Selasa, 16 Maret 2010

Istri Yang Setia

Kesetiaan seorang istri terhadap suami teramat begitu mulia. benarlah kiranya perhiasan yang terindah dari seorang suami adalah istri yang sholehah. Kesholehan seorang istri tercermin dalam kehidupan sehari-harinya mencintai dengan setulus hati suami dan anak-anaknya. Kala suka dan duka, dilalui bersama. Keluarga dengan suami yang menyayangi dan istri yang setia juga anak-anak yang sholeh menjadikan rumah seindah surga.

Begitu pula seorang ibu yang berkenan untuk berbagi rizki di Rumah Amalia. Setiap ibu itu hadir senantiasa membawa kebahagiaan tersendiri bagi anak-anak Amalia. Setiap kali terlihat anak-anak Amalia, tak henti-hentinya memanjatkan puji syukur kepada Allah. 'Alhamdulillah ya Allah..kebahagiaannya adalah kebahagiaanku.' ucapnya.

Pada satu kesempatan beliau bercerita bahwa ketika suami sedang sakit, suaminya tetap memilih untuk tinggal di rumah daripada rawat inap di Rumah Sakit namun tetap rajin melakukan check up dan pemeriksaan kesehatannya pada dokter ahli. Ada sesuatu yang mengganjal relung hati saya, mas. Setiap pergi keluar rumah, saya selalu bergetar. saya membayangkan, jangan-jangan suami saya telah tiada. Buru-buru saya menghapus bayangan itu. Tetapi pikiran itu senantisa hadir dan hinggap di dalam benak saya..Mas Agus Syafii, lanjutnya.

Sudah selama sebulan suami saya tinggal dirumah. Ketika kami check up, tubuhnya menjadi membaik. Saya dan anak-anak bersyukur hal ini pertanda ayahnya sudah mulai pulih sehat. Namun dokter menyarankan agar suami saya menjaga berat tubuhnya agar jangan sampai menurun, kata sang ibu.

Tak lama kemudian suami saya sudah bisa berlari pagi sehingga saya dan anak-anak juga menemani berlari pagi. Dokter yang menangani suami saya terheran-heran, katanya ini sebuah keajaiban. 'Iman saya kembali pulih. saya bertambah rajin memanjatkan doa. Bagi saya, hanya doa yang dapat mengubah yang buruk menjadi baik. yang salah menjadi benar.'kata sang ibu dengan berderai air mata.

Karena suami saya sudah pulih, beliau kembali aktif mengajar. Dan aktifitasnya sebagai pengurus masjid terlihat lebih rajin sebagai bendahara DKM (dewan Kepengurusan Masjid). Baru aktif mengajar tiga hari suami saya mengajak pergi ke pesantren dimana beliau dulu pernah belajar. Kami pergi dengan mengendarai mobil. Lantas saya dan anak-anak memenuhi permintaan beliau. Sepanjang jalan suami saya terlihat gembira. bershalawat dan tertawa bersama. Apalagi sesampai kami pondok pesantren di Jawa Timur, kami disambut hangat oleh keluarga besar pondok. Kebahagiaan suami saya terpancar dari wajahnya.

Sepulang kami dari pondok pesantren, kesehatannya kembali menurun. apakah ini tanda kepergiannya? ah..saya tepis semua pikiran yang membuat saya dan anak-anak bisa menjadi bersedih. Tetapi saya selalu mempersiapkan diri untuk semuanya dan saya mengajarkan kepada anak-anak bahwa hidup mati kita adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Saya mengajak anak-anak untuk ikhlas menerima apapun yang sudah menjadi kehendakNya.

Atas izinNya, suami saya meninggal. 'Saya mencoba untuk tabah menghadapi kepergiannya. tetapi begitu saya melihat semua orang berkumpul dirumah menyambut jenazahnya, hati saya bagai teriris sembilu.' kata Ibu itu penuh dengan cucuran air mata. 'Sayapun tak sanggup melihatnya,' 'Ketika itu saya menyadari bahwa saya tidak hidup sendiri. betapa berartinya suami saya. Saya teringat pesan suami saya yang terakhir, 'Bersandarlah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hanya kepadaNyalah kita bergantung dan hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan.' lanjut sang ibu.

Kedukaan yang teramat dalam, pesan terakhir dari suaminya tercinta justru memberikan motivasi agar menguatkan keimanan dan ketaqwaanNya kepada Allah. Hanya kepada Allahlah dirinya bergantung dan hanya kepada Allahlah dirinya memohon pertolongan. Itulah makna kesetiaan seorang istri sampai pada pesan terakhir suaminya. Subhanallah..

---
Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Allah adalah sebaik-baiknya tempat bersandar (QS. Ali Imran (3): 172).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar