Angin berhembus menusuk tulang. Air mata itu mengalir tiada henti. Sosok perempuan yang tak mampu menyembunyikan kesedihannya ketika badai itu datang menghempasnya. Suara anak-anak Amalia yang sedang melantunkan ayat suci al-Quran terasa merdu, mengobati hati yang sedang terluka. Sekian lama dalam penuturannya berkisah tentang perjalanan hidupnya.
Awalnya pernikahannya dengan laki-laki yang jauh lebih tua membuat ketakutan menjadi 'single parent' menghantui dirinya sejak lama. Mempersiapkan diri melayani suami dengan baik, sabar, cinta dan kasih sayang membuat keluarganya terasa indah. Dirinya merasakan kasih sayang seorang suami dan ayah bagi anak-anaknya. Meski menderita darah tinggi namun kata-katanya lembuat dan tidak pernah menyakiti hati.
Sampai kemudian ketakutan itu benar-benar terjadi, serangan penyakit yang tak tertolong oleh dokter dan rumah sakit telah merenggut suaminya yang dicintainya. Semua terpukul dengan kepergiannya. Dirinya shock dan depresi. Berkali-kali jatuh pingsan. kehilangan sesuatu yang berharga di dalam hidupnya. Putus asa dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Anak-anaknya yang masih kecil begitu sedih kehilangan ayahnya. Terus menangisi kepergian sang ayah begitu menyayanginya.
Setiap hari dirinya lebih suka duduk, menangis memandangi kursi tempat dimana suaminya suka duduk dikursi itu. Setiap memandangi poto suaminya selalu saja menangis. Air matanya mengalir deras. Barang-barang dan benda kesayangannya seolah hadir seperti usapan tangannya yang lembut. Bayangannya sering melintas dihadapannya namun ketika hendak dipeluknya, bayangan itu menghilang, lenyap tak membekas. Dirinya menjerit dan anak-anak hanya duduk terheran melihat ibunya. Makan minum sudah tidak lagi berselera. Dirinya sering lemas dan tidak bergairah bekerja. Menjadi mudah marah dan membenci siapapun. Termasuk membenci dirinya sendiri.
Dalam penuturannya, perih dihati membuatnya jauh dari Allah. Enggan lagi berdoa bahkan di dalam benaknya banyak pertanyaan. 'Berdoa untuk apa? Kalo Allah Maha Baik, mengapa Allah membiarkan aku kehilangan orang yang aku cintai dengan cepat justru ketika aku masih membutuhkan kehadirannya? mengapa kebahagiaan itu begitu singkat? Bagaimana dengan anak-anak? Mengapa Allah memberikan ujian yang melebih kekuatanku? Apakah aku bersalah? Lalai memberikan menjaganya waktu itu? Mungkinkah ada kata-kata dan sikapku yang telah membuatnya sakit hati? Begitulah pertanyaan itu selalu muncul di dalam pikirannya.
Pada suatu hari anak-anaknya ke sekolah, dirinya sedang di rumah. Tidak merasakan apa-apa tersadar di ruang Unit Gawat darurat . Ketika tersadar dan mendengar tetangga bercerita ibu itu menangis sejadi-jadinya. 'Mengapa saya tidak mati saja?' tuturnnya. Beberapa hari terbaring lemah di rumah sakit, telah pulih kembali dan diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Itulah sebabnya beliau berkempatan untuk ke Rumah Amalia. Saya membantu beliau untuk berserah diri kepada Allah. Berserah diri pada Allah berarti menerima kehilangan orang yang dicintainya. Keberserahan diri kepada Allah itulah yang telah menyadarkan beliau bahwa tidaklah sepatutnya menjadi marah kepada siapapun terlebih kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang begitu sangat mencintainya dan keluarganya. Tidak pantas untuk berputus asa dan berharap kematian karena hal itu tidak menyelesaikan masalah dan tidak akan mengembalikan yang sudah tiada. Beliau menjadi tersadar akan tanggungjawab kepada anak-anaknya yang masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih besar. Anak-anak adalah bukti karunia Allah yang harus disyukuri dalam hidup ini. Anugerah Ilahi yang tidak boleh disia-siakan.
Harapan itu bersemi kembali. Kesadaran bahwa Allah masih memberikannya kesempatan hidup merupakan anugerah yang terindah yang diterimanya dan diisi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya, anak-anaknya dan sesama. Akhirnya keceriaan itu muncul kembali dengan penuh kebahagiaan. 'Ya Allah, aku mohon ampun atas dosa-dosaku yang telah meragu akan CintaMu..' tutur beliau penuh kebahagiaan bersama anak-anaknya di Rumah Amalia malam itu. Subhanallah.
Dan kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong. (QS. Az-Zumar : 54).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar