Jumat, 12 November 2010

Zaitun, Hapuslah Air Matamu

Malam ini dingin terasa menusuk tulang. Anak-anak Amalia berkumpul dan berbagi cerita. Terdengar suara yang sedang bertutur, nampak anak-anak Amalia mendengarkan. Suasana riuh berubah menjadi hening. 'Mamahnya Zaitun berhenti di depan pintu menghalangi ayahnya jangan pergi namun ayahnya tetap meninggalkan rumah. Kemudian mamahnya juga pergi meninggalkan rumah.'

Suara itu bergetar. Zaitun menangis terisak-isak. Teman-temannya ikut menangis. 'Zaitun kangen ayah dan mamah.' Kata Zaitun lirih. Hati terasa perih. Bagaimana mungkin ada seorang ayah dan ibu yang tega meninggalkan anaknya dalam kesendirian. Diasuh oleh tetangganya, tanpa saudara dan kerabat.

'Kenapa anak sekecil Zaitun harus menanggung derita itu Ya Allah?' Hati kami bagai teriris dalam kesunyian. Merasakan betapa sakitnya hati Zaitun dalam kesendirian tanpa ayah dan ibu entah pergi kemana. 'Hapuslah air matamu Zaitun, masih ada kami yang menemani Zaitun.' Kata Riska memeluk Zaitun. Udara malam ini dingin terasa menusuk tulang, di Rumah Amalia terbanjiri air mata. Satu persatu anak-anak Amalia memeluk Zaitun seolah tak ingin berpisah karena kami bersama dalam suka maupun duka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar