Kamis, 30 Desember 2010

Tanda-tanda Hari Kiamat (bag. 8); Tentang Ibnu Shayyad, Benarkah Ia Dajjal Terbesar?

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Bismillahirrahmaanirrahiim..

Maha Suci Allah yang telah berfirman:

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui”. (QS. al-Baqarah (2) : 42)

“Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak. Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang berterbangan), Dan tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan temannya, sedang mereka saling melihat. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, Dan isterinya dan saudaranya, Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama)”. (QS. al-Ma’arij (70) : 8-17)

Pada catatan bagian ke-8, kita secara khusus akan membahas mengenai Ibnu Shayyad. Seorang pemuda yang hidup pada masa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam yang mempunyai ciri-ciri menyerupai al-Masih ad-Dajjal yang akan muncul di akhir zaman nanti.


43. Tentang Ibnu Shayyad

Ibnu Shayyad atau Ibnu Sa’id atau Abu Sa’id hidup pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Shayyad mempunyai ciri-ciri yang hampir serupa dengan Dajjal (al-Masih ad-Dajjal, Dajjal terbesar yang akan muncul pada akhir zaman). Sejumlah shahabat radhiyallahu anhum, mereka membicarakan Ibnu Shayyad. Kehadiran Ibnu Shayyad benar-benar menjadi pembicaraan para shahabat dan cukup menggemparkan pada masa itu.

Muhammad Ibnul-Munkadir berkata, “Saya melihat Jabir bin Abdillah bersumpah dengan nama Allah bahwa Ibnu Sha’id adalah Dajjal. Lalu saya tanyakan kepadanya, “Maukah kamu bersumpah dengan nama Allah?”. Dia (Jabir) menjawab, “Sungguh saya mendengar Umar (Ibnu Khaththab) radhiyallahu ‘anhu bersumpah disisi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengenai hal itu, lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tidak menegurnya” (HR. Muslim).

Hadist inilah yang dijadikan sebagian ulama yang menyatakan bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal. Karena sumpah yang diucapkan oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu tidak ditegur oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.

Tidak hanya Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu saja yang mebicarakan Ibnu Shayyad. Mari kita simak hadist berikut ini.

Dari Ibnu ‘Aun bahwa Nafi’ membicarakan Ibnu Shayyad. Nafi’ berkata, “Ibnu Umar mengatakan, ‘Aku bertemu Ibnu Shayyad dua kali’. Lalu aku (Nafi’) menemui Ibnu Shayyad, setelah itu aku berkata kepada seseorang, ‘Apakah orang-orang mengatakan bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal?’. Dia menjawab, ‘Demi Allah tidak’. Aku katakan, ‘Demi Allah, kamu telah berdusta kepadaku. Aku diberitahu oleh seseorang bahwa Dajjal tidak akan mati sebelum dia menjadi orang yang paling banyak harta dan anaknya, dan kata orang-orang sekarang ini, Ibnu Shayyad juga seperti itu’. Lalu kami bercakap-cakap, kemudian aku berpisah dengan orang itu”.

Setelah itu aku (Nafi’) bertemu dengan Ibnu Shayyad lagi yang ketika itu matanya menonjol keluar, lalu aku berkata kepadanya, “Sejak kapan matamu menjadi seperti yang aku lihat ini?”. Dia menjawab, “Aku tidak tahu”.
Lalu aku katakan, “Mengapa kamu tidak tahu, padahal matamu ada dikepalamu?”
Dia berkata, “Kalau Allah menghendaki, Allah bisa membuat mata di tongkatmu itu”. Maka dia mendengus bagai dengusan keledai yang amat keras yang pernah aku dengar. Sebagian teman-temanku mengatakan aku telah memukul Ibnu Shayyad dengan tongkat yang aku bawa, sehingga matanya bengkak. Padahal, Demi Allah, aku tidak merasa berbuat demikian.
Kemudian aku mendatangi Ummul Mu’minin (Aisyah radhiyallahu ‘anha) untuk menceritakan perihal Ibnu Shayyad. Ummul Mu’minin berkata, “Mengapa kamu selalu mencari Ibnu Shayyad? Tidakkah kamu tahu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda bahwa apa yang beliau sampaikan pertama kali kepada shahabat mengenai Ibnu Shayyad adalah kemarahan beliau kepadanya? (maksudnya perihal kedustaannya – pen)”. (HR. Muslim)

Sebelum kita bahas lebih lanjut, mari kita simak kisah berikut ini yang diriwayatkan oleh Imam Muslim seperti yang dituturkan oleh Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

Kami pergi berhaji atau berumrah dan Ibnu Sha’id (Ibnu Shayyad) bersama kami. Lalu kami singgah di suatu tempat, kemudian orang-orang berpencar dan tinggallah saya dengan Ibnu Sha’id. Saya bersikap sangat tidak ramah kepadanya karena dia disebut-sebut sebagai Dajjal.

Ibnu Sha’id membawa barang-barangnya lalu dia letakkan bersama barang-barangku, kemudian saya katakan, “Cuaca sungguh panas, sebaiknya kamu letakkan barang-barangmu dibawah pohon sana”.
Diapun menuruti ucapanku. Kemudian kami disuguhi kambing. Lalu Ibnu Sha’id mendekat, kemudian dia kembali dengan membawa segelas susu (yaitu gelas yang besar -- pent.). Lalu dia berkata, “Minumlah ini, hai Abu Sa’id”. Saya menjawab, “Cuaca sungguh panas dan susu ini juga panas”. Ucapan saya itu hanya untuk menolak karena saya tidak suka minum dari tangannya (mengambil dari tangannya).

Ibnu Sha’id berkata, “Hai Abu Sa’id, sungguh saya ingin mengambil tali lalu saya ikatkan pada pohon kemudian saya pergunakan untuk mencekik orang-orang yang menuduhku (sebagai Dajjal – pen.). Hai Abu Sa’id, kalau ada orang yang tidak mengetahui hadist Rasulullah, maka hadist tersebut pasti diketahui oleh orang-orang Anshar. Bukankah kamu orang yang paling tahu tentang hadist Rasulullah? Bukankah Rasulullah telah bersabda bahwa Dajjal itu kafir sedangkan saya muslim? Bukankah Rasulullah telah bersabda bahwa Dajjal itu mandul tanpa anak, sedangkan saya mempunyai anak di Madinah? Tidakkah Rasulullah bersabda bahwa Dajjal tidak memasuki Madinah dan Mekkah, sedangkan saya berangkat dari Madinah menuju Mekkah?”

Saya hampir menerima alasannya, kemudian dia berkata, “Demi Allah, saya mengetahuinya (Dajjal – pen.). Mengetahui kelahiran dan mengetahui dimana sekarang dia berada”. Lalu saya katakan kepadanya, “Celakalah kamu pada sisa hidupmu”.

Al-hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkomentar tentang hadist ini, “Ibnu Shayyad bukanlah Dajjal terbesar. Dia hanya salah seorang dajjal besar yang banyak jumlahnya. Memang sebagian ulama mengatakan, memang ada beberapa shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang mengira Ibnu Shayyad itu Dajjal terbesar, padahal bukan. Dia hanyalah orang kecil saja. Kenapa? Seperti pengakuannya sendiri pada hadist diatas bahwa dia bukanlah Dajjal seperti yang mereka kira”.

Dalam riwayat yang sama, menurut Ibnu Katsir, Ibnu Shayyad berkata, “Saya memang orang yang paling kenal dengan Dajjal, dan paling tahu dimana tempatnya. Dan andaikan aku ditawari untuk menjadi dia, bukannya aku tak mau” (HR. Muslim, no. 2927). (Lihat ‘An-Nihayah Fitanun wa ahwalun akhir az-zaman’, karya Ibnu Katsir).


Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Umar bin Khaththab pergi bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu rombongan menuju tempat Ibnu Shayyad dan menjumpainya sedang bermain dengan anak-anak kecil di dekat benteng Bani Maghalah, sedangkan pada waktu itu Ibnu Shayyad sudah mendekati usia baligh.

Ibnu Shayyad tidak merasa kalau ada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sehingga beliau tiba-tiba menepuk punggungnya Lalu Nabi berkata kepada Ibnu Shayyad, “Apakah kamu bersaksi bahwa aku ini utusan Allah?”.
Ibnu Shayyad memandang beliau lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah yamg ummi”.
Lalu Ibnu Shayyad balik bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa aku utusan Allah?”.
Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menolaknya dan bersabda, “Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”.
Kemudian Rasulullah bertanya lagi  kepadanya, “Bagaimana pendapatmu?”.
Ibnu Shayyad menjawab, “Aku sedang didatangi orang yang benar tapi juga berdusta”.

Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kau mencampuradukkan persoalan”. Kemudian Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah aku menyembunyikan sesuatu?”.

Ibnu Shayyad menjawab, “Asap”. (Lafal ‘dukhkhan’ yaitu ‘dukhaan’ merupakan bahasa yang dipergunakan dalam hadist ini artinya bahwa Rasulullah menyembunyikan kepada Ibnu Shayyad tentang ayat ad-Dukhaan’ yang berbunyi: ‘fartaqab yaumun ta’tissamaa’u bid-dukhaanin mubiin”, sedangkan Ibnu Shayyad tidak bisa menyebutkan ayat tersebut kecuali lafal naqish seperti yang dilakukan para peramal ketika setan menyampaikan kepada mereka menurut kemampuannya sebelum memperoleh jawaban. (Komentar ini disebutkan oleh al-Albani pada catatan kaki dalam menjelaskan makna ‘asap’ pada hadist ini)) .

Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Enyahlah kau, kamu tidak akan bisa menjawab”.
Umar bin Khaththab berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal lehernya!”.
Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika dia benar-benar Dajjal, kamu tidak akan mampu mengalahkannya. Dan jika dia bukan Dajjal, maka percuma kamu membunuhnya”.

Salim bin Abdullah mendengar Abdullah bin Umar berkata, “Sesudah itu, Rasulullah dan Ubay bin Kaab Al-Anshari pergi menuju ke kebun kurma yang disitu ada Ibnu Shayyad. Setelah masuk ke kebun beliau segera bersembunyi di balik batang pohon kurma karena beliau ingin mendengarkan sesuatu yang dikatakan Ibnu Shayyad sebelum Ibnu Shayyad melihat beliau.

Rasulullah shalallhu ‘alaihi wasallam melihat Ibnu Shayyad sedang berbaring di atas tilam dengan berselimut dan membawa perbekalan air minum. Ibu Ibnu Shayyad melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang sedang bersembunyi di balik batang pohon kurma lalu dia berkata kepada anaknya (Ibnu Shayyad), “Hai Shafi (nama asli Ibnu Shayyad), ini ada Muhammad!”

Lalu Ibnu Shayyad bangun dan menyingkir. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya Ibnu Shayyad tidak diberitahu oleh ibunya pasti dia bisa memberi penjelasan (tentang keadaan yang sebenarnya)”.

Abdullah bin Umar berkata, “Setelah itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berdiri dihadapan orang banyak, kemudian beliau memuji Allah sebagaimana mestinya, lalu beliau menyebut-nyebut Dajjal. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh aku memperingatkan kalian tentang Dajjal. Tidak ada seorangpun melainkan dia telah memperingatkan kaumnya. Nuh juga telah memperingatkan kaumnya. Tetapi, aku akan menyampaikan keterangan tentang Dajjal kepada kalian, yang tidak pernah disampaikan nabi lain kepada kaumnya. Ketahuilah nahwa Dajjal itu matanya yang kanan buta dan sesungguhnya Allah Maha Suci dan Maha Tinggi tidak buta sebelah”.

Ibnu Syihab diberitahu oleh Umar bin Tsabit al-Anshari bahwa dia diberitahu oleh salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda ketika beliau memberi peringatan tentang Dajjal kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Sesungguhnya diantara kedua mata Dajjal tertulis ‘kafir’ yang tulisan itu bisa dibaca oleh orang yang tidak menyukai perbuatan Dajjal (atau bisa dibaca oleh setiap orang Mukmin)”. Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya seseorang tidak akan bisa melihat Allah azza wa jalla sehingga dia mati”.

(HR. Muslim. Lafadz ini disalin dari buku “Ringkasan Shahih Muslim”, hal. 1045-1047  karya Syaikh Al-Albani).

Jadi jelaslah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu: “Jika dia benar-benar Dajjal, kamu tidak akan mampu mengalahkannya. Dan jika dia bukan Dajjal, maka percuma kamu membunuhnya”. Hal ini menunjukkan bahwasanya Ibnu Shayyad bukanlah al-Masih ad-Dajjal yang kelak akan muncul di akhir zaman.

Namun demikian para ulama berbeda pendapat dalam mengomentari Ibnu Shayyad ini.

Abu Abdillah Al-Qurthubi berkata, "Yang benar bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal berdasarkan dilalah (petunjuk / dalil) terdahulu, dan tidak ada yang menghalanginya untuk berada di pulau tersebut pada waktu itu dan berada di tengah-tengah para, sahabat pada waktu itu yang lain." [At-Tadzkiroh. 702]

Imam Nawawi berkata, "Para ulama mengatakan, "Kisahnya sangat musykil (sukar difahami) dan masalahnya samar-samar, apakah dia itu Al-Masih Ad-Daijal yang terkenal itu ataukah lainnya? Tetapi tidak disangsikan lagi bahwa dia adalah salah satu Dajjal (pendusta besar) di antara dajjal-dajjal."

Para ulama itu mengatakan, "Zhahir hadits-hadits itu menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mendapat wahyu yang menerangkan apakah Ibnu Shayyad itu Al-Masih Ad-Dajjal atau bukan, tetapi beliau hanya mendapat wahyu mengenai ciri-ciri Dajjal, sedangkan pada diri Ibnu Shayyad ada kemiripan dengan ciri-ciri tersebut. Karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memastikan Ibnu Shayyad itu sebagai Dajjal atau bukan.

Dan karena itu pula beliau berkata kepada Umar Radhiyallahu anhu, "Jika Ibnu Shayyad itu adalah Dajjal, maka engkau tidak akan dapat membunuhnya." Adapun alasan Ibnu Shayyad bahwa dia itu muslim sedang Dajjal itu kafir, bahwa Dajjal tidak punya anak sedang dia punya anak, dan bahwa Dajjal tidak akan dapat memasuki kota Makkah dan Madinah sedang dia (Ibnu Shayyad) telah memasuki kota Madinah dan sedang menuju ke Makkah, maka alasannya itu tidak cukup kuat untuk menunjukkan bahwa dia bukan Dajjal, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hanya memberitahukan tentang ciri-cirinya pada waktu ia menyebarkan fitnah dan keluar dari bumi.

Dan di antara kemiripan ceritanya dan keberadaannya sebagai salah seorang Dajjal pembohong ialah perkataannya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, " Apakah engkau bersaksi bahwa saya adalah utusan Allah." Dan pengakuannya bahwa dia didatangi oleh seorang yang jujur dan seorang pembohong, bahwa dia melihat 'Arsy di atas air, dia tidak benci kalau ia sebagai Dajjal, dia mengetahui tempatnya. dan perkataannya, " Sesungguhnya aku mengenalnya dan mengetahui tempat kelahirannya serta di mana ia sekarang berada," dan kesombongannya yang memenuhi jalan. Adapun dia menampakkan Islamnya, argumentasinya, jihadnya, dan penghindarannya dari anggapan sebagai Dajjal tidak tegas menunjukkan bahwa dia bukan Dajjal."
[Syarah Muslim oleh Imam An-Nawawi 18: 46-47]

Dalam mengomentari hadits diatas, Tamim ini Al-Baihaqi berkata, "Dalam hadits ini terdapat indikasi bahwa Dajjal terbesar yang akan keluar pada akhir zaman itu bukanlah Ibnu Shayyad, dan Ibnu Shayyad adalah salah satu dari dajjal-dajjal pembohong yang diberitahukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam akan kemunculannya, dan sebagian besar mereka telah muncul. Seolah-olah orang yang menetapkan bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal (terbesar), mereka tidak mendengar kisah Tamim. Sebab, jika tidak demikian, maka mengkompromikan antara keduanya sangat jauh (tidak mungkin), karena bagaimana dapat disesuaikan antara orang yang ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup dia baru menginjak dewasa dan bertemu dengan beliau serta ditanya oleh beliau, tetapi kemudian menjadi seorang yang sudah tua sekali dan di penjara di sebuah pulau di tengah lautan dengan dirantai besi, dan dia menanyakan tentang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam apakah beliau sudah muncul ataukah belum. (Pendapat ini bertentangan dengan pendapat al-Qurthubi diatas).   Maka pendapat yang lebih cocok ialah tentang tidak adanya kejelasan yang pasti.

Adapun sumpah Umar, maka boleh jadi hal itu dilakukannya sebelum ia mendengar kisah Tamim. Kemudian setelah mendengarnya, ia tidak berani lagi mengulangi sumpahnya. Adapun Jabir mcngemukakan sumpahnya di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah karena ia tahu Umar bersumpah di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lantas ia mengikutinya." [Fathul-Bari 13: 326-327]

Ibnu Hajar berkata, "Abu Nu'aim Al-Ashbahani meriwayatkan dalam Tarikh Ashbahan yang memperkuat pendapat bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal. lalu beliau membawakan riwayat dari jalan Syubail bin Urzah dari Hassan bin Abdur Rahman dari ayahnya, ia berkata. "Ketika kami menaklukkan Ashbahan, maka jarak antara lasykar kami dengan Yahudi hanya satu farsakh, maka kami datangi tempat itu dari arah yang sesuai dengan pilihan kami. Pada suatu hari saya datang ke sana, ternyata orang-orang Yahudi sedang berpesta dan memukul gendang, lalu saya bertanya kepada teman saya dari golongan mereka. Kemudian dia menjawab, "Raja kami yang kami mintai pertolongan untuk mengalahkan bangsa Arab sedang tiba." Lalu saya bermalam di loteng rumah teman saya itu, kemudian saya melakukan shalat Shubuh. Ketika matahari terbit, terjadilah keributan di kalangan tentara, lalu saya lihat, ternyata ada seorang lelaki yang memakai kopiah dari tumbuh-tumbuhan yang harum, dan orang-orang Yahudi berpesta memukul gendang. Setelah saya perhatikan ternyata dia Ibnu Shayyad, lantas dia masuk Madinah dan tidak kembali lagi hingga datangnya As-Sa'-ah." [Dzikir Akhbar Ashbahan: 387-388 oleh Abu Nu'aim; Fathul-Bari 3: 327-328]

Ibnu Hajar berkata, "Tidak ada relevansi antara riwayat Jabir (yang kehilangan Ibnu Shayyad pada musim panas) ini dengan riwayat Hassan bin Abdur Rahman, sebab penaklukan Ashbahan itu terjadi pada masa kekhalifahan Umar sebagaimana diriwayatkan Abu Nu'aim dalam Tarikhnya (Tarikh Ashbahan), sedang antara masa terbunuhnya Umar dengan peristiwa musim panas itu berselang waktu sekitar empat puluh tahun. Maka boleh jadi peristiwa itu disaksikan oleh ayah Hassan setelah berlalunya penaklukkan Ashbahan sekian lama.

Dan di dalam pemberitaan yang menggunakan kata-kata ketika (lammaa) pada kalimat ketika kami telah menaklukkan Ashbahan ada bagian kalimat syarat ketika.... yang ditaqdirkan berbunyi: "Kami mengadakan perjanjian (ikatan) dengannya dan saya sering pulang balik ke sana," lalu terjadi peristiwa Ibnu Shayyad. Maka masa penaklukan Asbahan dan masuknya Ibnu Shayyad ke Madinah tidaklah dalam satu waktu."[Fathul-Bari 3].

Jadi, Ibnu Hajar menguatkan pendapat bahwa Ibnu Shayyad bukanlah Dajjal yang dimaksud dalam hadits-hadits, yang akan keluar di akhir zaman.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa masalah Ibnu Shayyad ini merupakan sesuatu yang musykil (sulit) bagi sebagian sahabat. lalu mereka mengiranya Dajjal. sedangkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tawaqquf (diam saja) mengenai masalah ini sehinngga nyata sesudahnya bahwa dia bukan Dajjal, melainkan sejenis dukun yang berperikeadaan syetan., karena itu beliau pergi ke sana untuk mengujinya. [Periksa Al-Furqon Baina auliyair rahman wa Auliyaisy-syaiton: 77, cetakan kedua, tahun 1375 H, Terbitan Mathabiur Riyadh]

Ibnu Katsir berkata, "Maksudnya bahwa Ibnu Shayyad itu bukan dajjal yang kelak akan keluar pada akhir zaman, berdasarkan hadits Fatimah binti Qais Al-fihriyyah ini merupakan pemilahan dalam masalah tersebut" [An-Nihayah Fil Fitan wal malahim 1:70 dengan tahqiq DR. Thaha Zaini]

Demikianlah pembahasan mengenai Ibnu Shayyad, mudah-mudahan kita dapat mengerti dan memahami keberadaannya. Wallahu’alam.

Adapun mengenai munculnya Dajjal dan Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam adalah salah satu pertanda Kiamat besar yang akan kita bahas khusus pada catatan-catatan berikutnya. Insya Allah...

Demikian, semoga bermanfaat bagi saya pribadi dan para sahabat sekalian.

Wallahu alam bishshawwab...

Billahi taufiq wal hidayah
Wasalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Insya Allah Bersambung...


Note A:

Sifat dan Ciri-ciri Dajjal terbesar yang akan muncul di akhir zaman.

Adapun sifat dan ciri-ciri Dajjal (al-Masih ad-Dajjal yang muncul diakhir zaman) dirangkum oleh Syaikh al-Albani dalam kitabnya: “Qishahatu al-Masih ad-Dajjal wa Nuzuli ‘Isa ‘alaihissalam wa Qatlihii Iyyaahu” adalah sebagai berikut:

[1]. Sesungguhnya aku akan menjelaskan sifat dan ciri-ciri Dajjal dengan penjelasan yang belum pernah disampaikan oleh seorang Nabi pun sebelumku. (Di dalam hadits ‘Ubadah: “Sungguh aku telah bercerita banyak kepada kalian tentang Dajjal, sampai-sampai aku khawatir kalian tidak menyerap dan mengertinya”). [Riwayat Abu Dawud, al-Ajurri dalam asy-Syari’ah, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, dan Ibnu Mandah dalam at-Tauhid]

[2]. Di awal kemunculannya, ia berkata, “Aku Nabi, dan tidak ada Nabi sesudahku”.

[3]. Kemudian, ia (Dajjal) memuji dirinya dengan berkata, “Aku adalah Rabb kalian.” Namun, ingatlah (sabda Rasul) bahwa kalian tidak akan dapat melihat Rabb kalian hingga kalian mati.

[4]. Sesungguhnya ia makhluk yang buta sebelah mata, (yang mata sebelah kirinya tidak nampak jelas), [Riwayat ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir, ath-Thabrani dalam al-Ausath dari Ibnu Mughaffal, Ahmad dalam al-Musnad, Muslim, Ibnu Majah dari Hudzaifah, Ahmad dalam al-Musnad, Hanbal bin Ishaq dalam al-Fitan dari seorang sahabat Nabi SAW, dan Ahmad dalam al-Musnad dari Abu Bakrah].
(diatasnya ada kulit tipis selaput mata yang menebal) [Riwayat Ahmad dalam al-Musnad dari al-Hasan al-Bashri, ath-Thabrani dalam al-Muj’am al-Kabiir dan al-Ausath dari ‘Abdullah bin Mughaffal.].
(berwarna hijau seperti bintang mutiara yang sangat cemerlang warnanya), [Riwayat Ahmad dalam al-Musnad dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashfahan dari Ubai.].
(sedangkan mata sebelah kanannya seperti buah anggur yang terapung [maksudnya, sangat jelas tampak, tidak seperti yang kiri], [Riwayat Ibnu Huzaimah dalam at-Tauhid, ath-Thabrani dalam al-Mu’jaim al-Kabiir dari Ummu Salamah, al-Bukhari, Muslim, Ahmad dalam al-Musnad, dan anaknya (‘Abdullah) dalam as-Sunnah dari Ibnu ‘Umar.].
(tidak menonjol dan tidak pula timbul ke permukaan), [Riwayat al-Ajurri dalam asy-Syariah, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, dan Hanbal bin Ishaq dalam al-Fitan dari Ubadah.],
(rambutnya kusut dan tidak rapi). [Riwayat Muslim dan Ahmad dalam al-Musnad],
(Perhatikanlah,ciri-cirinya tidak samar bagi kalian, maka jangan sekali-kali kalian tidak mengenalinya). [Riwayat Ahmad dalam al-Musnad, Ibnu Hibban dalam ash-Shahiih, Ibnu Mandah dalam al-Iman dan at-Tauhid dari seorang Sahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam].
Sesungguhnya Rabb kalian tidak buta sebelah mata. [Perhatikanlah, sesungguhnya ciri-cirinya tidak samar bagi kalian, maka jangan sekali-kali kamu tidak mengenalinya. Sesungguhnya Rabb kalian tidaklah buta sebelah mata), [Riwayat Ahmad dalam al-Musnad, Ibnu Hibban dalam ash-Shahiih, Ibnu Mandah dalam al-Iman dan at-Tauhid dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra.],
[itu diucapkan tiga kali].[ Riwayat Ibnu Mandah dalam at-Tauhid dari seorang Sahabat Rasullullah SAW.].
[Kemudian, Rasulullah menunjuk kearah kedua matanya). [Riwayat al-Bukhari dan Ibnu Mandah dalam at-Tauhid dari Ibnu Umar, Ahmad dalam al-Musnad, anaknya Abdullah dalam as-Sunnah, Ibnu Mandah dalam at-Taauhid, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak dari Jabir].
(Sekali-kali kalian tidak akan dapat melihat Rabb kalian hingga mati terlebih dahulu). [Riwayat Abu Dawud dari Ubadah, dan Muslim dari Umar bin Tsabit]

[5]. Sesungguhnya ia akan berjalan-jalan di muka bumi dan sesungguhnya bumi dan langit adalah milik Allah. [Riwayat Ibnu Huzaimah dalam at-Tauhid dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir dari Ummu Salamah.]

[6].     Ia seorang pemuda yang berambut keriting, yang saya menyerupakannya seperti Abdul ‘Uzza bin Qathan, [Riwayat Ahmad dalam al-Musnad, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Ajurri dalam asy-Syari’ah, Hanbal bin Ishaq dalam al-Fitan, dan Ibnu ‘Asakir dalam at-Tarikh dari an-Nawwas.],
(berpostur tubuh pendek, berkaki bengkok, bermata hitam, dan lebar), [Riwayat Abu Dawud, al-Ajurri dalam asy-Syari’ah, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, dan Ibnu Mandah dalam at-Tauhid dari ‘Ubadah.],
(memiliki cacat, atau hina). [Riwayat Ahmad dalam al-Musnad, Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid, Ibnu Hibban dalam ash-Shahiih, dan Ibnu Mandah dalam at-Tuhid dari Ibnu ‘Abbas].

[7]. Ia berkulit sawo matang dan berambut keriting, [Riwayat Ahmad dalam al-Musnad dan Hanbal bin Ishaq dalam al-Fitan dari seorang Sahabat Nabi SAW.],
sedang rambutnya kusut dan tidak rapi. [Riwayat Ahmad dalam al-Musnad, Muslim dan Ibnu Majah dari Hudzaifah]

[8]. Diantara kedua matanya tertulis kata kafir, yang dapat dibaca oleh (orang yang membenci perbuatannya, atau dapat dibaca) [Riwayat ‘Abdurrazaq dalam al-Mushannaf, Ahmad dalam al-Musnad, Muslim, at-Tirmidzi, dan Abu Amr ad-Dani dalam al-Fitan dari beberapa Sahabat Rasulullah SAW.]
oleh setiap Mukmin yang mengerti baca tulis ataupun tidak.


Note B:

[1]. Catatan (Tulisan) ini dibuat dari berbagai sumber, diantaranya:
a. Tanda-Tanda Hari Kiyamat Besar dan Kecil, karya Awadh bin ‘Ali bin ‘Abdullah. Terjemah oleh : Muh. Khairuddin Rendusara, Islamhouse.com. 2009.
b. Tanda-tanda Kecil Hari Kiamat, dari buku ‘Smaller Signs of The Day’, karya Muhammad bin Bayyumi. Terjemah oleh: Aish. Terdapat dalam buku ‘Semalam Saja di Neraka’, karya Nurul Mubin. DIVA Press, Jogjakarta. 2008.
c. An-Nihayah Fitanun wa Ahwalun Akhir az-Zaman, karya Ibnu Katsir. Dalam edisi Indonesia, ‘Huru-hara Hari Kiamat’, terjemah oleh: H. Anshori Umar Sitanggal dan H. Imron Hasan S.Ag. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2010.
d. Ringkasan Shahih Muslim, karya Muhammad Nashiruddin al-Albani, terjemah oleh: Elly Lathifah, SPd. Gema Insani Press. Jakarta. 2007. Bab Kitab Fitnah.
e. Qishahatu al-Masih ad-Dajjal wa Nuzuli ‘Isa ‘alaihissalam wa Qatlihii Iyyaahu, karya Muhammad Nashiruddin al-Albani. Dalam edisi Indonesia, “Kisah Dajjal dan Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam Untuk Membunuhnya’, terjemah oleh: Ahmad Zubaidi, Lc. Pustaka Imam Syafi’i. Jakarta. 2007.
f. Sumber-sumber lainnya yang dapat dipercaya (Insya Allah)

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar