Minggu, 02 Januari 2011

MENGGAPAI HIDUP YANG HAKIKI



“ DUNIA INI BAGAIKAN SEORANG PENGEMBARA YANG BERTEDUH SEBENTAR DI BAWAH POHON KEMUDIAN BERISTIRAHAT DAN MENINGGALKANNYA”
Perumpamaan sebagai tempat berteduh sementara menyiratkan gambaran bahwa dunia bukanlah kehidupan yang kekal dan hakiki.
Ada kehidupan yang lebih abadi ketimbang sekedar tempat berteduh yaitu kehidupan akhirat.
Untuk itu agar kita tidak terperdaya dan terpesona oleh kehidupan hangar bingarnya dunia kita harus berpikir jauh kedepan untuk menggapai kehidupan yang lebih abadi.
Menikmati kebahagiaan tidak ada larangan namun jangan sampai menina bobokan manusia dan terperdaya hingga lupa pada kehidupan yang hakiki nanti akan dialami setelah kematian.

Dalam islam strategi yang bisa menyadarkan umatnya agar tidak berlebihan memandang dunia adalah sikap zuhud ( sederhana)
Secara Etimologi Zuhud adalah menjauhkan diri dari sesuatu karena menganggap hina dan tidak bernilai

Namun BUKAN BERARTI sama sekali lantas meninggalkan urusan duniawi, menerima kondisinya apa adanya, membiarkan dirinya apa adanya, membiarkan dirinya hidup dalam kemelaratan tanpa berusaha memperoleh rezeki yang halal, dengan alasan ingin lebih dekat kepada Allah SWT. Rasanya pemahaman seperti ini terlalu sempit.
Zuhud bukan sikap malas , bukan pula identik dengan kemiskinan, keterbelakangan dan berujung pada suatu keyakinan bahwa dunia adalah musuh manusia, menghalangi manusia dari Tuhannya hingga harus ditinggalkan demi kepuasan batin.

Melainkan zuhud bagi para sufi adalah meninggalkan sesuatu yang lebih dari kebutuhan hidup walaupun sudah jelas kehalalannya. Dengan kata lain zuhud adalah sikap orang yang mendapatkan kenikmatan dunia tetapi tidak memalingkan dirinya dari ibadah kepada Allah. Ia tidak diperbudak dunia dengan segala kenikmatannya dan mampu menahan diri untuk tetap berada di jalan yang di ridhai Allah.

Rasulullah SAW dalam hadisnya; “BERLAKU ZUHUDLAH KAMU TERHADAP KENIKMATAN DUNIA NISCAYA KAMU AKAN DICINTAI ALLAH. DAN BERLAKU ZUHUDLAH KAMU DI TENGAH MANUSIA NISCAYA KAMU AKAN DICINTAI OLEH MEREKA”

Hal ini diperkuat oleh Imam Ghazali dalam ihya ulumuddinnya bahwa hakekat zuhud bukanlah meninggalkan harta benda dan mengorbankannya pada jalur social untuk menarik perhatian manusia, namun orang yang zuhud adalah orang yang mempunyai harta benda akan tetapi dia menyikapinya dengan lapang dada walaupun mampu untuk menikmati hartanya itu tanpa kekurangan apapun, melainkan lebih memilih sikap waspada, hatinya tidak terikat dengan harta, karena khawatir sikap keterikatannya itu akan membawanya cinta kepada selain Allah SWT.

BERSIKAP WAJAR PADA DUNIA

Memang tidak disangkal bahwa dunia dengan segala kenikmatan yang ada didalamnya cukup menggoda. Kenikmatan dan kesenangan ini sering menjebak manusia hingga melahirkan orang yang materialistis dan hedonis yang mengagungkan kenikmatan dunia adalah segalanya. Kecendrungan manusia yang materialistis dan nihilisme modern yang tujuan akhirnya hedon (kesenangan ) inilah yang melahirkan manusia yang jauh dari nilai dan moral agama.
Ketika hasrat duniawi tersebut mendominasi kesadaran dan menenggelamkan aspek spiritualitas, maka seseorang akan terdorong menjadi serakah, tidak mau berterimakasih, sombong, tidak sabar dan sangat mencintai nafsu duniawi yang materialistis dan individualistis.

Fir'aun dan Qarun misalnya tidak menyadari kalau harta kekayaannya dan kekuasaan yang diperolehnya berkat anugerah Allah sehingga menjadi sombong dan angkuh bahkan takabaur. Dunia dan isinya adalah sekedar sarana belaka untuk mencari bekal kehidupan kelah di akhirat. "Addunya mazra'atul akhirah" (dunia adalah ladangnya akhirat)
Kehati-hatian terhadap dunia tidak berarti mangabaikan sama sekali urusan (tanggung jawab) dunia. Bahkan konsep zuhud dengan pengertian terputus dari segala hal-hal keduniaan semata jelas bertentangan dengan konsep AlQuran itu sendiri.

Rasulullah SAW bersabda :" Zuhud terhadap dunia itu bukanlah mengharamkan apa-apa yang halal dan menghilangkan harta, tetapi zuhud adalah menjadikan apa-apa yang ada disisi Allah lebih kamu pegang daripada apa-apa yang ada di tangannya dan menjadikan pahala musibah itu tetap bagimu (HR Tirmidzi)

Dalam konteks ini agama justeru memotivasi umatnya untuk mencari rezeki yang halal sebanyak-banyaknya. Dengan harta yang banyak menjadi media penting untuk beramal, mengukuhkan solidaritas sosial, bersedekah. dsb. Yang muaranya bisa semakin mendekatkan kepada Allah.

Al-Ghazali mengatakan kesempurnaan batiniah seseorang muslim tidak mungkin dicapai tanpa melalui kesempurnaan lahiriah. Aspek batiniah dan lahiriah mesti berjalan beriringan.
Dalam Al-quran sendiri Allah SWT berfirman :

"DAN CARILAH PADA APA YANG TELAH DIANUGERAHKAN ALLAH KEPADAMU (KEBAHAGIAAN) NEGERI AKHIRAT DAN JANGANLAH KAMU MELUPAKAN BAHAGIANMU ( KENIKMATAN) DUNIAWI DAN BERBUAT BAIKLAH (KEPADA ORANG LAIN) SEBAGAIMANA ALLAH TELAH BERBUAT BAIK KEPADA MU, DAN JANGANLAH KAMU BERBUAT KERUSAKAN DI (MUKA BUMI). SESUNGGUHNYA ALLAH TIDAK MENYUKAI ORANG-ORANG YANG BERBUAT KERUSAKAN" (Qs Al-qashash : 77)

Ayat di atas mengisyaratkan pentingnya mencari kebahagiaan duniawi, asal tidak berlebihan menilainya. artinya bersikap wajar dan selalu sadar bahwa kenikmatan itu tidak datang begitu saja tanpa intervensi Allah SWT, yang kemudian memanfaatkan untuk kepentingan akhirat. Sebaliknya jangan sampai kecintaan terhadap dunia mengalahkan segalanya sampai membutakan kecintaan terhadap Allah sang pemberi kenikmatan itu.

Sikap zuhud inilah yang diperlihatkan nabi Sulaeman A.s dan Ustman bin Affan. Betapapun banyak kekayaan yang mereka miliki, tidak menyebabkan mereka gandrung kepada nya hingga melalaikan diri dalam mengabdikan dirinya kepada Tuhan, sama sekali tidak terpengaruh oleh kekayaan yang melimpah yang dimilikinya, tidak menyebabkan mereka lupa kepada tujuan keberadaan dan misinya. Mereka tidak tenggelam dan terbius oleh fatamorgana dunia dan tidak terpesona oleh berbagai atribut duniawi.

Kesimpulannya. Inti zuhud terletak pada tidak terpengaruh atau tidak tergantungnya hati seseorang kepada hal-hal yang berkaitan dengan kenikmatan dan atribut duniawi.
Setiap muslim hendaknya mampu menanamkan zuhud dalam hidupnya agar mampu menyikapi kenikmatan dunia searif mungkin dan mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama manusia

(Dari berbagai sumber)
*EZ*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar