Senin, 20 September 2010

Peran Pemimpin Menanggulangi Krisis Bangsa

Al-Qur’an mengabadikan dalam banyak ayat-ayatnya sejumlah nama tokoh/pemimpin masyarakat dari ummat-ummat terdahulu, bukan saja pemimpin, pahlawan perjuangan kebenaran dan keadilan seperti para nabi dan rasul, tetapi juga diabadikan nama tokoh-tokoh pemimpin kezaliman (ketidakbenaran dan ketidakadilan) seperti Fir‘aun, Haman, Qorun, Namrud dan lain sebagainya. Kita semua ummat zaman akhir ini diajak berfikir dan mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu itu, di antaranya betapa perilaku yang berubah dalam diri para pemimpin (dari komitmen idealisme ke penyelewengan) berujung pada merajalelanya kezaliman dan penindasan (ketidakbenaran dan ketidakadilan), dan akhirnya menyeret mereka bersama-sama dengan ummatnya ke dalam suatu perubahan total dimana rakyat ditelan oleh krisis, yang disadari atau tidak mereka para pemimpin telah menjadi faktor penyebabnya. Al-Qur’an kemudian menjelaskan bahwa hal yang demikian —yakni kehidupan jaya yang mereka nikmati berubah menjadi derita— terjadi disebabkan perubahan yang mereka lakukan atas sikap hidup dan perilakunya yang berujung pada kezaliman dan penindasan (Dzalika bi anna Allah lam yaku mughayyiran ni‘matan ’an‘amaha ‘ala qaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim, al-Anfal ayat 53).

Dengan merujuk petunjuk Al-Qur’an tersebut di atas, dapat kita lihat betapa faktor peran pemimpin menjadi penting dalam suatu perubahan yang terjadi atas sesuatu masyarakat dari suatu kondisi positif beralih ke kondisi negatif. Oleh karena itu, upaya penanggulangan krisis moral yang disadari menjadi pangkal krisis-krisis lainnya yang sedang melanda bangsa dan negara kita dewasa ini, haruslah bertitik tolak dari reformasi moral kepemimpinan. Upaya ini harus dimulai dari pembersihan niat, perilaku dan moralitas pemimpin-pemimpin masyarakat/pemegang kendali di sektor-sektor kehidupan masyarakat (ulama dan umara). Mereka diharapkan mampu mengembangkan dalam kehidupan pribadinya masing-masing, pola hidup Bersih, Sederhana, dan Mengabdi. Yang lebih penting lagi bagi ulama dan umara adalah upaya menjadikan dirinya (kehidupan pribadinya) suatu keteladanan dan pencerminan yang meyakinkan bahwa penerapan pola kehidupan yang Bersih, Sederhana dan Mengabdi yang merupakan wujud nyata dari moralitas luhur (Akhlak Mulia) itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.

Dengan demikian, maka masyarakat akan percaya kepada pemuka atau pemimpinnya. Pola hidup BSM (Bersih, Sederhana dan Mengabdi) itu yang perlu dimasyarakatkan dengan kepeloporan para ulama dan umara hingga menjadi moral ekonomi, moral politik dan moral hukum, dan terus diupayakan pengembangannnya di sektor-sektor kehidupan lainnya sehingga pada saatnya menjadi Akhlak Bangsa dan Moral Nasional sebagai landasan Pembangunan Nasional. Umara (Pemimpin Pemerintahan) perlu berupaya menciptakan suatu iklim yang kondusif bagi pemasyarakatan dan penyebarluasan pesan-pesan moral (yang terutama ditangani para ulama). Juga dipandang perlu, ulama dan umara secara bersama-sama menyatakan perang terhadap korupsi dalam suatu kampanye anti korupsi, yang membina terus-menerus upaya menegakkan kedaulatan moral menjadi bagian dari kedaulatan rakyat. Insya Allah taufiq dan ma‘unah-Nya akan senantiasa menyertai bangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar