Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sahabatku rahimakumullah,
Kata orang bijak, “Cinta adalah memberi”. Oleh karenanya tidaklah heran dengan segala daya dan keterbatasannya, seseorang yang sedang jatuh cinta akan memberikan apapun yang sekiranya bakal membuat yang dicintainya senang/bahagia. Bukan balasan cinta yang diharapkan bagi seorang pecinta sejati,
meski hal itu menjadi sesuatu yang melegakannya. Bagi pecinta sejati, senyum dan kebahagiaan orang yang dicintainya itulah yang menjadi tujuannya.
meski hal itu menjadi sesuatu yang melegakannya. Bagi pecinta sejati, senyum dan kebahagiaan orang yang dicintainya itulah yang menjadi tujuannya.
Kata orang bijak yang lain,”Cinta adalah menceriakan”. Persis seperti keceriaan bunga-bunga indah di taman yang membawa kenyamanan bagi yang memandangnya. Persis seperti keceriaan rerumputan hijau di padang luas yang kehadirannya bagai kesegaran yang menghampar. Persis seperti taburan pasir di pantai yang menghantarkan kehangatan seiring tiupan angin yang menawarkan kesejukan. Dan persis seperti keelokan seluruh alam yang menghadirkan kekaguman terhadapnya.
“Cinta adalah pengorbanan”, Kata orang bijak lainnya. Persis seperti pengorbanan ‘sebatang lilin’ yang setia menerangi sekelilingnya dengan setitik nyalanya meski pada akhirnya tubuhnya lumer habis terbakar. Hingga titik terakhirnya ‘sebatang lilin’ masih berusaha menerangi manusia dari kegelapan. Persis seperti pengorbanan ‘sang mentari’, meski terkadang dikeluhkan karena sengatannya, namun senantiasa setia mengunjungi alam dan segenap makhluk dengan cahaya dan sinarnya yang kita butuhkan. Persis seperti kisah pengorbanan dalam legenda ‘Bandung Bondowoso’ yang tidak tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi, demi untuk ‘Rorojonggrang’ seorang yang begitu ia dambakan. Percis seperti pengorbanan ‘Sangkuriang’ yang tidak kalah dahsyatnya dibanding ‘Bandung Bondowoso”, hingga diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi ‘Sang Dayang Sumbi’ terkasih yang ternyata kemudian ia adalah ibu kandungnya sendiri. Percis seperti pengorbanan ‘Kaisar Mughal Shāh Jahān’, yang selama 23 tahun membangun kuburan/musoleum untuk istrinya tercinta ‘Arjumand Banu Begum” atau yang sering dikenal sebagai Mumtaz Mahal (Taj mahal), dimana pada setiap jengkal marmer bangunan ‘Taj mahal” terpahat nama kekasih buah hati sang raja. Bangunan yang keindahannya menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia tersebut terjadi karena pengorbanan demi cinta. Boleh jadi banyak kisah-kisah besar dunia yang berawal dari cinta.
Jalaludin Rumi mendeskripsikan cinta dengan begitu indah : "Cinta letaknya di hati. Meskipun tersembunyi, namun getarannya tampak sekali. Ia mampu mempengaruhi pikiran sekaligus mengendalikan tindakan. Sungguh, Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, panas menjadi dingin, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu melunakkan besi, menghancurkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin.
Selanjutnya Rumi menulis :
Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta keuntungan menjadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Karena cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta tumpukan debu kelihatan seperti taman
Karena cinta api yang berkobar-kobar jadi cahaya yang menyenangkan
Karena cinta syaitan berubah menjadi bidadari
Karena cinta batu yang keras menjadi lembut bagaikan mentega
Karena cinta duka menjadi riang gembira
Karena cinta hantu berubah menjadi malaikat
Karena cinta singa tak menakutkan seperti tikus
Karena cinta sakit jadi sehat
Karena cinta amarah berubah menjadi keramah-ramahan
Sahabatku,
Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik. Cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang mengisi setiap ‘ruangan kosong’ pada diri kita. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.
Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa besar kekuatan dan kedahsyatan yang dihasilkannya. Cinta bisa membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita nikmati dengan cinta. Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan.
Tentang cinta itu sendiri, Rasulullah menegaskan bahwa Allah dan Rasul-Nya wajib lebih dicintai melebihi kecintaan kita terhadap selain keduanya. Rasulullah saw bersabda,” Tidak beriman seseorang diantara kamu sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan semua manusia”. (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa’i).
Imam Al Ghazali berkata,”Cinta adalah inti keberagamaan. Ia adalah awal dan juga akhir dari perjalanan kita. Kalaupun ada maqam yang harus dilewati seorang sufi sebelum cinta, maqam itu hanyalah pengantar ke arah cinta dan bila ada maqam-maqam sesudah cinta, maqam itu hanyalah akibat dari cinta saja.”
Di satu sisi, Allah swt, ‘Sang Maha Mencintai’ menegaskan, “jika manusia-manusia tak lagi menginginkan cinta-Nya, kelak akan didatangkan-Nya suatu kaum yang Dia mencintainya dan mereka mencinta-Nya (QS. Al Maidah:54).
Maka berangkat dari rasa saling mencintai yang demikian itu, bandingkanlah cinta yang sudah kita berikan kepada Allah dengan cinta Dia kepada kita dan semua makhluk-Nya.
Wujud cinta-Nya hingga saat ini senantiasa tercurah kepada kita.
Dalam salah satu doanya, cicit Rasulullah saw, Imam Ali Zainal Abidin berdoa:
“Ya Allah, setiap hari Engkau berkhidmat kepadaku,
Seakan-akan tiada hamba yang lain selain aku.
Padahal setiap hari pula para malaikat mengantarkan kemaksiatanku kepada-Mu,
Seakan-akan aku punya Tuhan yang lain selain Engkau”
Kita membantah Tuhan seakan-akan ada Tuhan yang lain yang bisa kita melarikan diri kepada-Nya. Kalau kita di-PHK dari Tuhan yang ini, kita bisa pindah kepada Tuhan yang lain. Tapi Tuhan melayani kita seakan-akan kitalah satu-satunya hamba-Nya.Dia melayani seluruh keperluan kita seakan-akan Dia tidak mempunyai hamba selain kita
Tahukah kita bahwa seandainya saja Allah SWT memperhitungkan cinta-Nya dengan cinta yang kita berikan untuk kemudian menjadi pertimbangan bagi-Nya akan siapa-siapa yang akan masuk Surga kelak, tentu semua kita akan masuk neraka. Jika DIA membalas kita dengan balasan yang setimpal, celakalah kita. Bila Allah membalas amal kita dengan keadilan-Nya, kita semua akan celaka.
Suatu saat, seorang sufi di antara shalat malamnya mendengarkan sebuah suara. Suara itu berkata, ‘Ya Aba Abdillah, kalau kejelekanmu aku ungkapkan kepada manusia yang lain, maka mereka akan melempari kamu dengan batu.’ Sufi itu menjawab, ‘Ya Allah, kalau Engkau ungkapkan kasih-sayang-Mu kepada semua hamba-Mu, nanti tidak akan ada seorang pun yang menyembah-Mu.” Lalu suara itu berkata, `Sudahlah, diamlah kamu”
Jadi, sekali lagi cobalah kita bandingkan cinta kita dengan cinta-Nya.
Sekarang timbul pertanyaan, “Apakah balasan yang kita berikan kepada-NYA sebagai imbalan dari cinta yang DIA berikan?
Wallahu’alam bissawab
Sumber : dinukil dari berbagai bacaan
By : Imam Puji Hartono/IPH(Gus Im)
"Utamakan SEHAT untuk duniamu,Utamakan AKHLAK dan SHALAT untuk akhiratmu"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar