Senin, 18 April 2011

::: Cahaya :::

Bismillahi Nawaitu Lilahi Ta'ala

Tawaran memarifati-Mu secara instant tidaklah menarik hatiku

Karena buah masak di pohon dengan buah masak di-karbit tentulah berbeda kadar
Rumus yang diciptakan manusia selalu hancur oleh angan-angan kosong
Aku khawatir, di dalam diri-Mu aku tak lebur
Hanya sekedar meditasi tak membaur
Ah, rasanya....bukan begitu Engkau mendidik rasulmu Muhammad.

Apa yang tak dijual di sini
Mulai dari setitik debu
Sampai sukma dan nurani
Orang-orang menukarnya dengan merek-merek hampa
Dengan benda-benda mati tanpa warna
Pasar jagat ini telah menjauh dari teluk kelahirannya sendiri
Terkukung di gunduk nafsu
Yang tak menyempurnakan teriakannya.

Karena itu, kepada sunah nabi-Mu aku berguru,
Tak ingin terburu
Walaupun aku bukanlah murid yang pandai
Yang senantiasa memanjat gunung sinai dan bukit sidratul muntaha.
Tapi aku tak hendak beranjak dari rerimbunan bunga.
Yang memasuki relung gua kesunyian batinku.

Karena itu bertahun aku mengembara ke langit-Mu yang jauh.
Kukumpulkan air mata nabi-Mu
Kubuat jadi manikam dan mutiara
Yang bergemerencing dan berdenting dalam jiwaku
Kemudian menjadi suluh
Dan mengajarkan sang salik agar tak bakhil dan bathil.
Di teluk batin yang begitu khofi

Ketika sampai ke samudra-Mu, wahai Kekasih
Ku sapa neraka dan surga
Ku sapa Mika’il, Israfil, Raqib dan Atid
Sementara itu, ku lihat sakaratil maut menyeringai di tangan Izrail

Kupetik dawai-Mu lima kali
agar khusuk beriktikaf di Baitul Makmur
sambil mendengar-Mu berkata dan memanggil, “kemari, kemari...”

Tak lama kemudian sayap Jibril menyelimuti batinku.
Sambil memberikan pilihan
Memasuki kesunyian pertapa
Atau menjadi martir sejati

Pilihan itu membuat gemuruh tasbihku menggelegar merindingkan sukma
Genta malam mengiringiku merintihkan munajat
Yang melelapkan ombak samudra di pangkuan bulan.
Kupandangi malakut, kupandangi maut,
agar makrifatku tak surut
untuk akhirnya berbisik, “Terserah kehendak-Mu, wahai Kekasih.....”

Kini air tertegun di padang qalbu
Semesta misik melambai mesra di gua hira
Turun bersama angin subuh
Tak kuhiraukan,
agar purna semedi-ku
agar sukmaku menjelma cahaya

Perkenalkan, Namaku : “Cahaya"

by : Vicky Robiyanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar