Pernah di Rumah Amalia seorang Ibu bertutur tentang ketulusan hati suaminya. Kehidupannya selama ini dikatakan mengalir dengan mudah. Dirinya bekerja diperusahaan swasta nasional yang bonafit dengan posisi jabatan yang cukup lumayan karena posisi inilah ia sering melakukan perjalanan keluar kota. Dalam setiap bulan bisa dua atau tiga kali penerbangan dan setiap bepergian bisa tiga hari. Praktis suami dan anak ditinggalkannya sehingga bagi suami dan anaknya tidak pernah mempermasalahkan aktifitas kerjanya. Selama lima tahun perkawinan, ia hampir tidak pernah melayani suami dengan menyediakan air putih atau teh hangat, mempersiapkan baju kerja suami namun suaminya tidak pernah memprotes, dia terbiasa menyiapkan semuanya sendiri. Kesabaran & pengertian suami inilah yang malah membuat ia semakin seenaknya. Setiap minggu senantiasa menunjukkan agenda kegiatannya yang padat dan meminta suami mengurus segala keperluan rumah tangga, pernah ia ditegur oleh suami, 'Mama kalo nyuruh ama ayah kok kayak nyuruh ama bawahan ya?'
Terkadang teguran suami dianggap sebagai usaha menghalangi kariernya. Sampai ia pernah mengatakan. 'Saya sudah terbiasa mandiri, tidak ada suami, saya juga bisa hidup sendiri.' Mendengar apa yang diucapkan istri, suaminya malah meminta maaf bila kata-kata yang diucapkannya salah. begitulah suaminya dipenuhi dengan kesabaran & pengertian. Kemudian pada suatu hari ibu itu mengalami musibah terjatuh ketika berada di kantor disaat sedang berlari, sampai tulangnya patah. Sampai dirinya segera dibawa ke Rumah Sakit. Kondisis membuatnya tidak bisa bergerak, hanya terbaring lemah. Kakinya terasa sakit yang sangat luar biasa bila digunakan untuk menggeser sedikit aja. Disaat kondisi seperti inilah ia mendapatkan tamparan atas kesombongannya selama ini. Suaminya dengan penuh kesabaran membantunya, terutama ketika BAB ditempat tidur. Sehari di rumah ia masih sombong an selalu mengeluh namun suami tidak berkata apapun. Dengan sabar sang suami memandikan, memijat punggung dan membesarkan hati istrinya.
Air mata sang ibu mengalir, saya mendengarkannya. Sementara suami duduk disampingnya dan memangku sang buah hati. Terlihat rintik hujan membasahi jalanan. DI Rumah Amalia terlihat anak-anak sedang berlarian. Ibu melanjutkan kisahnya, Pernah suatu ketika ia begitu sangat ingin buang air besar, ia memaksa pergi ke kamar mandi, suaminya melarang, malah membuatnya marah dan mengatakan bahwa suaminya tidak perlu membantu. Dengan angkuh ia merangkak ke kamar mandi dengan menahan rasa sakit berderai air mata, tiba-tba sebuah tangan merengkuh & memeluknya. Ia terkejut melihat suaminya meneteskan air mata. 'Ma, saya tidak akan pernah keberatan membantu mama sekalipun mama sudah tidak berdaya & maut menjemput sekalipun, ayah hanya berharap mama lebih sabar & ikhlas. Aku mohon ma, bersyukurlah karena hanya lutut yang cidera.' Suaminya kemudian menggendongnya ke tempat tidur, mengambil pispot dan membantu BAB tanpa jijik. Sang istri menangis dan memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, 'Ya Allah, ampunilah hambaMu ini yang tidak pernah mensyukuri apa yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, Engkau berikan suami yang sabar & penuh pengertian serta anak yang lucu.'
Disaat itulah ia menangis dibahu suaminya. 'Yah, maafkan mama ya..Bantu mama menjadi istri & ibu yang baik.' Sejak peristiwa itu telah membuat mata beliau terbuka betapa hati seorang suami betapa hangat penuh kasih sayang dan ikhlas. Anaknya yang masih kecil juga sudah mengerti apa yang sedang terjadi. Segera memeluk dan menciumi pipi mamanya. Ujian & cobaan yang telah dilalui menyadarkan betapa Allah Maha Besar telah menganugerahkan kebahagiaan untuk dirinya, suami dan sang buah hatinya. Tiada henti sang ibu memanjatkan puji syukur kehadirat Allah karena telah diberikan suami yang penuh pengertian & anaknya yang manis serta lucu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar