Jumat, 19 November 2010

Kisah Sebatang Bambu

Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani.
Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya.
Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu.Dia berkata kepada batang bambu,
“Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air, yang sangat berguna untuk mengairi sawahku?”

Batang bambu menjawabnya,
“Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan.
Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu.”

Sang petani menjawab,
“Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu.
Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu.
Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku.
Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar.
Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur.”

Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam…, kemudian dia berkata kepada petani,
“Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku.
Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku,
bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini,
dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu.
Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?”

Petani menjawab batang bambu itu,
“Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua itu,
karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini.
Jadi tenanglah.”

Akhirnya batang bambu itu menyerah,
“Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna bagimu.
Ini aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki.”

Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.
***

Saat kita dihadapkan dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya,
mungkin Allah sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya?
Sama seperti batang bambu itu, mungkin kita sedang ditempa,
Allah sedang membuat kita menjadi manusia yang berguna.
Allah sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tak berkenan bagi-Nya.
Subhanallah....

Tapi jangan khawatir, insyaAllah kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul.
Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah,
membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?

Seperti batang bambu itu, mari kita berkata,
“Ya Allah Rabb Pencipta Hidup dan matiku...
Ini hamba-Mu ya Allah, perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki.
Hamba ikhlas tuk menjalaninya....amin”
Salah satu tanda bergantung pada amal adalah
berkurangnya harapan tatkala gagal.
Keinginanmu untuk lepas dari urusan duniawi,
padahal Allah membekalimu dengan sarana penghidupan,
adalah syahwat yang samar.

Sedangkan keinginanmu untuk mendapatkan sarana penghidupan,
padahal Allah telah melepaskanmu dari urusan duniawi,
adalah suatu kemunduran dari cita-cita yang luhur.
Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir.

Istirahatkan dirimu dari mengatur urusanmu,
karena segala yang telah diurus oleh “Selainmu”,
tak perlu engkau turut mengurusnya.

Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu
dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dituntut darimu,
adalah bukti dari rabunnya mata batinmu.

Tertundanya pemberian setelah engkau mengulang-ulang permintaan,
janganlah membuatmu berpatah harapan.

Allah menjamin pengabulan sesuai dengan apa yang Dia pilih buatmu,
bukan menurut apa yang engkau pilih sendiri,
dan pada saat yang Dia kehendaki,
bukan pada waktu yang engkau ingini.

Tak terjadinya sesuatu yang dijanjikan, padahal waktunya telah tiba,
janganlah sampai membuatmu ragu terhadap janji Allah itu.
Supaya,yang demikian tidak mengaburkan pandangan mata batinmu
dan memadamkan cahaya relung hatimu.

Jika Allah membukakan pintu makrifat bagimu,
jangan hiraukan mengapa itu terjadi sementara amalmu amat sedikit.

Allah membukakannya bagimu hanyalah karena
Dia ingin memperkenalkan Diri kepadamu.

Tidakkah engkau mengerti;
bahwa makrifat itu adalah anugerah-Nya kepadamu,
sedangkan amal adalah pemberianmu?

Maka betapa besar perbedaan
antara persembahanmu kepada Allah
dan karunia-Nya kepadamu!

Amal itu kerangka yang mati,
dan ruhnya ialah keikhlasan yang ada padanya.

Amal itu beragam
lantaran beragamnya keadaan yang menimpa hati.

Pendamlah wujudmu dalam “tanah” tak dikenal,
karena sesuatu yang tumbuhdari benih yang tak ditanam (terlebih dahulu),
buahnya tiada sempurna.

Bagaimana hati dapat bersinar
sementara gambar dunia terlukis dalam cerminnya?

Atau, bagaimana hati bisa berangkat menuju Allah
kalau ia masih terbelenggu dengan syahwatnya?

Atau, bagaimana hati akan antusias menghadap ke hadirat Allah
bila ia belum suci dari “janabah” kelalaiannya?

Atau, bagaimana hati mampu memahami kedalaman misteri gaib
padahal ia belum bertobat dari kesalahannya?

Tiada yang berguna bagi kalbu
sebagaimana uzlah untuk memasuki medan perenungan.

……(taken from Ibnu ‘Atthailah as-Sakandari) 
By : Astri Oskandar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar