah mudah. Perkawinan merupakan proses belajar yang tidak pernah berhenti. Sebuah perkawinan kita diberikan kesempatan untuk belajar menjadi matang & mendewasakan, pasangan hidup kita merupakan cermin yang terbaik dalam membantu kita untuk tumbuh & berkembang.

'Hai orang2 yang beriman, mintalah pertolongan (kpd Allah) dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah bersama orang2 yang sabar.' (QS. al- Baqarah : 153).

PERSAHABATAN DAN CINTA

Adakah persahabatan kita seperti sinar mentari sendu yang selalu hadir setelah hujan, hingga melukis warna-warni pelangi
Indah……………………………..
Jika aku memerlukan nasehatmu kau mendengarkan tanpa memotong pembicaraanku, lalu kau memberi solusi walau hanya satu jeda.
Sudah semestinya jika kau memerlukan nasehatku, aku akan mendengarkan tanpa memotong gerak lidahmu, lalu aku memberi solusi yang aku mampu, walau hanya sepenggal makna.
Indah……………………………..

Adakah persahabatan kita membuat tempat yang nyaman untuk bersembunyi, hingga menyelimuti disaat gundah menggigil.
Indah……………………………..
Jika aku memerlukan sandaran, kau merelakan tanganmu terbuka tanpa mengharap kepalanku, lalu kau memberi kenyamanan walau hanya satu helai.

Sudah semestinya jika kau memerlukan tempat bersandar, aku rela bahuku menanggung beban tanpa memohon apapun, lalu aku melantunkan nyanyian yang kau suka, walau terngiang sumbang.
Indah………………………….....

Adakah persahabatan kita memiliki bahasa hati yang hanya dapat disentuh dengan hati.
Janganlah kau berharap Cinta dan Kasih Sayang bila kau tak menanamnya.


Dan janganlah pernah berniat, bila kau sakit hati membalasnya dengan keburukan karena engkaulah terlebih dahulu yang akan merasakan sakitnya.

Lihatlah sejenak sebuah pohon yang rindang dengan buahnya yang ranum di seberangmu, bila kau lempari ia dengan batu, ia akan membalasnya dengan buah
Begitulah! Bila kau lempari aku dengan suasana tak ramah, aku akan membalasnya dengan senyum



Lalu jangan pernah menyentuh hidupku bila kau hanya akan menghancurkan perasaan.
Bersusah payah menundukkanku dengan berbagai cara
Kala rebahku tlah berlabuh dan terdampar, lalu kau abaikan
Dan jangan pernah menatap mataku lebih jauh jika semua yang kau lakukan adalah menipu, hingga tiba dalam satu hal yang paling kejam, membiarkan cinta itu terjadi dan tak terbalas……….
Layaknya sebuah KEMATIAN YANG TERTUNDA.
Lalu, mengutuk Cinta yang sebenarnya indah dan melontarkan pertanyaan syetan
“Kenapa Neraka terbuat dari api, bukankah cinta selain membakar jiwa, akan merobek dan meluluhlantakkan seisi hati hingga binasa!”
Astagfirulloh al’adzim

Saudaraku!!!

Kemarahan hanyalah satu kata yang dekat dengan bahaya.
Tanamkan berbagai pikiran positif
Buah pikiran yang besar membicarakan ide-ide
Buah pikiran yang sedang membicarakan peristiwa-peristiwa
Dan Buah pikiran yang kerdil membicarakan orang-orang.

Lumrah!
Dalam sebuah persahabatan terkadang berakhir dengan Cinta
Dan dalam sebuah percintaan tak selamanya berakhir dengan dengan persahabatan
Satu hal yang pasti!
Bila dihayati dalam setiap persahabatan dan percintaan selalu ada satu kenangan indah dan beberapa duka.
Mereka yang kehilangan uang, kehilangan banyak
Mereka yang kehilangan seorang sahabat, kehilangan lebih banyak
Dan mereka yang kehilangan keyakinan diri dan cinta, kehilangan segalanya.

Pleaze Smile dengan Luapan Kasih Sayang Sahabat!!!!

~ Bilik Sastra~

APAKAH ALLAH MENCIPTAKAN KEJAHATAN ???

Suatu hari, Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Lalu Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".

"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi. "Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?".

"Tentu saja," jawab si Profesor,

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"

Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."

Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda SALAH, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih sayang Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."

Profesor itu pun terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Mari sahabat, jadilah manusia yang positif dan Raihlah kasih sayang Allah untuk hidup lebih berkah. Tetaplah bersyukur dengan apa yang sudah dimiliki. Allah selalu bersama kita, Belajarlah bersandar pada-Nya.

Anonymous

Bukan Permata Biasa ( Mukjizat Cinta Istri)


Di Madinah ada seorang wanita cantik shalihah lagi bertakwa. Bila malam mulai merayap menuju tengahnya, ia senantiasa bangkit dari tidurnya untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah. Tidak peduli waktu itu musim panas ataupun musim dingin, karena disitulah letak kebahagiaan dan ketentramannya. Yakni pada saat dia khusyu’ berdoa, merendah diri kepada sang Pencipta, dan berpasrah akan hidup dan matinya hanya kepada-Nya.
Dia juga amat rajin berpuasa, meski sedang bepergian. Wajahnya yang cantik makin bersinar oleh cahaya iman dan ketulusan hatinya.
Suatu hari datanglah seorang lelaki untuk meminangnya, konon ia termasuk lelaki yang taat dalam beribadah. Setelah shalat istiharah akhirnya ia menerima pinangan tersebut. Sebagaimana adat kebiasaan setempat, upacara pernikahan dimulai pukul dua belas malam hingga adzan subuh. Namun wanita itu justru meminta selesai akad nikah jam dua belas tepat, ia harus berada di rumah suaminya. Hanya ibunya yang mengetahui rahasia itu. Semua orang ta’jub.

Pihak keluarganya sendiri berusaha membujuk wanita itu agar merubah pendiriannya, namun wanita itu tetap pada keinginannya, bahkan ia bersikeras akan membatalkan pernikahan tersebut jika persyaratannya ditolak. Akhirnya walau dengan bersungut pihak keluarga pria menyetujui permintaan sang gadis.

Waktu terus berlalu, tibalah saat yang dinantikan oleh kedua mempelai. Saat yang penuh arti dan mendebarkan bagi siapapun yang akan memulai hidup baru. Saat itu pukul sembilan malam. Doa ‘Barakallahu laka wa baaraka alaika wa jama’a bainakuma fii khairin’ mengalir dari para undangan buat sepasang pengantin baru. Pengantin wanita terlihat begitu cantik. Saat sang suami menemui terpancarlah cahaya dan sinar wudhu dari wajahnya. Duhai wanita yang lebih cantik dari rembulan, sungguh beruntung wahai engkau lelaki, mendapatkan seorang istri yang demikian suci, beriman dan shalihah.

Jam mulai mendekati angka dua belas, sesuai perjanjian saat sang suami akan membawa istri ke rumahnya. Sang suami memegang tangan istrinya sambil berkendara, diiringi ragam perasaan yang bercampur baur menuju rumah baru harapan mereka. Terutama harapan sang istri untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah.

Setibanya disana, sang istri meminta ijin suaminya untuk memasuki kamar mereka. Kamar yang ia rindukan untuk membangung mimpi-mimpinya. Dimana di kamar itu ibadah akan ditegakkan dan menjadi tempat dimana ia dan suaminya melaksanakan shalat dan ibadah secara bersama-sama. Pandangannya menyisir seluruh ruangan. Tersenyum diiringi pandangan sang suami mengawasi dirinya.

Senyumnya seketika memudar, hatinya begitu tercekat, bola matanya yang bening tertumbuk pada sebatang mandolin yang tergeletak di sudut kamar. Wanita itu nyaris tak percaya. Ini nyatakah atau hanya fatamorgana? Ya Allah, itu nyanyian? Oh bukan, itu adalah alat musik. Pikirannya tiba-tiba menjadi kacau. Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran ucapan orang tentang lelaki yang kini telah menjadi suaminya.

Oh…segala angan-angannya menjadi hampa, sungguh ia amat terluka. Hampir saja air matanya tumpah. Ia berulang kali mengucap istighfar, Alhamdulillah ‘ala kulli halin. “Ya bagaimanapun yang dihadapi alhamdulillah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala kegaiban.”
Ia menatap suaminya dengan wajah merah karena rasa malu dan sedih, serta setumpuk rasa kekhawatiran menyelubung. “Ya Allah, aku harus kuat dan tabah, sikap baik kepada suami adalah jalan hidupku.” Kata wanita itu lirih di lubuk hatinya. Wanita itu berharap, Allah akan memberikan hidayah kepada suaminya melalui tangannya.

Mereka mulai terlibat perbincangan, meski masih dibaluti rasa enggan, malu bercampur bahagia. Waktu terus berlalu hingga malam hampir habis. Sang suami bak tersihir oleh pesona kecantikan sang istri. Ia bergumam dalam hati, “Saat ia sudah berganti pakaian, sungguh kecantikannya semakin berkilau. Tak pernah kubayangkan ada wanita secantik ini di dunia ini.” Saat tiba sepertiga malam terakhir, Allah ta’ala mengirimkan rasa kantuk pada suaminya. Dia tak mampu lagi bertahan, akhirnya ia pun tertidur lelap. Hembusan nafasnya begitu teratur. Sang istri segera menyelimutinya dengan selimut tebal, lalu mengecup keningnya dengan lembut. Setelah itu ia segera terdorong rasa rindu kepada mushalla-nya dan bergegas menuju tempat ibadahnya dengan hati melayang.

Sang suami menuturkan, “Entah kenapa aku begitu mengantuk, padahal sebelumnya aku betul-betul ingin begadang. Belum pernah aku tertidur sepulas ini. Sampai akhirnya aku mendapati istriku tidak lagi disampingku. Aku bangkit dengan mata masih mengantuk untuk mencari istriku. Mungkin ia malu sehingga memilih tidur di kamar lain. Aku segera membuka pintu kamar sebelah. Gelap, sepi tak ada suara sama sekali. Aku berjalan perlahan khawatir membangunkannya. Kulihat wajah bersinar di tengah kegelapan, keindahan yang ajaib dan menggetarkan jiwaku. Bukan keindahan fisik, karena ia tengah berada di peraduan ibadahnya. Ya Allah, sungguh ia tidak meninggalkan shalat malamnya termasuk di malam pengantin. Kupertajam penglihatanku. Ia rukuk, sujud dan membaca ayat-ayat panjang. Ia rukuk dan sujud lama sekali. Ia berdiri di hadapan Rabbnya dengan kedua tangan terangkat. Sungguh pemandangan terindah yang pernah kusaksikan. Ia amat cantik dalam kekhusyu’annya, lebih cantik dari saat memakai pakaian pengantin dan pakaian tidurnya. Sungguh kini aku betul-betul mencintainya, dengan seluruh jiwa ragaku.”

Seusai shalat ia memandang ke arah suaminya. Tangannya dengan lembut memegang tangan suaminya dan membelai rambutnya. Masya Allah, subhanallah, sungguh luar biasa wanita ini. Kecintaannya pada sang suami, tak menghilangkan kecintaannya kepada kekasih pertamanya, yakni ibadah. Ya, ibadah kepada Allah, Rabb yang menjadi kekasihnya. Hingga bulan kedepan wanita itu terus melakukan kebiasaannya, sementara sang suami menghabiskan malam-malamnya dengan begadang, memainkan alat-alat musik yang tak ubahnya begadang dan bersenang-senang. Ia membuka pintu dengan perlahan dan mendengar bacaan Al-Qur’an yang demikian syahdu menggugah hati. Dengan perlahan dan hati-hati ia memasuki kamar sebelah. Gelap dan sunyi, ia pertajam penglihatannya dan melihat istrinya tengah berdoa. Ia mendekatinya dengan lembut tapi cepat. Angin sepoi-sepoi membelai wajah sang istri. Ya Allah, perasaan laki-laki itu bagai terguyur. Apalagi saat mendengar istrinya berdoa sambil menangis. Curahan air matanya bagaikan butiran mutiara yang menghiasi wajah cantiknya.
Tubuh lelaki itu bergetar hebat, kemana selama ini ia pergi, meninggalkan istri yang penuh cinta kasih? Sungguh jauh berbeda dengan istrinya, antara jiwa yang bergelimang dosa dengan jiwa gemerlap di taman kenikmatan, di hadapan Rabbnya.

Lelaki itu menangis, air matanya tak mampu tertahan. Sesaat kemudian adzan subuh. Lelaki itu memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini, ia lantas menunaikan shalat subuh dengan kehusyuan yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya.

Inilah buah dari doa wanita shalihah yang selalu memohonkan kebaikan untuk sang suami, sang pendamping hidup.

Beberapa tahun kemudian, segala wujud pertobatan lelaki itu mengalir dalam bentuk ceramah, khutbah, dan nasihat yang tersampaikan oleh lisannya. Ya lelaki itu kini telah menjadi da’i besar di kota Madinah.
Memang benar, wanita shalihah adalah harta karun yang amat berharga dan termahal bagi seorang lelaki bertakwa. Bagi seorang suami, istri shalihah merupakan permata hidupnya yang tak ternilai dan “bukan permata biasa”. (Dari kumpulan kisah nyata, Abdur Razak bin Al Mubarak)

~Oase Imani~

::: Golongan Yang Masuk Syurga Tanpa Hisab :::



Terdapat 70,000 umat Muhammad s.a.w yang dapat masuk syurga tanpa hisab dan tiada azab. Ini bersumberkan hadis yang diriwayat Bukhari dan Muslim bersumber daripada Ibnu Abbas r.a. Muka mereka bercahaya seperti bulan purnama. Mereka adalah:

1. Ahl al-fadl (ahli kemuliaan)- orang yang menanggung kesakitan apabila diperbo-dohkan, bersabar apabila dizalimi dan memaafkan apabila dilakukan kejahatan terhadap mereka.

2. Ahli as sabr (ahli kesabaran)- bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan menghindarkan maksiat terhadap-Nya.


3. Jiran-jiran Allah- saling berziarah dalam berkasih-sayang kerana Allah, duduk dan bangun bersama-sama saudara mereka kerana Allah.
(hadis riwayat Abu Nu'aim daripada Ali bin Husain)

4. Orang yang mati dalam perjalanan ke Mekah samasa pergi atau balik
(hadis riwayat Jabir)

5. penuntut ilmu, perempuan yang taat kepada suami dan anak yang berbakti kepada ibu bapa
(hadis marfu' sumber Abu Ayyaub al-ansari)

6. Sesiapa yang berjalan kerana hendak menunaikan hajat saudaranya yang muslim sehingga tertunai hajat itu dan meniggal dalam masa tersebut.
(hadis marfu' sumber daripada Anas)

7. Sesiapa yang mengasuh kanak-kanak sehingga berupaya mengucapkan 'lailahaillallah"
(hadis sumber daripada A'isyah r.a)

8. Orang islam lelaki dan perempuan yang mati pada malam dan siang hari Jumaat
(hadis marfu' sumber daripada 'Ata')

9. Hamba yang bersabar apabila diuji dengan bala bencana pada tubuhnya dan anaknya
(hadis marfu' riwayat Hakim at-Tirmidzi)

10. Orang yang menggali perigi di tengah padang dengan penuh keimanan dan mengharapkan ganjaran Allah
(Ibn Mas'ud)

Al-Hakim dan al-Baihaqi mengeluarkan hadis yang bersumber daripada Jabir secara marfu': "Barangsiapa yang lebih kebajikannya atas kejahatannya, maka mereka itulah yang masuk ke syurga tanpa hisab, dan barang siapa yang sama kebajikannya dan kejahatannya maka mereka itulah yang dihisabkan dengan hisab yang sedikit, dan barang siapa yang kejahatannya lebih banyak, maka dialah yang diberikan syafaat setelah menerima siksaannya."

Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang dapat masuk syurga tanpa hisab dan dibentangkan suratan amal. Tajdidkan niat. Ikhlaskan diri. Biar tidak dipuji manusia. Pentingnya adalah nilaian pandangan Allah taala.

###sumber daripada buku Misteri di sebalik tiupan sangkakala saringan daripada kitab At-Tazkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah oleh Imam al-Qurtubi dan Kasyful Ghummah pada menyatakan orang mati & hal hari kiamat oleh Syeikh Daud al-Fatani yang disusun oleh Muhammad Ramzi Omar.


by : Bapak Sugianto Parjan