Sesuatu yang sudah lama berlansung. Sebutlah namanya Bapak Budi. Bapak Budi orang yang tidak pernah kelihatan resah dan gelisah. Kehidupannya sederhana.Ibadahnya pun tidak berlebihan, Orangnya juga tidak fanatik. (yang kelihatan di luar, tapi didalamnya hanya Allah yang tahu) .Gajinya standar sebagai seorang PNS. Dalam usia muda dia telah memiliki segalanya, Rumah, mobil , umrah dan hidup tenang.InsyaAllah sebentar lagi Naik haji. Dari perilakunya dia tidak pernah kelihatan menceritakan kejelekan orang lain. Tidak iri pada kelebihan dan jabatan orang lain. Tapi kasih sayang nya kepada orang tua patut di tiru. Setiap tahun dia melakukan Qurban untuk orang tuanya. Terkadang tidak selalu ada uang , tetapi dia tetap melakukan nya walaupun diam-diam meminjam uang. Subhanallah .... Karena dia yakin saat ini mungkin dia tidak punya uang tapi dia yakin Allah pasti memberinya rezeki. Qurban tertentu waktunya , mungkin sekarang ga ada uang tapi besok mungkin ada , begitu katanya.
Sungguh luar biasa, biasanya orang yang sudah pantas ber-Qurban pun mencari –cari alasan agar tidak melakukan Qurban. Apakah dengan mengatakan hidupnya sendiri masih kurang atau merasa masih punya banyak utang. Ketika ditanya dia hanya tersenyum dan dengan sederhana dia menjawab tanpa terlihat ujub dan bangga. Dia melakukan itu sejak masih muda , Dia berusaha melakukan Qurban untuk orang tuanya tiap Tahun. Biarlah saya nanti saja sekarang untuk orangtua saja dulu.
Lalu pada teman diskusi ini saya bertanya, (karena kami sahabat dekat, jadi sudah saling terbuka), bu kenapa ibu tidak mencoba meminjam uang ke Bank untuk uang muka rumah, daripada ngontrak terus, kan kita punya gaji, jadi bisa menyicilnya, sebagai PNS kita mungkin ga akan diberi kesempatan untuk lansung membeli rumah yang kita idamkan dengan harga Cash. (Dan pasti bisa bila Allah berkehendak) . Dengan tenang dia menjawab, Kita kan tidak tahu umur kita sampai kapan, bila dipaksakan bisa saja tapi saya tidak mau meninggalkan hutang buat suami dan anak-anak saya.
Rumah itu kewajiban suami tapi saya tidak mau memberatkan pikiran suami saya.
Benar sech itu bisa aja, tapi ya itu tadi hati saya tidak menerima. Saya hanya berdoa pada Allah , meminta pada Allah seandainya saya tidak diberi kesempatan memiliki rumah didunia saya minta Allah memberi saya rumah di Surga. Subhanallah.... Rumah yang diinginkannya jauh lebih mahal dan lebih sulit untuk menjangkaunya, perlu perjuangan yang benar-benar ikhlas.
Dan apakah memang sebenarnya seperti itu? Benarkah dia tidak sanggup membeli rumah yang dibutuhkannya saat ini (menurut kita). Jabatannya sebagai bendahara banyak memberi peluang mendapatkan kemudahan bila dia mau. Namun kesempatan itu tidak dimanfaatkannya. Karena dia bukanlah tipe orang yang memanfaatkan kesempatan. Bukan orang yang aji mumpung. Jabatan yang memberi banyak kemudahan padanya dia gunakan untuk membantu banyak orang. Membantu orang-orang yang kesulitan dengan memberikan kemudahan. Bila ada yang mengeluhkan kesulitan keuangan padanya, InsyaAllah mereka tidak akan kembali dengan tangan kosong...
Disamping itu dengan gajinya , dia melakukan jauh lebih besar dari yang kita bayangkan. Setiap bulannya secara rutin dia membantu rumah Yatim Piatu dan anak-anak dhuafa. Menjadi orang tua asuh anak-anak tidak mampu, membiayai sekolah anak-anak orang yang miskin secara materi , yang telah lama dia lakukan. Dan dengan nada rendah dia berujar saya tidak akan kuat bila Allah mengambil yang ada ditangan saya dengan terpaksa ( maksudnya bila dia tidak mengeluarkan sendiri mungkin Allah akan merenggutnya apakah dalam bentuk bencana, kesusahan dll)
Kemudian dia berujar, Mungkin saya belum diberi rumah dan hidup berlebihan karena dulu ketika menerima gaji pertama saya pernah berdoa , “Ya Allah cukuplah Engkau beri hamba rezeki secukupnya saja sekedar memenuhi kebutuhanku, berilah aku kesempatan berbuat banyak untuk bisa membantu banyak orang, Jangan sampai rezeki yang engkau berikan membelengguku”
Subhanallah saya benar-benar tersadarkan oleh orang yang kelihatannya sederhana dalam penampilan tapi berpikiran cerdas. Ketika dia melakukan perbuatan membantu banyak orang ,sementara buat dia sendiri tidak dia lakukan (menurut orang awam) ternyata dia telah melakukan Investasi besar yang sungguh orang-orang besar yang sanggup memahaminya. Bukankah sebenarnya apa yang milik kita adalah apa yang kita keluarkan buat orang lain? Apa-apa yang kita sedekahkan? Apa-apa yang kita tabungkan dalam bentuk kebaikan? Mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Pada pembicaraan selanjutnya kami diskusi lagi. Sekarang apa yang akan ibu lakukan ? Dia menjawab , “Saya pengen naik haji. Tapi ga tau uangnya darimana”. Besoknya dia sudah datang dengan membawa beberapa formulir tabungan Haji. Seorang teman yang tidak mengetahui pembicaraan sebelumnya sampai matanya berkaca-kaca “Jadi kalian mau naik Haji?”. Sambil tersenyum teman saya menjawab, “ Ya saya sudah lama ingin naik Haji tapi belum tau uangnya darimana, terserah Allah sajalah, yang jelas usaha saya buka tabungan dulu” . Dan teman baru itupun bercerita tentang masalahnya, kesempitan-kesempitan yang dialaminya. Sampai terlontar pertanyaan bagaimana caranya bisa menabung, bagaimana caranya memanage keuangan sedangkan dia juga sama-sama bekerja suami istri tetapi selalu merasa kesempitan, selalu merasa kekurangan, Saya melihatmu ko enjoy banget padahal gaji kita sebagai PNS kan ga jauh beda?
Dengan nada datar teman saya bertanya kepada teman yang baru datang tersebut, ‘ apakah ibu selama ini telah mengeluarkan zakat penghasilan? Sudah mulai belajar berkurban?’
Dia menjawab , ‘Ya saya belum mengeluarkannya karena buat sendiri juga masih kurang. Berkurban juga belum karena berkurban kan hanya untuk orang yang telah cukup kebutuhannya. Kadang saya tengah bulan juga gaji sudah habis’.
Dengan sabar teman saya berkata, kalau menunggu kaya , kapan kita akan kaya? Menunggu cukup kapan kita akan merasa cukup? Sedangkan waktu terus berlalu, usia semakin bertambah, Biaya pendidikan anak semakin besar, apakah saat itu kita masih mempunyai kesempatan lagi untuk berbuat? Subhanallah orang yang selama ini mengira dia sederhana ternyata memiliki kekayaan yang tidak semua orang bisa memilikinya. Dia tidak memiliki kekayaan yang berlimpah, tapi dia memilik “Kaya Hati”. Dia tidak berinvestasi dalam bentuk rumah mewah, mobil bagus , emas yang berlebihan, Tapi dia mempunyai investasi yang jauh lebih besar “ Investasi Akhirat”. Dia memang belum mempunyai rumah di dunia ini, tapi dia mempunyai rumah-rumah Yatim yang dengannya dia berbagi kasih, membagi penghasilannya untuk orang-orang dhuafa. Dan yang lebih besar lagi Dia meminta Rumah di surga. Hanya orang-orang yang Yakin Dengan Tuhan-nya lah yang mampu berbuat demikian....
Bagi saya merekalah orang-orang sederhana yang sebenarnya cerdas, Merekalah orang-orang pilihan yang tidak banyak berkata-kata tapi lansung menerapkan dalam perbuatan. Merekalah orang –orang yang sebenarnya kaya, karena mereka memiliki ‘Kaya Hati’. Banyak orang-orang kaya harta tapi tidak diberi kesempatan untuk berbuat banyak karena selalu merasa kurang. Banyak orang kaya yang sebenarnya sudah mampu untuk malaksanakan haji tapi belum merasa terpanggil. Banyak orang yang rezekinya sudah lebih dari cukup tapi belum sanggup untuk melaksanakan Qurban. Banyak orang yang gajinya besar tapi merasa belum saatnya untuk mengeluarkan zakat . ***
“Ya Allah Ya Tuhan-ku , Aku berlindung kepada-MU dari Godaan syetan Yang Menggelincirkan”
Wallahua’lam bisshawwab
BC02102010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar