Cinta yang menenteramkan bila cinta kita hanya untuk Allah sebab cinta kepada Allah adalah cinta yang hakiki. Cintailah pasangan hidup kita karena cinta kita kepada Allah. Bila kecintaan kita kepada pasangan melebihi cinta kepada Allah maka ujian akan datang dari orang yang kita cintai, sebagaimana seorang ibu yang telah dua belas tahun mengarungi rumah tangga dirinya mengkayuh dengan susah payahnya. Bangunan rumah tangga diatas pondasi kasih sayang yang rapuh. Pernikahannya penuh dengan pertanyaan yang tiada akhir benarkah dirinya adalah belahan jiwa dari suami yang dicintainya?Ditengah usia yang semakin tua tanpa ada pilihan lainnya yang memaksa dirinya untuk menikah dengan laki-laki yang datang melamarnya. Pernikahanpun dilaksanakan dengan meriah. Kebahagiaanpu hadir.
Ditengah kehidupan dengan mengalirnya waktu, materi dan karier telah mengubah seorang laki-laki. Semenjak bekerja dengan kariernya yang menanjak bagus. Kehidupan rumah tangganya mendadak berubah. Segala bentuk keresahan yang setiap dirasakan betapa ganasnya kota Jakarta menjadi sirna. Segalanya menjadi mudah. Dari menempati rumah kontrakan yang bocor, sering tergenang banjir. Disaat itulah hatinya menjadi sakit dan penuh penderitaan ketika mendapatkan perempuan lain dengan mudah hadir didalam hati suaminya. Justru ketika rumahnya sudah tidak lagi bocor dan tergenang banjir. Rumah besar dan nyaman dibilangan elit di kota jakarta. Suaminya mengakui semua perbuatannya karena telah jatuh cinta pada perempuan lain dan mengaku bahwa hal itu semata-mata khilaf namun hatinya terlanjur terluka.
Ditengah penderitaan ada sebuah kesadaran bahwa apa yang telah terjadi dalam hidupnya seolah membukakan mata hatinya betapa lemahnya manusia dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 'Mas Agus, betapa tidak berdaya kita dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala..' ucapnya lirih. 'Disaat saya begitu bangganya kepada suami seolah Allah menyentil saya agar mencintai Allah dengan sepenuh hati. Cinta suami adalah cinta yang ilusi sedangkan cinta kepada Allah adalah cinta yang hakiki.' lanjutnya, air mata itu bagai bendungan yang sudah tidak mampu ditahannya. Mengalir dengan derasnya. Semuanya terhenti disaat anak-anak Amalia sedang berdoa. Dengan berbagi di Rumah Amalia telah menenteramkan dan menyembuhkan luka dihatinya. Nampak wajahnya terurai airmata. Ada sebuah kelegaan sekaligus kedamaian. Tanpa terasa terucap puji syukur kehadirat Allah atas semua anugerahNya dan disaat itulah keikhlasan menerima apapun kesalahan suami mencair di dalam hatinya. Malam itu bersama suami dan anak-anaknya telah menemukan kembali kebahagiaan yang telah lama menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar