Kamis, 03 Maret 2011

::: DALAM PERJAMUAN CINTA :::

"Cinta". Ya cinta. Kata itu tiba-tiba terlontar dengan derasnya dari mulut si Gadis bagaikan peluru yang muntah dari selongsong senapan. Sangat cepat, menyakinkan dan langsung menembus jantung sasaran.

Cinta ?, kata ketiga lelaki itu serempak, persis seperti ucapan amiien yang keluar dari mulut orang-orang yang sedang sholat jamaah.

"Ketahuilah, cinta sangat penting bagi kalian semua. Cinta sangat penting bagi seorang wartawan. Anda hai wartawan, apa Anda akan membantah bahwa berita paling menghebohkan di abad kedua puluh adalah cinta Raja Inggris kepada Lady Simpson, cinta yang membuatnya harus turun dari singgasana kerajaannya? Anda, wahai para penyair, apa Anda hendak membantah bahwa cintalah yang menyebabkan terjadinya perang Troya dan memberi inspirasi Homerus untuk membuat syair perang yang selalu dikenang sepanjang zaman ? Anda wahai Musisi, apa iAnda hendak membantah kenyataan bahwa sejak ditemukannya seruling dan biola, maka keduanya tak pernah berhenti menyenandungkan lagu cinta ?," kata si Gadis.


"Ya kau benar!".

Si Gadis terdiam sejenak, diam dalam kemenangan. Sementara ketiga lelaki di depannya hanya terpaku, Namun tak lama kemudian ketiga lelaki itu serempak bertanya ?

"Dan bagaimana dengan kamu ?",

"Aku?", kata si Gadis gugup dan bingung. Apakah mereka sudah gila? Seorang perempuan seperti dirinya yang sudah mengerti tentang cinta masih perlu ditanya lagi tentang kepentingannya terhadap cinta? Sesaat si Gadis menenangkan diri kemudian berkata.

"Cinta ?, Aku tidak tahu apa itu cinta, Hai wartawan dan kau Penyair dan Musisi, coba katakan padaku tentang arti cinta? Siapa yang bisa memberikan jawaban yang tepat untukku, dialah yang menjadi kekasihku !

Si Gadis menundukkan kepalanya untuk bersiap mendengar pendapat mereka tentang arti cinta. Sementara ketiga lelaki itu berebut untuk berpendapat terlebih dahulu, demi meraih anugerah terbesar menjadi kekasih idaman hati si Gadis,

“Ya Allah tundukkanlah hatinya untukku !” batin si wartawan sambil mendehem dan sedikit menunduk . “Engkau sungguh ingin tahu apa arti cinta?
“Cinta adalah kabar yang berasal dari hati, kemudian akal mempertanyakan dan membatahnya. Tetapi , hati tetap percaya pada kabar itu dan bersikukuh memberitakannya. Dan hatipun siap menanggung akibat atas pemberitaan itu.”

Si Musisi berujar tak mau kalah dengan si wartawan.
“Cinta laksana dawai hati yang mengalun . Setiap kali akal memainkan satu dawainya, nada itu akan semakin bertambah”

Si Penyair berkata tak mau kalah dengan si wartawan dan si musisi
“Cinta adalah puisi. Makna-maknanya keluar dari hati. Keindahannya akan sirna jika napasnya disisipi akal”

“Bukan arti cinta yang ingin kutanyakan pada kalian. Pengalaman, yang kuinginkan dari kalian. Apa yang kalian . Apa yang kalian rasakan jika aku memilih salah seorang diantara kalian sebagai kekasih hatiku?” timpal si gadis .

“Aku pasti akan cemburu pada sang surya yang hendak terbenam itu, karena ia telah membelai kedua pipimu dengan tangan-tangan cahayanya.Aku kuatir sang surya itu mencuri sesuatu darimu sebelum ia beranjak pergi ke paraduannya. Aku juga tidak akan rela senyum manismu dicuri kedua kawanku ini. Dimataku , kedua lelaki ini berubah menjadi dua orang pencopet yang terus mengincar permata darimu, senyummu, kata-katamu, dan lirikan matamu. Tak seorangpun yang akan kubiarkan mengharap sedikitpun kegadisanmu yang penuh daya tarik dan pesona yang menggodaku. Dimataku, semua laki-laki berubah menjadi perampok jika mereka mendekati harta simpananmu, “ kata si wartawan.

“Tetapi , mengapa sekarang engkau bersantai-santai saja, tidak nampak serius dan cemburu?” timpal si gadis sambil tersenyum simpul.

“Mengapa aku harus serius dan cemburu pada mereka? Sementara saat ini , perhatianmu masih terbagi pada tiga orang . Bagaimana bisa sebidang tanah bisa kugarap jika ia dimiliki tidak hanya oleh diriku sendiri, tetapi juga dimiliki oleh orang lain? Jika hanya aku sendiri pemilik sah sebidang tanah itu, tentu aku akan serius, cemburu dan berusaha mamagarinya tinggi-tinggi.”

“Cintamu berarti berdasar atas asas kepemilikan!” kata si gadis enteng. Ia kemudiaan mengalihkan pandangan pada si penyair dan bertanya, “Dan engkau , wahai penyair , bagaimana perasaanmu jika aku memilihmu sebagai idaman hatiku?”

Bagiku engkau adalah sang surya yang telah terbit dari ufuk umur hatiku untuk menyinari dunia, menggantikan sang surya yangb hampir terbenam itu. Engkau adalah cahaya hidupku dan cahaya semesta alam. Sinar matamu memberikan keteduhan dan kehangatan bagiku dan bagi seluruh makhluk. Kecantikanmu diciptakan tidak di khususkan hanya untuk kebahagiaan diriku sendiri. Engkau laksana sang surya , terlalu besar untuk di genggam oleh kedua tanganku sendiri. Engkau adalah nikmat bagi seluruh umat manusia. Ketika engkau tersenyum, hatiku menjadi bercahaya, penuh kasih dan kedamaian. Dengan bangganya aku akan duduk disampingmu saat mata- mata manusia menelanjangi dirimu, karena mereka melihat sesuatu yang juga kulihat, Mereka mengagumi apa yang juga ku kagumi, dan mereka mempercayai sesuatu yang juga kupercayai. Sungguh , kecantikanmu adalah anugerah Allah yang tak terkira. Engkau laksana kitab suci yang diturunkan untuk dibaca tidak hanya oleh diriku sendiri, tapi juga oleh orang lain.”

“Jika begitu , cintamu berdasar asas kepemilikan bersama!” kata si gadis sambil memalingkan pandangan nya kearah si Musisi dan bertanya , “Wahai musisi , apa yang kau rasakan?”

“Matahari seni telah terbit di dalam hatiku dan tidak akan pernah terbenam. Nada yang terdengar dari inspirasimu adalah nada yang belum pernah di dengar manusia . Gitar Orpheus yang telah berhasil menyalakan semangat keberanian dan irama tanpa kata, tidak bisa menyaingi gitarku yang akan merampas akal dan kesadaran. Wahai gadisku saat ini kau tidak akan mengenal ajal, selamanya. Keabadian adalah hadiah yang kuberikan untukmu. Irama-iramaku yang bernyanyi dari inspirasimu laksana embun yang menetes dari sunti fajar, akan bertahan sepanjang masa dan menjadi senandung abadi.”

“Jika begitu , cintamu berdasar atas asas seni!” . Si gadis mulai putus asa . Cukup lama ia terdiam, sehingga membuat ketiga lelaki yang berada dihadapannya tak kuasa menahan sabar.

“Katakan siapa yang kau pilih diantara kami bertiga?!”.

“Aku tidak memilih laki-laki yang lebih mencintai kepemilikan daripada mencintai aku. Akupun tidak memilih laki-laki yang menghamba kepada diriku lebih penghambaannya terhadap dirinya sendiri. Aku juga tidak memilih laki-laki yang lebih mementingkan seni daripada aku.” Jawab si gadis lantang.

Si gadis memalingkan pandangannya dari ketiga laki-laki itu, lalu menatap semburat merah di ufuk barat yang di sisakan sang surya saat terbenam. Suasana tiba –tiba menjadi hening.

Namun tak lama kemudian , si wartawan memecah keheningan itu dan berkata .

“Tidakkah kalian sadar ? Bukankah lebih baik tadi kita kita ngobrol masalah politik !”

Kepala si Musisi mengangguk-angguk tanda setuju . tetapi si penyair berujar, “Apakah kalaian sangka bahwa obrolan kita menyimpang dari maslah politik ? Tahukah kalian , perempuan laksana dunia? Manusia tidak tahu bagaimana cara mengerti hatinya, dan tidak pula cara menguasainya. Berbagai suku dan negara saling berperang, dan berbagai teori saling membantah.
Ada kapitalisme, komunisme dan seabrek paham lainnya.
Namun tidak ada seorangpun yang dapat mengerti sabda-sabda cinta, membuka kunci-kunci rahasianya, mengurai rantai-rantainya , dan tidak yang bisa membaca tanda-tanda misterinya!”

Si gadis kembali memandang mereka sambil berkata,

“Liannahaa absathu min dzaalika kulluh, lau ta’lamuun!
Karena sesungguhnya , perempuan itu lebih luas - dan lebih misterius – dari semua itu , jika kalian tahu !”

***

( Kutipan dari “ Dalam perjamuan Cinta” karya DR Taufiq El Hakim)
~Violet Senja~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar